Cuaca yang tak menentu beberapa hari terakhir ini membuat sedikit mager untuk berkegiatan dan melakukan aktivitas di luar. Namun kemarin berbeda, mager harus dilawan karena ada sesuatu yang harus diselesaikan.
Berawal dari chat-an teman di grup WA GenPI Natuna tentang spot wisata yang baru-baru ini viral. Saya yang diamanahkan sebagai ketua Divisi Offline komunitas yang tersebar di semua provinsi tersebut langsung merespon cepat, "yuk kita kemah saja di sana, sambil mengundang komunitas lain". Begitu kataku yang langsung diamini member grup yang lain.
"Rapat Online" pun dilakukan. Dengan segala pertimbangannya, akhirnya acara disepakati diadakan pada tanggal 20 juni. Tajuk acaranya adalah ground camping, yang kebetulan juga sudah masuk dalam program kerja kepengurusan periode ini, hanya lokasi saja yang berbeda. Sebelumnya direncanakan di Pulau Senua bersempena dengan malam puncak Festival Pulau Senua, namun karena cobaan pandemi covid19 ini jangankan ground camping, festival pun urung dilaksanakan. Hikmahnya, kami tetap bisa melaksanakannya di lokasi wisata yang lain, sedang hits pula : Teluk Panglima.
Persiapannya boleh dibilang cepat, karena hampir semua pengurus GenPI Natuna berpengalaman dalam kegiatan outdoor. Setelah pengurus oke, selanjutnya adalah mengundang komunitas-komunitas yang ada untuk berkoordinasi. Karena Teluk Panglima merupakan tempat baru, akan ada beragam agenda yang direncanakan. Mapala STAI Natuna, Kompasbenua, dan Lensa Natuna adalah beberapa komunitas yang confirm dan hadir dalam rapat koordinasi ini.
Mapala nanti akan bertugas untuk konservasi sumber daya alam disana. Kompasbenua, komunitas yang bergerak dalam penelusuran sejarah dan budaya melayu Natuna ini akan menelusuri sejarah dan cerita rakyat tentang Teluk Panglima. Dan Lensa Natuna, mereka bertugas mengambil sebagus-bagusnya gambar yang nanti akan kami up kan di media sosial.
Persiapannya boleh dibilang cepat, karena hampir semua pengurus GenPI Natuna berpengalaman dalam kegiatan outdoor. Setelah pengurus oke, selanjutnya adalah mengundang komunitas-komunitas yang ada untuk berkoordinasi. Karena Teluk Panglima merupakan tempat baru, akan ada beragam agenda yang direncanakan. Mapala STAI Natuna, Kompasbenua, dan Lensa Natuna adalah beberapa komunitas yang confirm dan hadir dalam rapat koordinasi ini.
Mapala nanti akan bertugas untuk konservasi sumber daya alam disana. Kompasbenua, komunitas yang bergerak dalam penelusuran sejarah dan budaya melayu Natuna ini akan menelusuri sejarah dan cerita rakyat tentang Teluk Panglima. Dan Lensa Natuna, mereka bertugas mengambil sebagus-bagusnya gambar yang nanti akan kami up kan di media sosial.
Teluk Panglima terletak di Kampung Pian Padang, Desa Cemaga Selatan, Kecamatan Bunguran Selatan (peta lokasi). Sebelah tenggara dari Pulau Bunguran Besar. Menuju ke lokasi tersebut saat ini sangatlah mudah, berkendara dari pusat kota Ranai ke lokasi yang berjarak sekitar kurang lebih 40 km ini bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 1 jam saja.
Titik kumpul peserta berada di TIC (Tourist Informastion Center). Setelah brifing dan berdoa untuk kelancaran kegiatan, kami bersama-sama menuju lokasi kegiatan. Pergi bersama-sama membuat perjalanan terasa berbeda dan singkat. Dan alhamdulillah, cuaca mendukung hari ini, tiada hujan, hanya sedikit mendung. Rute perjalanan melewati jalan poros Ranai - Selat Lampa, lalu berhenti di pertigaan Pian Padang. Simpang khas dengan gunung Kelantang di pinggir jalan yang begitu ikonik.
Masuk ke jalan tersebut akan membawa kita menuju Kampung Pian Padang. Jalan lurus nan mulus menuju pantai. Sebelum mencapai ujung jalan, terdapat gang kecil sebelah kanan dengan jalan berpasir. Itulah jalan menuju tempat hits yang beberapa hari ini gambarnya berseliweran di lini masa.
Sekitar 5 menit perjalanan melewati jalan berpasir tadi menuju ke Teluk Panglima, melewati jalan kecil, sungai kecil, dan pelabuhan serta pabrik es. Perjalanan kami ditemani oleh segerombolan sapi yang sengaja dilepas oleh pemiliknya agar leluasa mencari makan. Rombongan sapi yang "kaget" karena mesin kendaraan kami langsung berlarian di hamparan padang nan luas ini. Seperti di taman safari Afrika yang biasa ku lihat di NatGeo Wild saja rasanya.
Masuk ke jalan tersebut akan membawa kita menuju Kampung Pian Padang. Jalan lurus nan mulus menuju pantai. Sebelum mencapai ujung jalan, terdapat gang kecil sebelah kanan dengan jalan berpasir. Itulah jalan menuju tempat hits yang beberapa hari ini gambarnya berseliweran di lini masa.
Sekitar 5 menit perjalanan melewati jalan berpasir tadi menuju ke Teluk Panglima, melewati jalan kecil, sungai kecil, dan pelabuhan serta pabrik es. Perjalanan kami ditemani oleh segerombolan sapi yang sengaja dilepas oleh pemiliknya agar leluasa mencari makan. Rombongan sapi yang "kaget" karena mesin kendaraan kami langsung berlarian di hamparan padang nan luas ini. Seperti di taman safari Afrika yang biasa ku lihat di NatGeo Wild saja rasanya.
Mercu suar menjadi penanda bahwa kami sudah sampai. Menara yang menjulang setinggi 30 meter itu berfungsi sebagai penanda bagi kapal-kapal di lautan. Kami memarkirkan kendaraan lalu menurunkan peralatan dan berbagi tugas. Ada yang memasak, membersihkan lokasi, dan mendirikan tenda. Setelah makan malam, agenda selanjutnya adalah berkumpul di tenda induk untuk sharing sekaligus perkenalan komunitas yang ikut berpartisipasi dan juga bersilaturahmi dengan Karang Taruna dan pemuda setempat. Serta menentukan kegiatan esok hari.
Ada banyak hal yang didapat ketika berkumpul, saya menyebutnya nongkrong. Terlebih dengan banyak perkumpulan yang berbeda latar belakang. Akan banyak ide dan aksi yang bisa dilakukan bersama-sama. Maka dari itu pula, saya sangat menyukai berkolaborasi setiap akan membuat suatu event.
By the way, ini merupakan kemping pertama ku setelah bertahun-tahun lamanya. Terakhir kemping saat masih kuliah dulu di Jogja. Makanya aku sangat excited sekali dengan acara ini, tntu dengan misi tersendiri pula. Alhamdulillah ibu nya jagoan mengizinkan, jadi kemping kali ini akan jadi hal yang menyenangkan. 😀
Kemajuan dan pemanfaatan teknologi yang baik menjadikan Teluk Panglima yang dulu hanya lokasi peternak memindahkan sapinya untuk mencari makan, menjadi hits dan happening dalam beberapa waktu belakangan ini.
Teluk Panglima merupakan tempat wisata unik menurut saya. Bebatuan karang yang berserakan di pantai hingga laut dengan pemandangan lautan lepas Natuna nan biru, disertai hamparan savana yang luas serta gunung Kelantang yang menjulang ini akan bisa menjadi daya tarik bahkan primadona baru wisata di Natuna. Tinggal kita poles dan kelola sedemikian rupa saja. Berkemah disini merupakan surga bagi para pecinta fotografi, momen sunsetnya luar biasa. Saat malam, milkyway jadi target utama. Dan ketika pagi menjelang, sunrise pula yang jadi "korbannya".
Belum lagi hamparan savana luas membentang. Dengan spot dan teknik-teknik pengambilan gambar tertentu, hasil gambar di sini tidak akan ada yang menyangka bahwa tempat ini berlokasi di Natuna saking indahnya, meski tak seindah savana Gunung Merbabu dan savana Baluran di luar sana. Ditambah lagi dengan cerita dan legenda dibalik namanya ini. Kata Panglima pada nama teluk membuat kami penasaran akan asal usul dan sejarah lokasi ini, belum ada cerita yang valid dari narasumber atau orang-orang tua yang kami dapatkan, insya Allah akan jadi agenda kedepannya kelak. Selain lokasi yang indah nan menawan, cerita rakyat dan legenda juga bisa jadi penunjang pariwisata, kan.
Oleh karena lokasi ini masih baru, jadi belum terdapat fasilitas-fasilitas yang memadai sebagai penunjang pariwisata. Baru ada dua sumur kecil tempat berbilas setelah berenang di laut. Sedang fasilitas MCK, kantin dan lain-lain masih belum tersedia. Semoga ada peningkatan kedepannya.
Jadi, jom lah ke Natuna!?!