Friday, August 23, 2019

HDS, Tempat Nongkrong Kekinian Warga Kawasan +62 773

Padahal, rasanya belum lama saya tinggalkan kota kelahiran yang tercinta ini. Namun setiap mudik selalu ada saja perubahannya. Memang, sejak merantau 10 tahun lalu, rata-rata saya pulang kampung 1 tahun sekali yakni saat idulfitri saja. Mengingat jauhnya jarak antara kampung halaman dengan tempat merantau yang membuat saya tak bisa sering-sering mudik.

Perubahan yang terjadi di kota kecil ini beragam, mulai dari banyaknya proyek-proyek pembangunan, lahirnya tempat-tempat wisata baru, hingga "fasilitas penunjang" makhluk milenial seperti tempat nongkrong. 

Saat museng-museng di sekitaran kota, banyak saya temukan kios-kios kecil tempat enterpreneur muda memulai bisnis hingga kafe-kafe dengan konsep unik. Diantaranya ada yang menarik mata, ia adalah Hari Dah Sore, HDS.

HDS merupakan tempat nongkrong kekinian anak muda Ranai jaman now. Desain kafe yang unik, serta letak yang strategis ditambah lagi dengan free Wi-Fi menjadikan kafe ini sebagai the most favourite place for nongkrong-nongkrong bagi penduduk +62 773 ini.
dah buka neeh. doc : HDS crew
Kafe Hari Dah Sore, penggagasnya terdiri dari tiga orang, Dedi, Sadam dan Halim. Sadam dan Halim adalah teman lama saat dari sekolah dulu yang mencoba dunia bisnis kuliner dengan membuka kafe ini. HDS merupakan nama yang dipilih dari beberapa nama yang ada. Bukan tanpa alasan, ternyata sang owner punya filosofi tersendiri mengenai nama ini, yang sampai sekarang masih disimpan dalam hati.

HDS berlokasi di jalan Soekarno Hatta, di seberang Pantai Tanjung Sebung / Pantai Kencana, Ranai. Ini yang saya bilang strategis. Pusat kota, di tepi jalan, desain oke. Itu yang membuat HDS melesat menjadi pilihan utama mudamudi untuk hang out.

Sejak dibuka setahun yang lalu, kafe ini selalu penuh oleh pengunjung. Terutama saat malam hari. Saya memantau melalui akun instagramnya (@haridahsore) yang selalu update memposting kegiatan-kegiatan di kafe. Banyaknya pengunjung ini tak lepas dari ide-ide kreatif crew yang mendekorasi kafe dengan sangat kekinian. Konsep kafe outdoor dengan dengan susunan meja dan kursi yang rapi, serta tambahan lampu-lampu hias + poster-poster tulisan yang oke-oke punya membuat kita nyaman berada disini, cozy. Ada bangunan kecil di pojok HDS dimana di situ tempat segala macam menu diracik, juga tempat nongkrongnya kasir. Dan sepertinya akan ada fasilitas tambahan di HDS ini, terlihat dari beberapa pojok tempat yang mulai dibersih-bersihkan, we'll see yew.

Ragam menu tersedia di sini. Mulai dari snack khas nongkrong-nongkrong, hingga makan berat "ala nongkrong" juga tersedia. Makanan sejuta umat, apalagi anak kost : nasi goreng. Namun nasi goreng HDS ini beda, coba saja pesan biar tahu rasanya, saya kurang ahli dalam mendeskripsikan rasa. 😀
Nasi Goreng Serai / HDS, (doc : HDS crew)
Dari "sektor" minuman, juga tak kalah enak. Dari kopi hingga milk shake tersedia disini. Pengen nongkrong lama, bisa pesan kopi panas biar minumnya sambil nyeruput-nyerupu asyik dengan rekan-rekan. Tapi jangan lupa juga untuk mencoba es kopi susunya. Rasanya bisa merubah mood dan bisa jadikan nongkrongmu makin bermakna. 
Mocha Ice, (doc HDS crew)

Hot Capuccino and Ice Lemon Tea, (doc : HDS)
Untuk memperpanjang obrolan, bolehlah pesen makanan ringan ringan lagi sebagai pelengkap "buel nabuk", ada sosis hingga pisang goreng, dan beragam menu makanan ringan tersedia di HDS tinggal pilih, tunggu datang, dan kunyah. Nyam nyam.
Pisang HDS capucino, (doc : HDS crew)

Sosis goreng, (doc : HDS crew)
Ohya, soal harga, jangan khawatir. Harga menu makanan dan minuman di HDS bervariasi dan dijamin sesuai dengan saku dan berbanding lurus dengan kualitasnya. HDS buka mulai dari jam 5 sore hingga tutup, biasanya tutup hingga dinihari. So, what are you waiting for? Jom cah wel kat HDS.
Baru buka tjoy, (doc : HDS crew)

Tuesday, July 9, 2019

Balikpapan, Terimakasih

Bercerita tentang pertemuan, tentu ada perpisahan yang mengikuti. Dua kejadian ini merupakan satu paket dalam kehidupan yang tak bisa dipisahkan. Hanya saja masih menjadi misteri soal waktunya, kapan hal itu akan terjadi. Yah begitulah hidup, barangkali.
sumber : youtube.com
Tentang Balikpapan, kota minyak ini merupakan salah satu dambaan para perantau untuk ditaklukan. Banyak perusahaan-perusahaan dan besarnya peluang untuk bekerja membuat kota ini kian hari semakin ramai dan padat didatangi oleh makhluk sosial yang bernama manusia dari berbagai penjuru negeri.

Saya salah satunya. 

Sejatinya, datang ke Balikpapan bukanlah keinginan saya sepenuhnya. Bermula dari dinas kantor pertengahan tahun 2015, Balikpapan merupakan daerah di Provinsi Kalimantan Timur yang pertama kali saya datangi. Sepadan, karena ia merupakan pintu masuk segala jenis transportasi utama ke bumi lumbung energi ini. Tidak lama di Balikpapan saat itu, dinas kantor hanya beberapa hari saja. Puncaknya adalah akhir 2015, dikuatkan dengan surat tugas dari kantor, saya dirotasi dari kantor pusat di Jakarta menuju Balikpapan untuk mengisi kekosongan karyawan pada unit bisnis yang baru dibentuk.
First time in Balikpapan, 2015
Saat itu perjalanan ke Balikpapan terasa berbeda, saya harus mengatur ulang mindset saya. Yang dulu hanya pergi dinas, namun sekarang adalah bakal menetap di Balikpapan dalam jangka waktu yang belum bisa ditentukan. Sebelum berangkat, saya sudah gugling dulu tentang kota ini, apa saja yang ada di dalamnya. Wisata, komunitas, transportasi, kost hingga biaya makan. Tak lupa juga saya menghubungi teman-teman alumni kampus yang barangkali ada yang bekerja dan berdomisili di Balikpapan.

Ternyata Balikpapan juga menyenangkan, teman-teman kerja yang baru, tempat nongkrong baru, komunitas baru hingga keluarga baru saya dapati di sini. Dan dari Balikpapan pulalah, batu loncatan bagi saya untuk menjelajah beberapa tempat di Kalimantan. Sulawesi sebenarnya juga masuk dalam list, namun sampai pulang kampung ini belum pernah saya menjejakkan kaki di Pulau Rempah-rempah itu. 

Teman dan Keluarga Baru
Saat membuka unit bisnis baru, perusahaan juga merekrut beberapa orang untuk dijadikan karyawan. Diutamakan yang berdomisili di Balikpapan dan sekitarnya. Setelah melalui berbagai proses, didapatlah Pak Bro Salim, Gilang, Jono, Ahmad, Arnold, Ardy, Nanda dan Indra, yang merupakan karyawan baru perusahaan dan menjadi partner kerjaku di Balikpapan. Mereka kesemuanya asyik dan gokil, mengerti sekali diriku sebagai satu-satunya "orang baru" di Balikpapan.
Partner Kerja
Beberapa dari kami juga intens bertemu di luar jadwal kantor hanya untuk sekedar nongkrong dan bahkan menjelajahi berbagai tempat di seputaran Balikpapan. Nongkrong, nobar, ke pantai, sampai pergi ke rumah tua angker -sebagai bahan untuk ngisi blog- pun mereka temani. Balikpapan, selain kaya akan sumber daya alamnya, ia juga menjadi saksi bisu beberapa peristiwa besar saat penjajahan hingga kemerdekaan dulu. Tak heran, banyak peninggalan bersejarah yang berada di tempat ini.
Halan-halan

Komunitas Baru
Indobarca Chapter Balikpapan. Ini merupakan komunitas pertama yang aku "susupi" ketika di Balikpapan. Sebagai pecinta -bukan fanatik- klub Catalan tersebut, aku selalu mencari komunitas ini di tempat dimana aku merantau setelah pertama kali bergabung di Indobarca Jogja saat kuliah dulu. Sebenarnya masih mencari komunitas Melayu Kepri di sini, namun belum juga menemukan titik terang. IBCB (Indobarca Chapter Balikpapan) pertama ku lihat lewat twitter, lalu chat adminnya. Singkat cerita langsung diajak ikut kopi darat (kopdar). Kopdar IBCB pertama dulu merupakan waktu yang pas, dimana saat itu anggota komunitas sedang rapat guna membahas musyawarah chapter. Berkat pengalaman organisasi saat kuliah dulu, aku dapat memberi beberapa masukan kepada peserta rapat yang 90% tidak kukenal, namun akhirnya akrab bak konco kentel.
Indobarca Balikpapan
Komunitas kedua, Ikatan Alumni Kampus - Chapter Balikpapan, sudah lama menunggu momen ini. Karena di kota yang banyak perusahaan tambang dan minyak, alumni kampusku pasti banyak. Hanya saja dulu tidak tahu harus menghubungi siapa untuk dapat bergabung dengan alumni 'kampus energi' ini. Perkenalan dengan beberapa "pentolan" alumi mengantarkanku pada petualangan baru : resign dan pindah kerja. Di Ikatan Alumni pun aku dipercayai sebagai sekretaris organisasi. Dari sini pulalah, aku banyak mengenal dengan para alumni baik yang seangkatan sampai dengan sesepuh kampus. Bertukar ide, bertukar cerita dan pengalaman. Tak salah memang ketika jadi maba (mahasiswa baru) dulu, salah satu senior mengatakan kampus ini memiliki ikatan alumni yang solid, dimanapun berada. Dan itu terbukti dan sangat terasa bagiku di negeri rantau ini. Alhamdulillah.
Ikatan Alumni Kampus, tetap menggema di udara

Balikpapan : Batu Loncatan 
Tercatat selama di Balikpapan, saya pernah mengunjungi -baik sekedar hang out maupun dinas- beragam tempat di Kalimantan. Samarinda, Kutai Kartanegara, Penajam Paser Utara, Paser, Bontang, dan Berau, sudah ada jejak kakiku disana. Tanjung Tabalong dan Banjarmasin di Kalimantan Selatan. Barito Timur di Kalimantan Tengah. Bahkan sampai menetap di Tarakan, lalu jalan-jalan ke Tanjung Selor dan Pulau Bunyu di Kalimantan Utara.
Masjid Agung Penajam Paser Utara, 2017
Tempat-tempat baru ini memberikan pengalaman yang baru pula padaku. Mengenal berbagai bahasa dan budaya, kebiasaan dan tradisi. Setidaknya akan ada bahan ceritaku kelak ke anak cucu, sebelum kelak sampai waktuku. Luas dan indahnya alam Indonesia yang harus kita syukuri karena telah menjadi bagian dari semestanya.
Pasar Terapung, Sungai Barito, Banjarmasin, 2016
Kesemuanya ini merupakan pengalaman dan pelajaran hidup yang sangat berharga. Balikpapan hampir mengajarkannya dengan sempurna. Menjadi pelengkap puzzle-puzzle cerita hidup merantau, menjadi penambah rangkaian cerita hidup di luar pulau. 
Situs Sejarah PD II, Peningki Lama, Tarakan, 2017


----------

Balikpapan, mungkin ceritanya belum usai, namun untuk saat ini kuanggap telah selesai. Barangkali sejenak menutup buku, untuk kelak akan terbuka lagi dengan lembaran baru. Sebab hidup adalah tentang menghargai masa lalu, menghadapi saat ini, dan bergerak maju menuju perjalanan baru. 



Dari Perbatasan Utara Indonesia,
Balikpapan, Terimakasih.

Wednesday, June 26, 2019

Lamaru, Wisata Pantai dan Jejak Jepang di Timur Balikpapan

Hampir tiga tahun saya pernah numpang hidup di kota minyak dan baru kali ini saya pergi mengunjungi pantai yang konon merupakan yang terbaik di Balikpapan. Ya minimal versi eike lah ya. Hmmm, selain tak sempat waktu, saya juga sudah terdoktrin oleh rekan-rekan di Balikpapan tentang harga masuk pantai ini yang agak "wow" dari wisata pantai-pantai lain yang ada di Balikpapan. Maka dari itu, sejak dulu saya belum pernah kesini. Dasar sobat misqueen, dasar aku.

Ho'oh, apalagi kalau bukan pantai Lamaru. Pantai yang terletak di daerah Lamaru, Balikpapan Timur ini bertetanggaan dengan pantai Manggar Segara Sari yang udah saya kunjungi dan juga sudah saya tulis diblog diawal-awal masa perantauan saya di kota minyak ini.

(Baca Pantai Manggar

Pantai Lamaru terletak sekitar 25 km dari pusat Kota Balikpapan. Atau sekitar 2 km dari pantai Manggar. Transportasi menuju kesini sangat mudah. Bisa dengan kendaraan pribadi, maupun transportasi umum. Kalo saya kemarin kesini nebeng mobil orang, karena ikut acara liburan keluarga. Hhaha. Perjalanan kami mulai dari Tenggarong selama kurang lebih 2,5 jam. Kalau dari Balikpapan kurang lebih 30 menitan saja.
Pantai Lamaru, Balikpapan

Biaya :
Biaya masuk pantai ini dikenakan 20k/orang diluar ongkos kendaraan. Untuk mobil dikenakan 20k, sedangkan roda 2 dikenakan 5k. Bagi yang menginap atau camping , dikenakan biaya 100k/orang, bagi yang mau foto pre-wedding dikenakan biaya 500k. Begitu lah kalau saya gak salah lihat ye.

Nah, 20k itu lah yang temen-temen saya bilang lumayan mahal untuk biaya masuknya. Dibanding dengan biaya masuk objek wisata pantai lain di Balikpapan. Tapi "sesuai" dengan fasilitas yang ada nanti, begitu kata temen-temen tadi melanjutkan omongannya. Emang ia juga sih menurut saya. Apalagi saya yang dari kampung di sana kalo ke pantai gak pernah bayar, mana cantik-cantik lagi pantainya. Makanya agak kaget saat tau biaya masuk pantai ini. Tapi saya penasaran dengan fasilitas yang ada di dalamnya. Hmmmm.
Pohon Pinus di sekitaran pantai
Setelah membayar tiket masuk, kami berjalan menuju pantai, bermobil maksudnya. Jarak dari gerbang masuk menuju pantai lumayan jauh. Sekitar 800an meter. Ditemani oleh pohon-pohon pinus dan jalan pasir keras berbatu. 

Fasilitas :
Setelah sampai, baru saya menyadari mengapa biaya masuknya agak "wow" gini. Pertama karena memang pantai ini dikelola oleh swasta, bukan pemerintah. Kedua, pantainya bersih gilaaa. Rapi dan teratur. Pohon pinus (yang memang menjadi khasnya pantai-pantai di pesisir timur Kalimantan ini) ditanam dengan rapi sehingga ia tumbuh dengan rapi pula, bangunan-bangunan fasilitas pendukung bisa kita jumpai disini, seperti aula terbuka, kantor informasi, gazebo, toilet dan tempat bilas gratis, dan tempat jualan makanan dan souvenir yang sudah teratur letaknya. Pantai ini juga punya klinik dan mushala. Juga dilengkapi dengan CCTV dan WiFi donk ya. 
Ragam fasilitas di Pantai Lamaru
Beberapa wahana lain juga tersedia seperti flying fox, sewa mobil golf, area berkuda (sepertinya). Di sekitaran pantai banyak orang-orang yang menyewakan pelampung, alat main pasir pantai dan layang-layang. Saya tidak sempat eksplor banyak tempat di pantai ini, (maklum gantian momong anak). Hanya sedikit spot saja yang bisa saya ambil gambarnya.

Jejeran pohon pinus yang tumbuh di sekitaran pantai menjadi daya tarik tersendiri bagi pantai Lamaru. Membuat teduh pengunjung, sambil bisa pasang hammock dengan mengaitkan antara 2 pohon, tidur-tiduran tampan sambil menikmati angin pantai timur Balikpapan. Keindahan pepohonan pinus yang tumbuh di sepanjang pantai ini juga jadi incaran bagi para penyuka fotografi atau para pengejar "like" di media sosial. Deretan pepohonan pinus yang tumbuh ini sebagai spot foto yang instagramable nan eksotis bingitz untuk dipajang bin upload dimedsos. Tak ayal, pihak pengelola bahkan memasang tarif khusus bagi para calon pengantin yang ingin foto pre-wedding disini.
Deretan "mobil golf" siap disewa

Gazebo Pantai Lamaru
Selain pepohonan pinus yang indah, pantai Lamaru juga memiliki pasir putih dengan pantai yang landai. Berada di sebelah timur pulau Kalimantan membuat pantai ini secara otomatis langsung mendapat "cipratan" ombak Selat Makassar. Ombak yang tak begitu besar sehingga aman untuk berenang meski juga harus dengan bimbingan orang tua. Atau kita juga bisa bermain di pinggir pantai sambil mencari kerang, kelomang atau mengumpul cangkang-cangkang kerang untuk dibuat kerajinan tangan. Anjungan pemboran dan tongkang pengangkut batubara yang tampak dari kejauhan menjadi pemandangan tambahan saat berkunjung kesini.
Kantor Pengelola

Wahana Flying Fox
Wisata Alam dan Wisata Sejarah
Selain pinus dan pantai berpasir putih, di pantai sini juga bisa kita temukan situs sejarah perang lho. Yeay. Ada benteng Jepang yang berada tepat di samping kantor pengelola. Benteng berbentuk segiempat berukuran sekitar 2 x 2 meter itu masih kokoh berdiri meski tinggal setengahnya yang tersisa. Barangkali hancur saat perang, atau termakan usia.

Peninggalan sejarah di kawasan sini memang banyak. Menurut akun instagram @bppn_doeloe yang saya follow, kawasan Manggar dahulu merupakan kota jadoel saat masa kolonial hingga perang. Bahkan konon ada Bandara juga disini. Terbukti dari fot-foto jadoel yang kerap diposting @bppn_doeloe dan temuan-temuan situs sejarah oleh warga. Monumen kuburan Jepang juga bisa Kita temui disini, letaknya sekitaran 5km dari pantai Lamaru. Juga pernah saya kunjungi dan saya tulis disini saat awal-awal berada di Balikpapan beberapa waktu lalu.
Benteng Jepang


Melihat sisa benteng peninggalan Jepang, saya langsung teringat dengan Tarakan Tempo Doeloe, sebuah komunitas pecinta sejarah di Tarakan yang saya dirikan bersama beberapa rekan di Tarakan kemarin. Memang secara sejarah, antara Balikpapan dan Tarakan tak jauh berbeda. Mulai dari yang hanya area kosong lalu berubah menjadi Kota karena temuan minyak, masa invasi Jepang, hingga pembebasan perang oleh tentara Australia. Maka dari itu, situs-situs sejarahnya pun tak jauh berbeda, seputaran Bunker, pillbox, benteng, dan lain lainnya yang masih banyak bisa ditemukan.

Mungkin ada lagi situs lain di sekitaran Lamaru ini, hanya saja waktu saya yang terbatas untuk mengeksplor lebih lanjut ke tempat-tempat lainnya. Saya juga tak sempat menikmati fasilitas-fasilitas lain seperti flying fox, mungkin karena bukan weekend makanya tidak dibuka (pergi hari selasa). But overall, masukkan Pantai Lamaru ini dalam list kunjungan wisata kalian di Balikpapan ya, gak nyesel dah. Sip. Bhay!

Friday, May 31, 2019

Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas, Keluarga, dan Sebuah Jejak (2)

20 April 2019, Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan
Malam itu di Kopi Pagun. Saya datang sehabis isya, disana sudah ada bang Sandi, lalu disusul oleh Rilo. Tak lama beberapa rekan-rekan lain datang. Ada tiga orang setelah kami saat itu, yaitu Nina, Risal dan bang Steven. Mereka bertiga adalah mahasiswa STMIK PPKIA Tarakan. Nina berkecimpung di HMI, mungkin itu yang pertemukan ia dengan Rilo, sedangkan Risal adalah teman Nina, dan bang Steven adalah senior Nina di UKM Pers kampus tersebut. Bang Dapun datang menyusul.

Pertama adalah perkenalan lalu dilanjut dengan obrolan-obrolan ringan. Bang Sandi ijin pamit, karena ada beberapa hal yang dia akan lakukan. Bang Sandi adalah pengusaha produk kreatif lokal yang sudah dijual kemana-mana, diantara nya adalah beras organik, garam gunung dan kopi pagun, semua adalah produk asli Kalimantan Utara yang ia promosikan lewat lewat D'Baloy Industry nya.
Kopdar pertama, 20 April 2019 @Kopi Pagun
Lalu inti dari kopdar (kopi darat) ini disampaikan : pembentukan Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan. Setelah konsep-konsep awal Saya paparkan, akhirnya sambung bersambung dengan respon yang lain. Alhamdulillah bersambut baik. Wah, sudah lama tak berdiskusi asyik seperti ini. Serasa nostalgia. Tak lama setelah berdiskusi kami pulang dan mengatur pertemuan berikutnya. Saya sendiri tak terlalu dengan semangat menggebu lagi, karena waktu saya di Tarakan tinggal sebulan lagi, bulan depan saya akan pulang kampung. Namun konsep-konsep tentang pendirian komunitas ini sudah sepenuhnya saya transferkan, minimal kepada mereka yang tadi ikut mengumpul.
"Kopdar pertama tadi selanjutnya ditetapkan sebagai tanggal berdirinya Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan."

Serangan Dadakan
Setelah pulang, grup WA dibuat berisikan orang-orang yang berkumpul tadi. Dan oleh bang Dapun, menggunakan konkesinya yang luar biasa banyak, ia membagikan link grup ini di facebook dan berbagai media sosial, hingga bejibunlah member yang join via klik link. Hal tersebut disetujui juga oleh yang lain. Biarkan saja masuk kedalam grup, nanti akan terseleksi dengan sendiri nya mana yang benar-benar tertarik mana yang tidak. Begitu papar Steven. Dari 8 member awal, setelah link dibagikan oleh Dapun, melesat jadi puluhan, lalu seratusan. Beragam diskusi tentang sejarah mengisi laman grup. Ada juga yang baru join langsung jualan, prriit! Kartu kuning!

Setelah diskusi panjang lebar, akhirnya diatur untuk kopdar kedua. Kali ini bertempat di Gerobak Kopi Juang. Bahasannya adalah perumusan garis besar program kerja dan kepengurusan awal. Ada saya, Rilo, Steven dan Bang Dapun, dengan dua orang tambahan yang datang adalah bang Che, beliau adalah figur aktivis pemuda di Tarakan dan juga Koordinator OI (Orang Indonesia ; fanbase Iwan Fals) di Tarakan. Dan yang kedua adalah Linda, teman Steven dan juga anggota Komunitas Bebas Sampah Tarakan. 
Kopdar kedua, inisiator + bang Che
Garis besar program kerja Komunitas ini adalah revitalisasi situs-sejarah yang ada di Tarakan, mencari situs-situs yang "hilang", mengedukasi warga tentang situs-situs tersebut, sehingga jadi tempat wisata baru yang akhirnya (semoga, Insya Allah) meningkatkan ekonomi lokal. Juga dalam progran kerja ini Komunitas TTD membuka pintu lebar-lebar untuk mempersilahkan komunitas, lembaga, dan perkumpulan-perkumpulan terkait untuk ikut serta, sinergi dan kerjasama. Bukankah dengan bersama-sama segala sesuatu jadi ringan dan mudah, kan?

Disini juga disepakati kepengurusan awal dengan Rilo sebagai Koordinator dan Nina (meski ia tak datang) sebagai sekjend. Sementara program pertama dari hasil diskusi ini adalah bersih-bersih situs Juwata Laut.

Antusiasme, Program Kerja Pertama
Di grup WA seliweran diskusi-diskusi kecil mengenai sejarah Tarakan. Saat ini member berasal dari berbagai kalangan, mahasiswa, pelajar, dosen, PNS, pengusaha, karyawan, semua bercampur disini dengan satu ketertarikan : sejarah. 
Mendapat kesempatan untuk mempromosikan TTD kepada mahasiswa UBT di museum Sejarah Tarakan
Yang baru masuk dengan semangat menggebu langsung menanyakan kapan kumpul. Dan ada juga yang masuk langsung jualan (lagi). Priiit! Kartu kuning lagi!

Kopdar ketiga bertempat di Kafe Fortune, kali ini saya datang agak telat karena ada acara lain. Kopdar kali ini terasa berbeda dengan banyaknya wajah-wajah baru yang ikut. Selain saya, bang Steven, bang Dapun, dan Rilo, ada juga pak Hery, pak Eko Walet, Tirka, Koko Novan, dan Rivan. Setelah perkenalan diri dan penjelasan singkat asal usul komunitas ini. Pembicaraan langsung kepada program kerja pertama yaitu bersih-bersih di situs Juwata Laut. Banyaknya wajah baru berbanding lurus dengan ide-ide dan masukan-masukan yang fresh untuk komunitas yang new born ini.
Kopdar #3 @Kedai Fortune
Pembagian tugas masing-masing dilakukan saat itu, ada yang mengajukan diri, ada pula yang ditunjuk dan menerima dengan senang hati. Ada juga yang menawarkan untuk mendatangkan media agar meliput. Waw, ntap bingit! Dan lagi-lagi saya tidak banyak ikut terlibat, tepatnya memilih untuk tidak banyak ikut terlibat dikarenakan waktu tinggal di Tarakan tak lama lagi. Biarlah teman-teman yang mengkonsep dan menggerak-lanjutkan ini setelah nanti saya pergi. 
Kopdar #4 @Kedai Kawan Lama
Kopdar keempat bertempat di Kedai Kawan Lama, agendanya kali ini adalah laporan akhir sebelum pelaksanaan kegiatan. Dan wajah-wajah baru semakin banyak terlihat. Hampir 15 orang yang datang kali ini. Selain kami berempat, saya, bang Steven, bang Dapun dan Rilo, ada lagi Pak Eko Walet si Kontraktor, Pak Hery sang pengusaha property, Rivan, bang Fadly "Abah Atul" si "penguasa" Museum Sejarah Tarakan, bang Arunk si pengembara, Pak Arief dan pak Branco dari KOSTI Tarakan, Tomy, Eko, Rocy, dan lain lain, lain lain. Semakin bertambah ide-ide dan masukan-masukan baru untuk komunitas ini. Bertambah pula keluarga ku.

Dari kopdar ini lah, saya ketahui bahwa komunitas ini telah lama "ditunggu-tunggu" lahirnya. Setidaknya begitu kata bang Fadly "Abah Atul". Sebab pernah ada komunitas serupa namun tak berjalan. Para Pecinta Sejarah di Tarakan pun hanya bisa menyalurkan hobby-hobby mereka lewat grup di facebook saja.

First Event
Kegiatan pertama, 11 mei, bersih-bersih situs Juata Laut. Alhamdulillah berhasil dilaksanakan. Banyaknya peserta yang berpartisipasi di luar dugaan. Ramai, semangat, antusias. Ragam apresiasi dan dukungan didapat oleh TTD (Tarakan Tempo Doeloe). Liputan dari TVKU (TV Kalimantan Utara) juga makin menambah semangat rekan-rekan yang lain. Akun instagram @visi.muda merepost postingan kami difeed instagramnya. Radar Tarakan juga memasukkan kegiatan ini dalam rubrik khusus yang memuat setengah halaman di korannya mengenai kegiatan ini. Best!
Narsis dulu setelah kerja. Huiifht

Maaaak, anak mak mashoook tipiiii.
Setelah kegiatan selesai, kami masih tetap kopdar, evaluasi dan menyiapkan sedikit agenda lagi kedepan. Nama-nama baru kembali muncul dalam kumpul-kumpul kali seterusnya, ada Awie Baba sang mekanik, pak Dr. Ilham sang Dosen dan lain lain. Eksisnya TTD memberikan warna baru bagi perkumpulan dan komunitas di Tarakan. Akun IG @trk_doeloe juga bertahap bertambah followersnya. Dan Alhamdulillah saya masih bisa menyaksikan keberhasilan kecil ini. 

Begitupun grup WA, banyak member baru yang join. Beberapa aktif sharing dan bertukar ilmu dan pengalaman. Terlihat akrab meski diantaranya ada yang belum pernah bertemu dalam kopdar. Namun aktif memberi masukan dan nimbrung di WA grup.

Agenda Kedua, Sebuah Penghargaan
Kopdar-kopdar berikutnya masih sering dilakukan setelah agenda pertama. Bagus juga, sering-sering ngumpul biar chemistrynya dapat, makin akrab. Bahasan saat kopdar adalah seputaran evaluasi kegiatan kemarin, program-program kerja, dan agenda terdekat. Ternyata rekan-rekan masih sempat untuk melaksanakan satu agenda kecil nan sederhana lagi. Untuk perpisahan dengan bang Naldo, begitu kata bang Steven. 
Agenda kedua : Kumpul Bareng KTTD
Agenda kedua ini adalah semacam sharing tentang sejarah dengan veteran perang dari Legiun Veteran Republik Indonesia (LVRI) Tarakan, teatrikal dari UKM Seni Budaya UBT dan pameran foto-foto jadoel Tarakan dari Museum Sejarah dan KOSTI Tarakan. Alhamdulillah juga berjalan dengan lancar. Acaranya bertempat di Taman Berkampung depan Museum Sejarah Tarakan. Sore hari menjelang berbuka, lumayan sambil ngabuburit kan?
Orasi! :D
Saya diberi kesempatan untuk menyampaikan sepatah dua patah kata disini. Agak canggung. Karena terakhir kali berbicara di depan orang ramai sudah beberapa tahun yang lalu. Yah, gini-gini juga mantan aktivis. Apresiasi akan acara ini kembali didapat, terutama dari pak Sukarno, salah seorang narasumber acara tadi yang merupakan anggota LVRI Tarakan.

Keluarga, Jejak, Pulang : Perpisahan
Acara kedua tadi berlangsung pada tanggal 18 mei, 4 hari sebelum saya berangkat meninggalkan Tarakan. Setelah acara tersebut kami masih mengadakan kopdar, ngobrol ringan saja. Karena sudah sepakat belum akan ada event lagi hingga lebaran, istirahat dulu. Bahasannya seputaran kepengurusan, sekretariat dan program-program kerja setelah lebaran. Sambil meentukan kopdar-kopdar selanjutnya.
Kiri - kanan : Rilo, Koko Novan, Tomi, Rivan, Arunk, Dapun, Naldo, Abah Atul, dalam kopdar malam terakhir, ada calon ketua disitu 😁
Kopdar tanggal 21 mei itu sangat emosional, kopdar yang dianggap sebagai perpisahan oleh rekan-rekan TTD yang lain. Saya diberi beragam cendramata oleh beberapa rekan. Terharu sekali, jarang-jarang diginiin 😢. 

Tanggal 22 mei 2019, bandara internasional Juwata Tarakan. Setelah diantarkan seorang teman ke bandara, saya langsung melakukan check in, memasukkan barang ke bagasi agar tak banyak tentengan. Lalu lanjut menunggu di luar. Tak lama satu persatu rekan-rekan TTD datang. This is the last day, saya diantar oleh beberapa rekan ini yang lain berhalangan karena memiliki kesibukan masing-masing, namun sudah cukup mewakili. Ini, sebuah perpisahan sederhana namun sarat makna.
diantar teman-teman KTTD
Para Pendiri.


-------
Terimakasih banyak ku haturkan. Teruskan perjuangan. Sedikit harap agar sedikit jejak ini tetap berjalan. 
Bersama, merawat apa yang ditelah diwariskan. Menjaga yang sudah ditinggalkan. Pelajari agar tak terlewatkan. 
Sehingga generasi kedepan masih bisa jadikannya bahan pelajaran. Serta masih bisa kita ceritakan. Lanjutkan.
Hanya sebuah jejak. Tak bisa lagi ku berbuat banyak. Sebatas mampuku, ku berusaha tuk lakukan dengan layak.
Yang tertinggal, janganlah ditinggal. Pegang erat jangan sampai tanggal. 
Yang dimulai, dijaga jangan sampai lalai. Taruh-letak dengan sesuai. Agar apresiasi baik tertuai.  
Terimakasih, untuk tetap melanjutkan.



Tenggarong, 31 Mei 2019 






 

Thursday, May 30, 2019

Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas, Keluarga dan Sebuah Jejak (1)

Prolog:
Seperti banyak ulasan-ulasan saya sebelumnya tentang Tarakan, pulau ini merupakan salah satu panggung Perang Dunia Kedua yang ada di Nusantara. Berawal dari ditemukannya sumber minyak berkualitas "tokcer" oleh Belanda diawal 1900an, Tarakan yang dulu hanya sebuah pulau singgah di bawah Kesulthanan Tidung menjelma menjadi kota industri modern yang menjadi magnet datangnya penduduk dari berbagai kalangan.

Pecahnya perang Dunia Kedua dimedio tahun 1900an menurut saya menjadi alasan mengapa Belanda saat itu tak hanya membangun fasilitas-fasilitas penunjang seperti mess, rumah sakit, sarana pemukiman dan olahraga, namun mereka juga membangun fasilitas pertahanan perang dengan memanfaatkan rakyat setempat sebagai buruh yang biasa disebut dengan kerja paksa. Terlebih lagi perang dunia kedua sudah memulai memanas saat itu.
Salah satu menara pemboran minyak, Tarakan, sumber id.wikipedia.org
Banyak situs-situs pertahanan yang dibangun Belanda di Tarakan, seperti di Juwata Laut, Mamburungan / Peningki Lama dan beragam situs lain di berbagai tempat strategis di pulau ini. Situs-situs yang dibangun seperti pillbox (bunker pengintai), bunker perlindungan dan benteng-benteng pertahanan lengkap dengan senjatanya.

Namun, segala pertahanan itu seperti sia-sia saat invasi tentara Kekaisaran Jepang yang tak terduga ke Nusantara, dan Tarakan adalah daerah pertama yang dikuasai mereka. Bukan tanpa alasan, kualitas minyak yang bagus itulah yang membuat Tarakan menjadi target operasi utama Jepang. Dengan menguasai sumber minyak, mereka bisa memanfaatkannya untuk mengisi bahan bakar kendaraan dan senjata perang mereka dalam kancah perang pasifik. Belanda dipaksa bertekuk lutut dan menyerahkan semuanya kepada Jepang.

Selama kependudukan Jepang, fasilitas Perminyakan kembali dibangun setelah sebelumnya luluh lantak dibumihanguskan. Malah produksinya meningkat pesat dari sebelumnya. Pun fasilitas pertahanan perang juga banyak dibangun, termasuk menebarkan ranjau laut dan darat.
Tarakan, dimasa perang. Sumber : vivaborneo.com
Masa penjajahan Jepang di Nusantara berakhir tahun 1945 setelah tentara "pembebasan" sekutu menggempur habis-habisan Tarakan guna menundukkan Jepang. Lagi, Tarakan menjadi saksi bisu perang dahsyat. Keberhasilan tentara sekutu ini disambut suka cita oleh masyarakat karena dianggap sebagai pembebas dari penderitaan mereka. Setelah Jepang menyerah kalah dan menarik kembali pasukannya kembali ke Jepang, Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno Hatta di Jakarta.

Dan beberapa pertempuran lain masih mewarnai negeri ini pasca kemerdekaan. Meninggalkan beragam kisah sejarah yang sebaiknya patut kita pelajari. Situs-situs peninggalan perang banyak "berserak" di berbagai tempat. Sebagiannya sangat mudah dijumpai, sebagian lain terkubur bersama ceritanya sendiri.
Beberapa situs sejarah peninggalan perang di Tarakan, di berbagai lokasi.
Beberapa situs perang dengan akses yang mudah dijangkau tampak terawat oleh pemerintah. Dirawat, dipagari, didata, dan dilabeli. Namun yang lain ada juga seakan dibiarkan terlantar, bahkan hancur dan hilang oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.

Sebuah Konsep :
Sangat disayangkan memang, mengingat situs-situs yang hampir berusia 100 tahun ini bisa jadi potensi wisata sejarah unik nan berharga. Dari wisata pula, lambat laun akan meningkatkan ekonomi lokal, minimal di sekitar lokasi. 

Saya yang memang hoby jalan-jalan dan menyukai wisata dan hal-hal berbau sejarah ini merasa agak greget saat melihat beberapa situs sejarah di Tarakan seperti tak terawat. Ingin berbuat namun gigitan tak kuat. Maklum, sebagai perantau yang berpindah-pindah tugas kerja, saya baru berapa bulan saja di Tarakan, sejak Juli 2018. 

Alhasil, hanya konsep-konsep ringan saja yang saya presentasikan ke beberapa orang yang saya temui. Kebetulan, pekerjaan saya menuntut untuk bertemu dengan banyak klien. Sales marketing. Daripada tersimpan sendiri di dalam otak, lebih baik dibagi. 

Cerita Kedai Kopi :
Beberapa klien memilih untuk bertemu di luar, biar omongan tak kaku dan lancar, dan agar bisa juga ngobrol yang liar. Haha. Dan tentu, warung kopi lah tempatnya. Ngobrol sambil nyeruput cairan hitam pemersatu bangsa ini memang lain terasa, hasilnya obrolan masalah bisnis dan kantor 15 menit, selebihnya ngobrol yang lain, sampai sudah tak mau ngomong lagi. Disela-sela ini pula lah konsep tentang wisata sejarah Tarakan saya sampai kan.
Waroeng Kopi di Tarakan
Ada beberapa objek wisata yang dimiliki oleh Tarakan, diantaranya pantai Amal dan Binalatung, Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan, Museum-museum, hingga masjid Islamic Center. Yang kesemua itu sangat mudah tergantikan oleh tempat yang lain jika tak tersentuh ide-ide kreatif. Maka Tarakan sejatinya harus memiliki wisata unggulan. Sementara Tarakan merupakan satu-satunya kota di Kalimantan Utara dengan fasilitas-fasilitas pendukung yang lengkap, dan kerap kali dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancaranegara. Adanya bandara dan pelabuhan internasional membuat mereka, para wisatawan banyak memilih untuk transit di Tarakan sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat lain, Derawan contohnya. 
  
Konsep yang saya tawarkan adalah selagi mereka transit sehari di Tarakan, ada baiknya kita tawarkan paket wisata sehari untuk berkeliling-keliling melihat situs peninggalan sejarah perang Tarakan : Belanda, Jepang, Australia. Jarang ada paket wisata seperti ini. Dan tantangan berikutnya adalah situs-situs sejarah itu harus dibuat agar layak dikunjungi. Agar menarik wisatawan untuk datang, baik sekedar foto-foto wisata, sampai untuk meneliti.

Konsep-konsep dasar seperti ini yang saya presentasikan ke orang-orang yang saya prediksi memiliki kesenangan yang sama. Beberapa ada yang menyambut baik, juga ada juga yang memberi masukan, sambil sharing

Selanjutnya, juga di warung kopi. Pada acara Gelar Budaya Dumud memperingati hari jadi Tarakan, desember 2018. Warung Kopi "Kedai Filosofi" jadi saksi bisu pertemuan saya dengan Rilo sang owner dan pak Zainuddin "Jai" Camat Tarakan Tengah. Disini pula saya dikenalkan juga dengan bang Dapun, salah seorang alumni Duta Wisata Tarakan. Gayung bersambut.
Nongkrong cakep dengan pak Camat di Kedai Kopi
Saya dan bang Dapun juga sempat mengeksplor beberapa situs bersejarah di kota ini pasca pertemuan kemarin, maklum sebagai alumni Duta Wisata tentulah ia tahu banyak tempat. Itu juga yang saya butuhkan, jalan-jalan, sambil jadi bahan untuk nulis di blog saya yang tak seberapa ini.

Obrolan Kedai Kopi selanjutnya berlanjut, masih di Kedai Filosofi, hanya saja berbeda lokasi dan orang. Kali ini teman-teman Rilo yang jadi lawan bicara. Yang awalnya saya hanya ingin keluar ngopi sebentar setelah isya, jadi obrolan panjang hingga subuh! Adalah Iqbal dan kawan-kawannya yang jadi lawan ngobrol kali ini, dari sini konsep untuk membuat komunitas pecinta sejarah tercetus. Gayung kembali bersambut. Mereka sangat antusias. Terlebih Iqbal. Sementara Rilo, ia masih fokus meracik minuman untuk para pelanggan yang datang. Selanjutnya saya mengkonsep logo nya.

Paralel, saya juga berdiskusi dengan admin IG Balikpapan Tempo Doeloe, sebuah komunitas pecinta sejarah yang ada di Balikpapan. Mereka menyambut baik dan siap mendukung. Saya langsung menyimpulkan nama Tarakan Tempo Doeloe sebagai branding nama Komunitas Pecinta Sejarah di Kota Tarakan ini. Logo nya pun terinspirasi dari Logo Balikpapan Tempo Doeloe. Karena secara sejarah, kisah Balikpapan dan Tarakan tak jauh bedanya. 

Tentang Logo Tarakan Tempo Doeloe
Pembuatan logo Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan terilhami pula dari logo Komunitas Pecinta Sejarah Balikpapan, Balikpapan Tempo Doeloe. Karena sejarah mereka juga berdekatan, mulai dari berkembangnya kota karena penemuan minyak hingga menjelang kemerdekaan dengan diisi berbagai peristiwa.
Logo berbentuk perisai yang dibagi dua dengan pita yang berada di tengah-tengah. Gambar Tangki, Derrick (menara pemboran) serta Sucker Rod (pompa angguk produksi minyak) berada di bagian atas pita, itu bermakna Tarakan yang kaya akan sumber daya alam. Dan tangki juga merupakan bukti dan saksi bisu perang Tarakan, yang sisa-sisa nya masih bisa kita lihat saat ini (wash tank yang sudah rusak dan terbakar). Di bagian bawah pita terdapat gambar pillbox dan senjata pertahanan. Itu bermakna banyakya fasilitas pertahanan perang itu kita temukan di Tarakan. Sementara di pita tertulis : "TARAKAN TEMPO DOELOE : KOMUNITAS PECINTA SEJARAH TARAKAN" sebagai branding dan identitas komunitas. Sedangkan warna-warna pilihan adalah menunjukkan kesan jadoel.

Sempat Pesimis, Waktu Menipis
Setelah konsep logo selesai, saya kirimkan dengan Iqbal. Dan mengajak langsung eksekusi. Namun ternyata ia sedang berada di Malinau, pulang kampung untuk waktu yang tak diketahui. Semangat yang ada sempat hilang, karena tidak tau siapa lagi yang bakal diajak bergabung. Belum lagi "waktu" saya di Tarakan tidak lama lagi. Yap, saya akan meninggalkan kota ini dalam waktu dekat.

Ditengah-tengah ke-pesimis-an itu, masuk pesan WA dari Rilo mempertanyakan perihal perkembangan komunitas ini. It's surprising me! Saya fikir dulu dia tak tertarik. Sebab saat kami diskusi beberapa waktu lalu, dia terlihat lebih fokus dengan racikan kopi saring dan teh tarik nya.

Rilo mengajak saya ngopi di Kedai Pagun, sebuah Kedai Kopi yang baru dibuka di Tarakan. Kebetulan juga, Kedai Kopi ini bakal jadi review tempat-tempat ngopi di Tarakan seperti yang sudah saya muat diartikel-artikel blog saya sebelumnya.

Konsep serupa juga saya presentasikan kepada bang Sandi, salah satu owner Kedai Kopi Pagun yang baru dikenalkan oleh Rilo saat nongkrong disitu. Dan juga disambut baik. Namun sekali lagi, Saya belum bisa bergerak banyak karena belum cukup sumber daya manusianya.

Kemudian saya kembali berkontak dengan Rilo, meminta untuk mengajak beberapa rekannya, dan kita kembali kopdar dan ngobrol perihal komunitas ini. Tak perlu banyak, yang penting punya ketertarikan akan sejarah. Rilo merupakan aktivis organisasi, dan saya yakin banyak link yang dia punya. Link-link untuk mengumpulkan beberapa teman dari temannya sesama mahasiswa atau teman dari teman organisasi nya. Sedangkan saya hanya mengajak bang Dapun untuk kopdar nanti. 



bersambung .....

Sunday, May 19, 2019

Ngabuburit Berfaedah Bareng Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan

Kemarin terasa sekali berbedanya. Sebab sudah lama tak melakukan hal-hal berguna. Bersama rekan-rekan baru di Kota ini, saya dan beberapa teman-teman yang tergabung dalam Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan melakukan bersih-bersih situs sejarah di "komplek" Situs Juwata Laut. 

Juwata Laut, merupakan nama sebuah Kelurahan di Kecamatan Tarakan Utara, Kota Tarakan. Daerah ini dahulu merupakan basis pertahanan dikala perang berkecamuk. Fasilitas-fasilitas pendukung perang banyak dibangun di daerah ini, mulai dari gudang markas dan amunisi, gardu listrik, bunker-bunker perlindungan hingga senjata pertahanan perang.  
Beberapa titik sebaran situs-situs sejarah di Juata Laut
Setelah perang selesai dan Indonesia merdeka, bekas fasilitas perang ini ditinggal begitu saja. Lama ditinggal membuat situs-situs ini ada yang sudah rusak dan bahkan hilang. Beberapa situs yang tersisa didata oleh pemerintah dan dijadikan situs budaya, sebagai bagian dari wisata sejarah dan pembelajaran. Namun beberapa situs yang masuk dalam pengawasan pemerintah juga ada yang luput dari penjagaan dan perawatan. Ada yang digenangi air, disalahgunakan, ada yang dipenuhi sampah dedaunan, dan bahkan ada yang (seperti) dijadikan tempat sampah warga. 
beberapa situs sejarah di Juata Laut
Sangat disayangkan situs-situs sejarah ini seperti ditinggalkan begitu saja. Padahal ia sangat berpotensi untuk dijadikan bahan pelajaran sekaligus objek wisata sejarah di Tarakan. Berangkat dari situ pula, kami atas nama Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan berinisiatif untuk membersihkan beberapa situs sejarah yang terletak di Juwata Laut ini. Sebab jika lokasi di sekitar situs bersih akan menarik keinginan orang lain untuk mengunjunginya, sehingga bisa menjadi objek wisata yang bisa menarik wisatawan lokal maupun mancanegara.

Komunitas Tarakan Tempo Doeloe merupakan komunitas baru di Tarakan, (perihal pembentukannya akan dibahas dilain artikel ya). Ia resmi terbentuk pada 20 April 2019 lalu, komunitas ini akan konsen pada edukasi, pencarian, perawatan dan revitalisasi situs-situs sejarah yang ada di pulau Tarakan. Mengingat dahulu Tarakan merupakan salah satu panggung perang dunia kedua di Nusantara.
Logo Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan
Setelah beberapa kali kopdar dan rapat, akhirnya dipilihlah Juwata Laut sebagai tempat untuk mengadakan program kerja pertama dari komunitas ini. Kami membagi tugas masing-masing member dengan job description masing-masing. Selanjutnya hal pertama yang dilakukan adalah survei lokasi dan memohon ijin pada warga setempat yang berwenang bahwa kami akan melaksanakan aksi bersih-bersih. Lalu dilanjutkan dengan mempersiapkan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan. Setelah siap, saatnya aksi di hari H, sabtu 11 may.

Titik kumpul didepan SDN 023 setelah zuhur, Alwi adalah member pertama yang datang setelah saya, lalu dilanjutkan dengan pak Eko Walet, Sri Rahayu dan rekan-rekan yang lain, juga dari teman-teman Komunitas Bebas Sampah Tarakan (kemarin sudah langsung sowan ke Ketua KBS untuk mengundang mereka dalam aksi ini). Setelah ramai, kami menuju lokasi sementara yang belum berkumpul kami persilahkan langsung menuju lokasi kegiatan.
Tim Ngumpul Pertama
Diluar perkiraan, lumayan banyak peserta yang ikut berpartisipasi, yang jarang ikut kopdar juga nampak hadir kali ini. Semangat dan antusias yang patut diberi apresiasi.

Ada tiga situs Juwata Laut yang jadi "target" kegiatan. Situs pertama adalah bunker amunisi, terletak di belakang rumah warga, sekitar 30 meter dari jalan besar. Lokasinya yang masuk ke dalam ini membuat tempat ini jarang dikunjungi, terlihat dari banyaknya sampah dedaunan dan tebalnya lumut di dinding bunker, dalam bunker yang berukuran sekitar 2 x 2 meter itu pun tergenang lumpur. Situs kedua adalah bunker logistik, ia terletak tepat di belakang salah satu rumah warga, tak jauh dari jalan raya, sekitar 10 meter saja. Sehingga mudah sekali untuk menemukannya. Bunker ini berukuran lebih besar dari situs pertama tadi, tempatnya juga tergolong bersih, hanya sampah dedaunan di sekitar lokasi, di dalam bunker terdapat banyak debu karena jarang dibersihkan. Situs ketiga adalah bekas gardu listrik, situs ini berukuran paling besar dibanding situs-situs yang sudah ditemukan di Juwata Laut. Letaknya tepat di pinggir jalan, sekitar situs ditumbuhi rumput-rumput, di dalam nya seperti dijadikan "gudang" oleh warga, banyak terdapat barang-barang disana. 
Kegiatan bersih-bersih situs.
Ketiga situs yang letaknya berdekatan itu semua kami bersihkan, luar dan dalam. Sampah-sampah dan lumut-lumut di dinding disikat habis oleh peserta yang sangat antusias, puasa tak mengendurkan semangat mereka. Dalam menjalani aksi ini, kami tidak sendiri, Komunitas Bebas Sampah (KBS) Tarakan, Komunitas Sepeda Tua Indonesia (KOSTI) Tarakan, dan warga RT 16 yang berada di sekitar situs juga dengan sukarela membantu kami. Memang salah satu program kerja komunitas kami adalah merangkul komunitas dan lembaga-lembaga terkait dalam menjalankan program kerja. Bukankah dengan bekerja sama segalanya akan menjadi ringan, ye kan?

Dukungan juga datang dari berbagai media seperti TVKU (TV Kalimantan Utara), Koran Radar Tarakan, dan akun instagram visi muda juga memasukkan agenda pertama kami ini dalam timeline beritanya. TVKU, meliput dari awal hingga selesai kegiatan ini. Sebuah penghargaan besar bagi komunitas kami yang baru saja lahir ini.
Mashook tipiiii
Akun IG @visi.muda dan mashoook koran juga
Setelah membersihkan tiga situs di Juwata Laut, kami mendapat "bonus" dari pak RT untuk mengunjungi satu situs lagi, yaitu bunker dan senjata pertahanan. Dari dulu saya ingin memasuki area ini. Situs ini berada di dalam komplek sebuah perusahaan pengolahan kayu yang tidak beroperasi lagi, namun masih dijaga. Sehingga agak tidak mudah untuk mengunjunginya, terlebih di sekeliling perusahaan dipagari tinggi dan dijaga oleh anjing penjaga, makin ciut nyali awak
Foto di situs "bous" pak RT
Bareng KBS Tarakan yang mantul!
Setelah rangkaian acara selesai, sebagai warga netijen di negara +62 : foto-foto adalah hal yang wajib dilakukan sepertinya. Lalu sebagian membubarkan diri dan pulang karena waktu berbuka puasa sudah hampir tiba, sedangkan sebagian dari kami memilih berbuka puasa di rumah salah satu anggota Komunitas yang memang tak jauh dari lokasi situs. Sambil silaturahmi dan berdiskusi ringan untuk agenda-agenda berikutnya. 
Lokasi pertama setelah pembersihan

Lokasi kedua setelah bersih-bersih

Lokasi terakhir, setelah dibersihkan
Briefing dan penutupan

Thank you so much.
Great!