Bicara tentang keanekaragaman hayati, Natuna memiliki potensi yang luar biasa. Beragam jenis flora dan fauna bisa ditemukan di daerah ini, beberapa di antaranya ada yang berada dalam status langka, beberapa yang lain ada yang hanya bisa ditemukan di Natuna, dan ada pula yang memiliki "hak paten" berupa nama-nama daerah di Natuna dalam sebutan ilmiahnya. Ada Leptobrachella serasanae, spesies katak kecil yang ditemukan di pulau Serasan. Dan ada juga Presbytis natunae, primata unik yang hanya ditemukan di Natuna.
Kekah di Desa Mekar Jaya |
Kekah merupakan hewan pemalu yang hidup berkelompok, tubuhnya berwarna hitam dan berekor panjang, terdapat bulu berwarna putih di badan dan matanya sehingga terlihat seperti menggunakan rompi dan kacamata, lucu dan unik. Kekah dewasa memiliki taring panjang yang ia gunakan untuk membuka biji karet yang merupakan makanan favoritnya.
Karena langka, Kekah jadi bernilai tinggi, banyak yang ingin memeliharanya, untung saja "perburuan" Kekah belum masif terlihat. Namun tetap perlu waspada, sebab jika terus diburu akan mempengaruhi populasi hewan endemik Natuna ini. Saya dari kecil dulu jarang sekali melihat Kekah secara langsung, pernah secara tak sengaja di Batu Sindu, namun hanya sebentar, si Kekah langsung menghilang dalam belantara hutan. Dan dahulu juga tidak sepeduli seperti saat ini terhadap kelestarian Kekah.
Seiring berjalannya waktu, saya semakin mengerti bahwa keberadaan Kekah memang harus dilestarikan. Pembangunan yang sedikit banyak telah membuat habitat asli Kekah juga tergerus pelan-pelan. Padahal, jika "dimanfaatkan", keberadaan Kekah di Natuna menghasilkan banyak peluang, penelitian dan wisata adalah beberapa dari sekian banyak potensi yang "dihasilkan" oleh si Kekah. Dan Desa Mekar Jaya, Bunguran Barat menyadari itu.
Beberapa waktu lalu, saya kembali mengunjungi desa ini. Sebuah desa yang terletak di bagian barat daya Pulau Bunguran Besar. Butuh waktu sekitar 90an menit dari pusat kota untuk mencapai desa Mekar Jaya. Cek Gu Ahdiani, inisiator kegiatan "mantau kekah" di Desa Mekar Jaya sudah menunggu kami di rumahnya. Setelah santai sejenak, kami langsung ke "inti acara" mengapa saya ke sini: melihat Kekah. Namun sebelumnya, kami diajak untuk mengitari sungai sambil makan siang di atas spitbut (perahu cepat) di tengah sungai dan hutan bakau. Lauk ikan balado menjadi menu terlezat hai itu.
Cek Gu Ahdiani (baju loreng) sang inisiator mantau kekah. |
Menurut Cek Gu Ahdiani, Kekah di desa Mekar Jaya biasanya keluar dari sarang untuk mencari makan pada pagi hari sekitar pukul 5.30 - 9, dan sore hari sekitar pukul 3 - 6. Oleh karena itu kami diajak jalan-jalan di sekitar hutan mangrovenya terlebih dahulu sembari mengisi waktu.
Saat kami pulang dari makan siang, dalam perjalanan dari dermaga menuju kediaman Cek Gu, kami diberitahu warga bahwa ada segerombolan Kekah yang sedang nangkring di pohon karet. Warga ini memberitahukan kami dengan bahasa isyarat dari mulutnya, seakan-akan paham betul jika membuat gaduh gerombolan Kekah ini akan lari kabur. Setelah mendapat informasi tersebut, kami lalu melanjutkan perjalanan. Namun pandanganku tiba-tiba teralihkan oleh sekawanan Kekah yang sedang asyik makan di kebun karet milik warga. Karena teralu exited, saya sedikit berteriak sehingga membuat sekawanan Kekah tersebut ikut panik. Dan akhirnya, karena sifat pemalunya tersebut, mereka kembali ke hutan.
Beberapa kekah muda melompat di antara pepohonan karet menuju ke dalam hutan, sementara induk kekah yang menggendong bayinya terlihat sangat panik, seperti bingung antara lari menyelamatkan diri sementara ada bayi yang ia embok (gendong). Seekor Kekah, sepertinya sang Alfa, melompat kesana kemari memastikan anggotanya selamat, ia yang terlihat paling sibuk dalam rombongan itu. Teriakan Kekah bersaut-sautan, berkomunikasi, memberi komando untuk menyelamatkan diri.
Saya merasa bersalah, karena kehebohan yang sedikit tadi membuat mereka lari. Benar-benar Kekah ini hewan pemalu, jika keberadaannya diketahui, ia akan kembali ke sarangnya lagi. Padahal jika sedikit tenang dan sikap sedikit tak peduli, rombongan Kekah ini akan tetap santai menikmati makan siangnya. Sebab tempat kami menemukan Kekah ini hanya berjarak 50 meter saja dari rumah dan aktivitas warga. Namun alhamdulillah, kami mendapat beberapa gambar dan video Kekah, hingga rekaman suaranya, asli dari alam, "fresh from the oven".
Bisa melihat Kekah merupakan target utama, dan itu telah tercapai. Kami pulang ke kediaman Cek Gu dan beristirahat sejenak. Sambil berdiskusi ringan. Cek Gu berkata bahwa ada ratusan ekor Kekah di Mekar Jaya, dan terbagi dalam beberapa kelompok, dan ada beberapa tempat favorit Kekah di desa ini, kebun karet warga tadi salah satunya. Selain karet, Kekah juga menyukai rambutan dan buah matoa.
Dalam kegiatan mantau Kekah, kita harus jeli melihat di sekitaran pohon, karena selain pemalu, Kekah juga ahli kamuflase, sulit menemukannya ketika ia berada di pepohonan kalau mereka tidak bergerak. Dan kita juga harus tenang ketika mengetahui keberadaannya. Karena jika sedikit heboh saja, si Kekah akan kabur menghilang.
Esok harinya di pagi hari, kami mencoba mantau Kekah lagi, kali ini di lokasi yang berbeda, salah satu tempat favorit Kekah. Namun pagi itu sepertinya kami belum hoki untuk menemukan sekelompok kekah di tempat ini. Malah kami menemukannya di lokasi kemarin, dan diduga masih dengan kelompok kekah yang sama dengan yang kami temui kemarin.
Pertemuan kedua dengan mereka ini tak saya sia-siakan. Saya lebih tenang, selow dan sedikit berwibawa 😄. Seperti tak terjadi apa-apa, namun teropong dan kamera saya standby untuk mengambil potret mereka. Beberapa gambar telah kami dapati, rasanya puas sekali, melihat langsung, mendengar suaranya, dan mendapatkan hasil jepretannya. Benar-benar pengalaman baru yang luar biasa.
Setelah dari lokasi ini, kami diajak oleh Cek Gu ke satu lokasi lagi. Sebuah kebun yang akan direncanakan untuk menjadi basecamp mantau kekah, dimana kelak di sini akan ditanam berbagai tanaman buah untuk memancing Kekah datang lalu kita bisa memantaunya sambil bersantai di pondok dan menikmati alam. Ini merupakan rencana Cek Gu dalam program mantau Kekah ke depan. Kami sangat mengapresiasi langkah-langkah yang dilakukan untuk menjaga kelestarian hewan Natuna yang ikonik ini.
Semoga keberadaan Kekah tetap lestari. Sehingga bisa memperkenalkan negeri, bahwa tempat kita juga kaya akan keanekaragaman hayati.
Kekah,
Dunianya beratapkan langit,
jangan dikurung dalam kandang yang sempit.
Geraknya melompat di antara pohon dan batang,
jangan dikekang dengan mengikatnya di tiang.
Biarkan mereka di hidup bebas di belantara hutan,
bukan untuk dijualbelikan.
Biarkan mereka nikmati alam,
sebagaimana kita juga ingin hidup tentram.
--------------------------------
instagram : @mantau_kekah