Belitong, pulau ini terletak di selat Karimata, sebuah selat yang menghubungkan antara Sumutera dan Kalimantan. "Perkenalanku" dengan Belitong ini sudah lama. Sering melihat atlas, dan peta dunia, termasuk Indonesia pada waktu kecil membuatku tahu sedikit tentang Belitung yang kala itu merupakan bagian dari Sumatera Selatan. Perkenalan selanjutnya dengan pulau ini lewat sebuah film fenomenal, hasil adaptasi dari best seller novel karya Andrea Hirata dengan judul yang sama: Laskar Pelangi.
Film yang menceritakan tentang kegigihan dan kecerdasan guru-guru dan siswa-siswi lokal di SD Muhammadiyah itu, juga menampilkan keindahan alam pulau yang kaya dengan hasil bumi ini. Pasir putih dan granit besar yang menjadi ciri khas alam Belitung.
Pantai dan batuannya sama dengan tempatku, Natuna.
Hal tersebut tentu saja menambah rasa penasaranku tentang pulau yang indah ini. Sehingga pulau Belitong yang saat ini sudah memisahkan diri dari Provinsi Sumatera Selatan dan membentuk Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini menjadi target untuk ku datangi.
Terlebih Pulau Belitong ditetapkan menjadi kawasan Geopark Nasional dan 2020 resmi menyandang status global dari UNESCO. Geopark, sesuatu yang kelak membawaku sampai ke pulau ini. Geopark Belitong terletak di Pulau Belitung Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, kawasannya berada di dua kabupaten yakni Belitung dan Belitung Timur.
Yap saya tidak salah tulis antara O dan U dalam penyebutan Belitung/Belitong. Secara administrasi, nama dua kabupaten memang menggunakan U, yakni Belitung dan Belitung Timur. Namun dalam ejaan bahasa melayu tempatan, Belitung disebut dengan Belitong, sesuai dengan tujuan Geopark yang memasukkan unsur budaya di dalamnya, sehingga penamaan resmi geopark pada kawasan ini mengambil dialek lokal: Belitong.
Gayung bersambut, kegiatan Pemuda Geopark di Geopark Belitong yang mulai digaungkan pada mei lalu seakan menjadi "batu pijakan". Setelah semua perkara selesai (baca: administrasi, ikut seleksi dari panitia dan ketersediaan dana dari sponsor dan pemerintah), aku bersama seorang teman dari Natuna berangkat menuju Pulau Laskar Pelangi ini.
Burung besi membawa kami dari Natuna menuju Jakarta via Batam, dan Soekarno Hatta menjadi titik kumpul para peserta yang datang dari berbagai wilayah di Jawa untuk sama-sama berangkat ke Belitong esok paginya. Punya waktu sekian jam di bandara membuat ku memilih untuk ngemper di bandara sambil menunggu kedatangan rekan-rekan yang lain dengan bermodalkan chat di WA group yang sudah dibuat beberapa hari lalu.
|
bersama rekan dari (calon geopark di) Bali |
Bali, Jawa Barat, Banten, Sulawesi Selatan dan Jogja merupakan asal dari peserta-peserta yang membuat janji untuk bertemu dan kebetulan berada pada satu penerbangan yang sama rute Jakarta - Belitong. Tidur di kursi-kursi ruang tunggu bandara adalah hal yang kami lakukan sembari menunggu lengkapnya teman-teman lain yang datang.
Dini hari, rekan-rekan sudah berkumpul di gate keberangkatan sambil menunggu jadwal penerbangan. Jakarta - Belitong hanya memerlukan satu jam penerbangan karena jarak yang memang tak begitu jauh. Cuaca cerah dari Jakarta, namun tidak ketika tiba di H.A.S. Hanandjoeddin International Airport Belitung, hujan mengguyur bumi Laskar Pelangi tersebut.
Sembari menunggu kedatangan peserta yang lain dengan penerbangan berbeda, kami sejenak istirahat, mengisi perut yang memang belum diisi pagi ini. Silih berganti pesawat landing di bandara, membawa beberapa peserta yang ku kenal wajahnya, tak asing, sebab sudah bertemu pada kegiatan Pemuda Geopark di Batur UGGp tahun lalu. Reuni kecil-kecilan ceritanya.
|
Touchdown Belitong! |
Setelah semua peserta lengkap, bis penjemput yang sedari tadi sudah standby di parkiran bandara mulai berjalan, mengantarkan kami ke banyak tujuan. Acara sudah di mulai per hari ini.
Tujuan pertama adalah rumah adat melayu Belitong. Rumah adat ini sama seperti rumah-rumah adat melayu pada umumnya: rumah panggung. Rumah yang disebut dengan Rumah Limas ini terdiri dari beberapa bagian, bagian pertama yaitu bagian teras rumah, tempat tamu pertama kali masuk. Lalu yang kedua adalah ruang utama atau ruang tamu, tersedia dua kamar tidur di sini. Di ruang ini juga ditampilkan beberapa pernak pernik hantaran pernikahan adat melayu Belitong, dan di dinding-dindingnya terdapat foto Belitong tempo dulu.
Bagian berikutnya adalah dapur atau bagian belakang, antara bagian utama dan bagian belakang dihubungkan dengan penghubung seperti jembatan yang disebut dengan los. Di ruang belakang ini terdapat alat-alat dapur tradisional, juga terdapat alat-alat bertani dan melaut. Terpisah dari rumah induk, ada bangunan kecil di belakang yang disebut dengan pondok. Kata pemandu, itu semacam gudang untuk menyimpan kayu bakar, toilet berada di belakang pondok tersebut.
|
Rumah Limas, Belitong |
Saya tertarik dengan dokumentasi foto-foto lama di dinding ruang tamu. Gaya melayu tempo dulu dan stempelnya mirip juga dengan stempel tempo dulu yang ada pada koleksi foto-foto lama yang ada di Natuna. Pernak-pernik pernikahan juga hampir sama dengan yang ada pada melayu Natuna. Bagian dapur terdapat beberapa alat tradisional yang ada kaitannya dengan bertani, ada lesung seperti seni tradisi di Natuna: lesung alu. Dan mereka menyebutnya Lesung dan Lumpang. Ada juga gerobak tradisional yang mereka sebut dengan liu-liu. Pada perayaan hasil tani, masyarakat Belitong mengenal istilah marastaun, yakni sebuah perayaan panen padi yang dahulu dirayakan di tiap-tiap desa.
Setelah dari rumah limas, perjalanan kami berikutnya menuju ke Pantaii Tanjung Kelayang untuk beristirahat dan makan siang. Di Tanjung Kelayang, semua peserta kegiatan berkumpul. Peserta dari UNESCO Global Geopark Youth Marine Camp, dan peserta The 11th ASEAN Summit 2023 berkumpul di sini. Sebagai informasi, The 11th ASEAN Summit merupakan event bertemunya negara-negara ASEAN, dan Geopark Belitong menjadi salah satu tempat diselenggarakannya kegiatan tersebut, pemerintah memilih Belitong UGGp untuk menjadi host dalam kegiatan Running Into The Blue: Oceanic Adventure sebagai bagian dari rangkaian kegiatan ASEAN Blue Economy Forum yang berlangsung di Belitung, 2-4 Juli 2023.
|
Peserta UGG Marine Youth Camp |
Ini yang menjadi catatan saya: kegiatan kolaborasi. Semacam "aji mumpung" dalam melaksanakan kegiatan, dalam hal positif tentunya. Pemerintah menunjuk Belitong untuk menjadi tuan rumah kegiatan, dan Belitong UGGp mengambil kesempatan dengan berkolaborasi mengadakan kegiatan UGG Youth Marine Camp dengan skala internasional. Hal kolaborasi seperti ini yang mesti diterapkan, rangkaian kegiatan pada waktu yang sama. Kerja sama dalam event yang sekaligus besar. Hingga segalanya bisa dikerjakan bersama-sama.
Di Pantai Tanjung Kelayang, kami istirahat untuk makan siang dan belanja pada stand-stand pameran yang sudah tersedia. Transaksi yang dilakukan dengan membeli kupon yang nanti akan di tukar dengan produk yang akan dibeli.
Trip masih berlanjut, kali ini tujuannya adalah Pusat Informasi Geologi (PIG) Belitung. Tarian selamat datang yang dibawakan oleh penari cilik menyambut kami dalam kunjungan ke PIG ini.
Seorang pemandu dengan ramah menjelaskan hal-hl yang ada dalam PIG, termasuk timah, sumber daya alam bumi Belitiung yang sudah diexploitasi selama kurang lebih 100 tahun. Sejak zaman kependudukan Belanda, timah Belitung dieksploitasi untuk kebutuhan persenjataan terutama pembuatan peluru. Proses pengambilannya mulai dari cara tradisional yang dikenal dengan ngelimbang, hingga cara yang modern kala itu.
|
Pusat Informasi Geologi Pulau Belitung |
Selain timah, Belitung juga memiliki batu satam atau yang juga dikenal dengan batu meteorit. Ia tersebar di beberapa tempat di pulau ini. Nama satam diberi oleh penambang dari Cina, sa berarti batu, tam berarti empedu, batu satam memang memiliki ukuran yang cenderung kecil dan berwarna hitam, seperti empedu.
Selain unsur-unsur geologi, PIG juga menampilkan ragam potensi yang lain dari bumi Belitung, termasuk flora dan fauna dan lokasi-lokasi situs geopark Belitong. Yang saya notice adalah tarsius Belitong, masyarakat Belitung menyebutnya dengan pelile'an. Primata kecil yang jadi ikon dari Belitung ini, ternyata juga ada di Natuna. Yap, tarsius di Natuna baru ku dengar ceritanya dari seorang teman penggiat primata di Natuna, ditemukan di Pulau Subi dengan nama ilmiah Tarsius bancanus natunensis. Sebab nama ilmiahnya terdapat unsur Natuna, kemungkinan besar ia merupakan binatang endemik, seperti Kekah Natuna (Presbytis natunae).
Pelile'an atau Tarsius Belitung yang memiliki nama ilmiah Tarisus bancanus saltator ini adalah salah satu dari keragaman hayati di Belitong UGGp. Primata nokturnal ini bahkan ada dalam beberapa logo dan branding Belitong. Kesamaan yang kesekian kalinya antara Natuna dan Belitong ku dapati.
---bersambung---