Friday, September 28, 2018

Mengenal Sosok Arie Lasut, Pahlawan Energi dan Pertambangan Indonesia

"Bangsa yang besar merupakan bangsa yang tak pernah lupa akan jasa-jasa para pahlawannya."
Begitulah yang diucapkan oleh Sang Proklamator kita, bapak Soekarno. Para Pahlawan telah mengorbankan segalanya untuk bangsa yang kita cintai ini. Maka dari itu, menghargai jasa-jasa mereka, meneladani mereka, merupakan suatu bentuk penghormatan kita terhadap jasa-jasa pahlawan yang telah dulu pergi meninggalkan kita semua.

Indonesia merupakan negeri luas yang membentang dari Sabang sampai Merauke, memanjang dan tepat berada di tengah-tengah garis khatulistiwa. Memiliki sejuta kekayaan yang terkandung di dalamnya, di laut, hutan, termasuk di dalam perut buminya. Kekayaan alam yang terkandung di perut bumi Indonesia bukanlah sembarangan, selain memiliki potensi yang besar, ia memiliki kekhasan dan kualitas yang baik. Dan ini pula yang menjadikan Indonesia dulu (Nusantara) sebagai daerah rebutan para penjajah.

Kita mengetahui bahan tambang yang berada di bumi Papua memiliki kualitas terbaik di dunia, begitu pula timah yang ada di Bangka Belitung, batu bara di Kalimantan juga tak ingin ketinggalan menyumbang devisa untuk negara. Tarakan memiliki kualitas minyak bumi yang baik sehingga menjadi incaran Jepang guna memenuhi bahan bakarnya saat perang pasifik, potensi panas bumi di "komplek" gunung api yang tersebar di Jawa dan Sumatera sangat besar, coal bed methane yang merupakan sumber energi fosil yang baru dikembangkan di Sumatera Selatan, hingga cadangan gas raksasa yang masih tersimpan di laut Natuna. Semuanya merupakan kekayaan alam di sektor pertambangan dan energi yang dimiliki oleh Indonesia dan harus dijaga.

Oleh karena itu, sektor energi berperan penting dalam perkembangan bangsa yang kita cintai ini. Dan kamu harus tau, Indonesia memiliki pahlawan nasional disektor ini. Selain dengan mengangkat senjata, jasa para pahlawan juga ditetapkan melalui tindakan-tindakan heroik yang ia lakukan dalam mempertahankan segala bentuk yang berhubungan kedaulatan kemerdekaan Indonesia. Entah itu daerah, asset, bahkan dokumen sekalipun!

Nah tulisan saya kali ini akan membahas tentang satu tokoh penting dalam keberlangsungan sektor pertambangan dan energi di Indonesia. Tak banyak yang mengenalnya, namun di beberapa tempat namanya abadi dikenang. Selain aksi heroiknya, ia juga dikenal sebagai pahlawan tampan 😍 : Arie Frederick Lasut.

--------------
Arie Frederick Lasut
Pertama kali saya melihat nama ini adalah ketika masuk kuliah dulu. Gedung Fakultas kami, Fakultas Teknologi Mineral (FTM) bernama Arie Frederick Lasut (AFL). Semula saya sama sekali tidak ngeh dengan nama ini, pun tidak tahu bahwa Arie Lasut merupakan seorang Pahlawan Nasional. Foto dan profil singkat beliau yang saya lihat di dalam gedung fakultas baru membuat saya mengerti, bahwa nama gedung ini diambil dari nama Pahlawan Nasional disektor energi pertambangan. Namun saat itu belum terbesit untuk menuliskan profil tentang Arie Lasut, karena belum memiliki blog. Lama berlalu, baru kemarin ketika sedang nyekrol-nyekrol akun instagram kementrian ESDM dan ketemu tentang profl singkat AFL, terus -- terus --- hingga akhirnya alhamdulillah bisa chatting sama cucunya langsung! Dari beliau lah saya mendapatkan berbagai sumber di internet untuk menulis biografi singkat bapak Arie Frederick Lasut ini. Jom lah!

Lahir dan Pendidikan Awal (1918 - 1937) : Murid Pintar
Arie Frederick Lasut lahir di Desa Kapataran dekat Tondano, Sulawesi Utara pada 6 Juli 1918 sebagai anak pertama dari delapan bersaudara. Ayahnya bernama Darius Lasut asal Tulap dan ibunya Ingkan Supit. Arie lahir dari keluarga sederhana, ayahnya yang berprofesi sebagai seorang guru sangat disiplin dalam mendidik anak-anaknya, Arie Lasut dan saudara-saudara kandungnya juga dibesarkan dalam lingkungan agama yang ketat. 
Orang tua dan kediaman tempat Arie dan saudaranya dibesarkan.
Arie Lasut memulai pendidikannya pada tahun 1924 di Hollands Inlandse School (HIK) di Tondano. Setelah lulus dengan prestasi terbaik, Arie kemudian melanjutkan ke sekolah guru Hollands Inlandse Kweekschool (HIK) di Ambon dan lulus tahun 1933. Sebagai pelajar terbaik, ia terpilih ke HIK di Bandung, setingkat diatas HIK Ambon. Namun sekolah guru ini tidak ia selesaikan, ia pindah ke Sekolah Menengah Umum Tingkat Atas (Algemeene Middlebare School) bagian B (Wisen Natuurkundiege Afdeling -IPA-) di Jakarta. 

Pendidikan Lanjut dan Pekerjaan (1937-1941) : Pemuda Tangguh
Setelah tamat dari AMS tahun 1937, ia masuk ke Geneeskundige Hooge School, Sekolah Kedokteran di Jakarta (FKU UI sekarang). Ternyata sekolah itu pun tak ia teruskan karena kesulitan biaya waktu itu. Sekolah kedokteran itu hanya mampu ia tempuh selama setahun.
"Diceritakan oleh Nelly Lasut -adik Arie Lasut : (geomagz)-, ketika sekolah di Jakarta, Arie tinggal dengan pamannya dari pihak ayah. Untuk membantu meringankan beban finansial keluarga dalam membiayai kuliahnya, Arie memberikan les privat kepada siswa SMA, dan dia pernah belajar di bawah penerangan lampu jalan demi menghemat biaya listrik di rumah pamannya itu."
Nelly Lasut, adik Arie Lasut
Pada tahun 1938, ia sempat bekerja di Departemen Urusan Ekonomi (Departement van Ekonomische Zaken). Lalu ditahun 1939  ia melamar beasiswa dan diterima masuk Techniche Hoogeschool te Bandung (kini ITB). Lagi, kuliah di sini tidak ia teruskan karena masalah biaya (sumber lain menyebutkan adalah karena prasyarat yang diberikan Belanda : Arie harus menyatakan bersedia menjadi orang Belanda gelijkgesteld dan Arie menolak persyarat itu). Sumber lain juga mengatakan bahwa tidak dilanjutkannya pendidikannya tersebut adalah karena Perang Dunia ke II, -link-. Arie Lasut pun batal menjadi dokter dan Insinyur.

Pada tahun 1939 dia mengikuti ujian masuk kursus asisten geologi pada Dienst van den Mijnbouw (selanjutnya menjadi Jawatan Tambang dan Geologi dan sekarang menjadi Direktorat Jendral Geologi dan Sumber Daya Mineral). Arie melamar beasiswa. Lamaran diterima dan ia lulus dua terbaik diantara 400 pelamar beasiswa pendidikan tinggi geologi. Arie Frederick Lasut bersama rekannya R. Soenoe Soemosoesastro kemudian menjadi asisten ahli geologi pertama di Indonesia. Keduanya sama-sama memiliki mental pejuang.
Arie dan Soenoe
Arie dan Soenoe bertemu di Bandung ketika mereka sama-sama diterima sebagai siswa kursus asisten geologi yang diselenggarakan oleh Dienst van den Mijnbouw. Mereka merupakan murid dari dari RW Van Bemmelen, seorang geologis berkebangsaan Belanda yang meneliti dan menulis buku Geology of Indonesia. Banyak manuskrip yang beliau pelajari dan disimpan semasa belajar dan meneliti bersama sang guru (geopedia).

Kursus di Dienst van den Mijnbouw berlangsung selama tiga tahun (1939-1941) dan lulusannya langsung diangkat menjadi pegawai Dienst van den Mijnbouw. Arie dan Soenoe adalah siswa bumiputera pertama sekaligus terakhir yang diterima dikursus tersebut.  Perubahan peta politik kala itu membuat kursus asisten geologi ditutup bersamaan dengan datangnya Jepang ke Nusantara.  Selama masa studinya di Dienst van den Mijnbouw, Arie juga dilatih sebagai Corps Opleiding Rerserve Officer (CORO) oleh Belanda untuk membantu pertahanan melawan serangan tentara Jepang. 
Kantor Dienst van den Mijnbouw, sumber

Menikah dan Keluarga (1941) : Putri Semata Wayang
Pada 31 Desember 1941, Arie Frederick Lasut menikah dengan Nieke Maramis. Arie tak sempat menikmati bulan madu karena harus ditugaskan ke medan perang melawan Jepang karena Arie masuk dalam anggota CORO. Dari perkawinannya, lahir putri cantik jelita yang diberi nama Winny Lasut pada tanggal 23 Maret 1944. Saat dewasa, Winny Lasut menikah dengan Lukman Arifin hingga melahirkan 3 orang putera yakni Iskandar Zulkarnaen Arifin, Arie Arifin, dan Sandy Arifin.
Arie, Nieke, dan Winny Lasut.
Masa Kependudukan Jepang (1942-1945)
Saat Belanda menyerah tanpa syarat pada Jepang tanggal 8 Maret 1942 pada perjanjian Kalijati, secara otomatis segala aset Belanda berpindah tangan ke Jepang. Berikut gambaran awal-awal pendudukan Jepang lewat tulisan Soenoe :
8 Maret 1942 : Gencatan senjata. Ternyata benar, kelompok-kelompok pejuang (prajurit? – pen.) dengan secarik kain putih melilit di leher mereka, lewat dengan pakaian penuh lumpur, berjalan terseok, dan mata yang lapar. Empat hari tanpa makan, dan berada dibaris depan, mereka sungguh menderita. Beberapa kelihatan gembira dan bersemangat, mereka beruntung masih dapat hidup, sedang teman-teman mereka tidak akan kembali lagi. Kantor kami kosong, orang-orang dari ML (Militaire Luchtvaart) sibuk membakar dokumen. Tugasku sebagai penjaga kebakaran (dokumen itu) selesai. Kantor-kantor milik pemerintah kolonial Hindia Belanda segera diduduki dan diambil alih oleh Jepang, termasuk Dienst van den Mijnbouw.
11 Maret 1942 : Hari ini kantor sudah diduduki oleh Jepang. Saya pikir, untuk sementara waktu kami tidak diizinkan untuk masuk. Apa lagi yang akan terjadi sekarang? Kehidupan kota mulai hari ini diharuskan berjalan normal kembali. Toko dan restoran harus buka kembali. Bagaimana semua aturan ini bisa berjalan dengan adanya jam malam?

Jepang juga merubah nama Dienst van den Mijnbouw menjadi Zogyo Zimusho dan kemudian diubah lagi menjadi Chishitsu Chosacho. Arie dan Soenoe serta beberapa karyawan Indonesia masih tetap bekerja di departemen ini. Arie juga diangkat menjadi asisten di departemen yang berkedudukan di Bandung ini. Ia merupakan salah satu dari tiga orang pribumi yang memiliki jabatan strategis di departemen yang dikuasai Jepang tersebut, dua orang lagi adalah Soenoe dan Ali Tirtosuwirjo. Arie dan rekan-rekan juga melakukan penelitian tentang geologi. Salah satu hasil penelitiannya adalah temuan bahan mineral yang disebut "yarosit" yang ditemui di daerah Ciater. Laporan-laporan hasil penelitian tersebut kini tersimpan di Perpustakaan Pusat Survei Geologi, Badan Geologi di Bandung.


Masa Awal Kemerdekaan (1945-1949) : Cerita Perjuangan
Tahun 1945 merupakan tahun terakhir kependudukan Jepang di Indonesia, setelah melalui berbagai peristiwa, termasuk peristiwa bom Atom Hiroshima Nagasaki dan kalah dalam perang pasifik. Akhirnya Jepang mengakui kedaulatan Negara Indonesia. Indonesia merdeka dengan diproklamirnya proklamasi kemerdekaan oleh bung Karno di rumah syekh Farad bin Marta di jalan Pegangsaan Timur no 56. Dengan ini, serta merta pula aset-aset dan instansi-instansi yang dimiliki Jepang beralih tangan menjadi milik Indonesia sesuai dengan Instruksi Presiden.
 

Arie Lasut berperan penting dalam perebutan aset-aset di Chishitsu Chosacho. Bersama Raden Ali Titosuwirjo yang berjiwa ”tut wuri handayani”, bangkitlah Arie Frederick Lasut dan rekan-rekannya dengan jiwa ”ing madya mangun karso” dan sekaligus berdiri di barisan depan dengan jiwa pejuang ”ing ngarso sing tulodo”. Akhirnya pada 11 September 1945 (sumber lain menyebutkan tanggal 28 September 1945, link), pada pukul 09.00 Chishitsu Chosacho diambil oleh para karyawan Indonesia dari Jepang tanpa ada pertumpahan darah dan namanya diganti menjadi Poesat Djawatan Tambang dan Geologi (PDTG).
Kantor PDTG
Pengalaman yang ia dapatkan sewaktu bekerja di lembaga tersebut memberikan manfaat bagi negara ketika proklamasi kemerdekaan berkumandang. Karena pengetahuannya akan Geologi Indonesia yang baik itu pulalah, tanggal 16 Maret 1946 Arie F. Lasut dipilih dan diserahi tugas menjadi Kepala Djawatan Tambang dan Geologi, pada saat usianya baru menginjak 28 tahun. Sementara Soenoe menjadi wakilnya. Kecerdasan, keuletan kerja, serta kepeloporan Arie Lasut membuat beliau yang masih muda mampu mengelola suatu jawatan yang saat itu merupakan salah satu yang terbesar di Asia. Memang sangat luar biasa ketika pemuda mampu mengelola suatu lembaga ilmiah dan kekayaan bangsa dan negara Indonesia yang sangat bermanfaat yang terasa manfaatnya hingga saat ini.

Masa awal-awal kemerdekaan Indonesia ternyata tak berjalan mulus. Belanda ternyata bernafsu kembali ingin menjajah Indonesia. Mereka kembali datang dengan membonceng tentara sekutu untuk mengambil alih Indonesia. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah dengan sebutan Agresi Militer Belanda I dan II. 

Kedudukan yang diemban serta pengetahuannya akan aset Pertambangan dan kekayaan negara membuat ia menjadi incaran Belanda. Arie yang semula diragukan kesetiaannya kepada Indonesia karena ia berasal dari Manado (orang dulu beranggapan bahwa orang Manado lebih memihak kepada Belanda - M.M. Poerbo), ternyata malah menolak bekerjasama dengan Belanda. Bahkan Arie berjuang dalam laskar rakyat bersama KRIS.
Pasukan / Relawan KRIS (Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi)
Kepahlawanan Arie Lasut ternyata tak hanya dibidang ilmu dan teknologi saja. Darah pejuang titisan Dotu Lolong Lasut yang mengalir dalam diri pemuda Arie Frederik Lasut semakin bergejolak sejak datangnya Belanda setelah Indonesia merdeka. Arie F. Lasut turut aktif dalam organisasi Kebaktian Rakyat Indonesia Sulawesi (KRIS) yang memiliki tujuan membela kemerdekaan Republik Indonesia. Ia juga berjuang bersama adik kandungnya Welly Lasut yang saat itu menjabat sebagai Komandan Kompi BS (Berdiri Sendiri) Brigade 16, Kesatuan Reserse Umum X. Dalam rangka perjuangannya itu, Arie F. Lasut sering memasok bahan-bahan kimia untuk membuat bom molotov yang diperlukan oleh para pejuang kemerdekaan. Bahan-bahan kimia itu diperoleh dari laboratorium geologi. Arie juga beberapa kali menyerang pos Belanda dan merebut senjata dari tangan Belanda kemudian dibagi-bagi kepada anak buahnya dan digunakan untuk melawan Belanda.
Willy Lasut, adik Arie

Merasa pentingnya dokumen-dokumen yang berisi tentang informasi kekayaan negara ini, ia pun beberapa kali memindahkan kantor Djawatan Tambang dan Geologi ke berbagai tempat guna menyelamatkan dokumen-dokumen tersebut agar tak jatuh di tangan Belanda.
"Poerbo Hadiwidjojo, murid Arie Lasut menjelaskan tentang sosok sang guru. Ia menceritakan bahwa Arie merupakan orang yang lugas dan pemberani, ia adalah tipe pejuang yang tidak mau bekerja sama dengan Belanda."
Jalur penyelamatan dimulai pada tanggal 12 Desember 1945 dari Gedung Museum Geologi ke Braga 3 toko Onderling Belang (sekarang ”Sarinah”). Setelah makin tidak-amannya Kota Bandung saat itu, akhirnya Arie memindahkan kantornya ke Tasikmalaya pada tanggal 24 Maret 1946 jam 12 malam atas petunjuk dari Asykari, seorang perwira TRI (Tentara Republik Indonesia). Setelah situasi di Jawa Barat juga semakin genting, dan kantor Jawatan tidak bisa dipertahankan lagi di Tasik, Arie memindahkan kantornya ke Magelang karena mempertimbangkan dekatnya jarak Magelang dengan pusat pemerintahan di Yogyakarta saat itu. Kantor Jawatan secara berangsur-angsur pindah ke Magelang pada tanggal 6 september 1946. 
Rute perpindahan kantor Djawatan Tambang dan Geologi semasa dipimpin Arie Lasut
Merasa pentingnya ilmu geologi dan pertambangan bagi bangsa ini, maka perlu pula untuk mencetak generasi penerus. Oleh karena itu saat masa pengungsian di Magelang, atas gagasan Soenoe, mereka mendirikan Sekolah pelatihan geologis. Soenoe sadar, masih sedikit orang Indonesia yang memiliki keahlian dibidang geologi dan pertambangan. Dia berusaha mengisi kekosongan tenaga Indonesia dibidang tersebut dengan cara mendirikan sekolah. Sekolah-sekolah yang ia dirikan antara lain Sekolah Pertambangan dan Geologi Rendah, Sekolah Laboratorium Geologi, dan Sekolah Pertambangan Tinggi. Arie juga turut mengajar di sekolah tersebut. Jasa terbesar duo Soenoe dan Arie dibidang geologi adalah perubahan istilah-istilah geologi dari bahasa Belanda menjadi bahasa Indonesia.  Nelly Lasut (adik Arie Lasut) menuturkan bahwa ketika ia ikut dengan Arie tinggal di Magelang, dia diminta membantu Arie menerjemahkan buku-buku geologi berbahasa Belanda ke Bahasa Indonesia untuk keperluan Arie mengajar.  

Segi lapangan dari segi geologi tambang adalah usaha Soenoe memperkenalkan geologi kepada siswanya. Bagi Soenoe geologi adalah salah satu cara untuk menanamkan rasa cinta kepada Tanah Air, dan kunjungan ke lapangan akan menunjang tumbuhnya rasa cinta tersebut. Demikianlah, Soenoe dan Arie bahu-membahu dalam berjuang didunia pendidikan. Soenoe lebih banyak memegang mata pelajaran; walaupun demikian Arie tetap turut memberi warna tersendiri pada sekolah tersebut. Namun sekolah-sekolah tersebut tak bertahan lama karena adanya Agresi Militer Belanda I.
M.M. Poerbo, Senior Geologist, salah satu murid Soenoe dan Arie
Keadaan Republik Indonesia semakin sulit dan areanya semakin sempit semasa Agresi Militer Belanda. Magelang pun tak luput dari serbuan Belanda. Arie sempat mengamankan dokumen-dokumen penting negara hingga dibawa ke Sumatera tepatnya di Bukittinggi. Arie kembali ke Magelang tanggal 7 Mei 1947. Akibat Agresi Militer Belanda I tanggal 21 Juli 1947, kantor Jawatan Tambang dan Geologi kembali dipindahkan, kali ini ke Yogyakarta atas surat perintah dari Menteri Muda Kemakmuran No. 92/T.O/JO tanggal 20 November 1947.
Tahun 1947 merupakan tahun kesedihan bagi Arie, istri tercintanya Nieke, meninggal beberapa hari menjelang natal. Nieke meninggal karena kekurangan darah ketika melahirkan anak kedua mereka. Segala daya upaya telahpun dilakukan oleh Willy Lasut (adik Arie Lasut) yang membantu untuk mendapatkan bantuan darah, namun gagal. Nieke meninggal dalam usia yang sangat muda serta meninggalkan Winny Lasut, putri mereka yang baru berusia 3 tahun. Malang nasib Arie, perjuangannya belum selesai namun ia sudah ditimpa musibah. Arie F. Lasut sangat menghormati istri dan keluarganya. Dia tidak ingin mengecewakannya. Dalam keadaan yang sangat terpukul ia tetap meneruskan perjuangannya.
Di Yogyakarta, kantor Jawatan Tambang dan Geologi menempati suatu bagian dari rumah paman Sri Sultan Hamengkubuwono IX di Pugeran. Arie dan keluarga yang belum mendapat tempat tinggal menumpang di rumah Paman Sultan tersebut. Di Jogja ia kembali membangun kantor Jawatannya karena baru saja pindah dari Magelang, ia selalu mendapat kesulitan terlebih masalah pegawai karena setiap kepindahan kantor, ada saja pegawai yang tidak ikut serta. Perlahan tapi pasti, ia mengumpulkan kembali pegawai-pegawainya yang mengungsi ke Jogja. Sekolah Geologi yang ia dan Soenoe dirikan di Magelang yang sempat tutup akibat Agresi Militer Belanda kini dapat dibuka kembali di Jogja. Selama pengungsian dan penyelamatan dari Bandung hingga ke Jogja ini ia dibantu oleh Amsir, Wana, Rd. Subroto S. Masdar, dan lain-lain. 
Soenoe dan murid sekolah nya
Sekolah Geologi yang ia dirikan bersama Soenoe beberapa waktu lalu berhasil mencetak beberapa anak didiknya yang ternyata mampu menjadi mata rantai penerus kegiatan kerja geologi. Mereka antara lain adalah Djajadi Hadikusumo, Suryo Ismangun, Mohammad Jasin Rachmat, Oemar Chatab, Prajitno, dan M.M. Purbo Hadiwidjojo. 

Disamping jabatannya sebagai kepada Djawatan Tambang dan Geologi. Ia juga diangkat menjadi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang menjalankan fungsi legislatif seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI sekarang. Ia terlibat dalam berbagai perundingan dengan Belanda untuk mendapatkan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia. Dia juga adalah salah satu anggota delegasi Mohamad Roem dalam berunding dengan Van Roijen.

Agar lebih fokus dengan jawatan yang ia pegang dan dengan perjuangannya melawan Belanda. Arie mengungsikan Winny Lasut dan Utje Dengah, sekretaris pribadinya yang sudah menjadi tunangannya ke Jakarta. Mereka berangkat ke Jakarta setelah mendapat izin dari Pemerintah RI dan Pemerintah Pendudukan Belanda di Yogyakarta. Ia, anaknya dan tunangannya pergi ke Jakarta pada bulan februari 1949. Selama di Jakarta pun ia tak membuang-buang waktu. Ia gunakan untuk berunding dengan pengusaha-pengusaha tambang asing (selain Belanda) yang ada di Jakarta dengan maksud jika nanti Belanda sudah pergi meninggalkan Indonesia maka Jawatan Tambang dan Geologi telah siap untuk mengurus tambang-tambang yang dikuasai asing tersebut.

Maret 1949, ia kembali ke Yogyakarta. Sebelumnya ia sudah ditahan oleh sang tunangan untuk tidak kembali ke Yogyakarta dengan berbagai alasan. Lantas Arie berkelakar :
”Ah, kasihan Nieke, dia terbaring sendirian (di sana)!”
Begitu kata Arie mengenang istri tercintanya. Sederhana namun bermakna sangat dalam.
-Sang tunangan, Utje Dengah, sampai akhir hayatnya diusia 80an, tetap setia dengan ikatan tunangannya bersama Arie Lasut. Setiap saat ia selalu membanggakannya, dengan barang-barang peninggalan, surat-surat cinta, dan lainnya. (Arie Arifin, cucu AFL, komunikasi pribadi, 2018)-

Gugur (1949) : Pahlawan Nasional
Pengetahuannya akan dokumen-dokumen kekayaan negara serta jabatan yang diembannya membuat Arie Lasut menjadi target incaran Belanda. Rumah dan kantornya di Jogja pun sering dimasuki oleh orang-orang tak dikenal. Surat-surat yang berada di laci-laci meja di rumah dan kantornya sering berantakan. Jelaslah orang tersebut ingin mencari dokumen-dokumen penting. Sejak saat itu pula, rumah dan kantor Arie menjadi sasaran geledah Belanda, dan ruang geraknya pun makin terbatas.

Beragam bentuk bujukan diterima Arie oleh Belanda agar Arie berpihak pada mereka. Bahkan Belanda pernah mengutus Prof. Ir. Achersdijk, seorang guru besar yang pernah mengajarinya saat sekolah geologi dulu untuk membujuknya agar mau bekerja sama dengan Belanda. Berbagai rayuan mulai dari fasilitas yang baik, gaji yang tinggi hingga disekolahkan ke luar negeri ia terima. Namun sedikitpun Arie tak tertarik dengan tawaran dari Belanda tersebut.
Ada satu kebiasaan aneh Arie sepulangnya ia dari Jakarta yang diucapkan pembantunya. Ia sering mengeluarkan baju istrinya dan ia gantung digantungan pakaian, lalu menangis. Ia juga bercerita pada teman-teman dekatnya bahwa ia telah membeli tanah di samping kuburan istrinya agar tak "didesak" orang lain. Arie juga menulis surat untuk putri semata wayangnya berupa nasehat bagaimana cara hidup yang baik sebagai wanita. Kepada rekannya R.I Soebroto Imam Wirejo ia menunjukkan tempat dimana ia menguburkan bahan-bahan untuk kepentingan laboratorium.
Arie yang memegang jabatan sebagai Kepala Djawatan Tambang dan Geologi tentulah mengetahui dokumen-dokumen rahasia negara. Oleh karena itu Belanda sangat ingin agar ia berpihak kepada Belanda. Berbagai cara dilakukan Belanda namun tak kunjung berhasil. Usaha terakhir Belanda adalah menariknya saat perundingan Roem Roijen. Itu juga gagal.

Tanggal 3 Mei 1949, waktu itu ia baru kembali dari perundingan Roem Roijen. Ia didatangi oleh dua orang pegawainya, Amsir dan Saloran. Kepada mereka, Arie mengatakan bahwa naskah perundingan Roem Roijen sebentar lagi akan ditandatangani. Ia juga meminta pegawainya itu tetap tenang, hati-hati dan waspada dalam tindakan. Arie berharap kepada pegawainya itu agar dapat merasakan nikmatnya negara yang merdeka. Ia juga berpesan agar menghormati siapa saja yang menghormati kita sebagai bangsa yang merdeka dan jangan merasa rendah diri.

Merasa segala daya upaya yang dikerahkan Belanda tak menuai hasil, Belanda semakin meradang. Puncaknya, pada 7 Mei 1949 jam 9 pagi, datang pesan radiogram dari Pemerintah Belanda di Jakarta kepada Komandan Pasukan Belanda yang ada di Yogyakarta. 
"A.F. Lasut zoospoedig mogelijk wegwerken"
Begitu isi pesan radiogram yang diterima oleh I.V.G (inlichtingen veilig heid grop -dinas rahasia Belanda-), kurang lebih berarti "A. F. Lasut secepat mungkin dihilangkan". Mendengar perintah yang masuk tersebut, Arie langsung "dijemput" oleh Belanda di kediamannya di Jogja jam 9.30 kemudian dibawa ke Pakem (Kaliurang, Sleman). Kejadian penjemputan Arie oleh Belanda merupakan hal yang biasa terjadi, sehingga tidak menimbulkan kecurigaan dan biasanya Belanda juga bersikap ramah. Namun tidak untuk saat itu. Dalam perjalanan Arie dipukul, disiksa dengan kejam agar mau memberitahukan rahasia negara berupa kekayaan tambang dan geologi. Penyiksaan kejam tersebut ternyata tidak membuat Arie F. Lasut berkhianat bagi negaranya, juga bagi tanah leluhurnya Toar Lumimuut, tapi justru memicu semangat berani mati untuk kejayaan Bangsa dan Negara Indonesia.

Setelah dihajar dengan popor senjata, ditampar dan dipukul, serta disiksa habis-habisan, Arie F. Lasut tetap tidak mengeluarkan sepatah-katapun dari mulutnya. Akhirnya sambil menatap tentara Belanda dengan gagah berani, beliau ditembak dengan keji oleh Belanda yang putus asa. Arie gugur tepat pada hari saat perjanjian Roem Roijen ditandatangani di Jakarta. Saat itu usianya 30 tahun dan masih menjabat sebagai kepala Djawatan Tambang dan Geologi.
Jenazahnya ditemukan terbujur mengenakan celana dan kaus putih serta tangannya memegang granat. 

Beberapa bulan kemudian, pada tanggal 13 Agustus 1949 makamnya digali kembali dan pada keesokan harinya kerangkanya dikuburkan kembali di sisi makam istrinya di Pemakaman Umum Kristen Kintelan Yogyakarta dengan Upacara Kenegaraan. Upacara penguburan dihadiri pejabat presiden Republik Indonesia pada saat itu, Mr Assaat.
Atas jasa-jasanya, terutama dalam menyelamatkan dokumen geologi dan pertambangan, Arie Frederick Lasut ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional melalui surat keputusan Presiden Republik Indonesia No. 012/T.K/1969 tanggal 20 Mei 1969. Prasasti untuk mengenang jasa-jasa Arie dipasang di tangga menuju lantai 2 Museum Geologi di Bandung.

Nama Arie F. Lasut juga diabadikan menjadi nama sebuah gedung Fakultas Teknologi Mineral di kampus energy -UPN "Veteran" Yogyakarta-. Bersama Soenoe, Arie F. Lasut dinobatkan menjadi Bapak Pertambangan Indonesia. Menurut pak Arie Arifin, nama Arie F. Lasut juga diabadikan pada nama sebuah gelanggang olahraga dan jalan protokol di Manado, Sulawesi Utara, tempat dimana sang pahlawan dilahirkan.
GOR dan gedung Fakultas Teknologi Mineral UPN Jogja yang mengabadikan nama Arie Lasut
----------- 
Arie Lasut sudahpun gugur meninggalkan kita semua, namun keteladanan dan semangat dalam mempertahankan kemerdekaan patutlah kita teruskan. Keteladanan yang bisa diambil dari dua sosok ini adalah kesederhanaan, kesetiaan, dan semangat pantang menyerah demi menjaga harkat martabat bangsa agar tak jatuh ketangan asing. Khususnya kepada para pemuda "penerus" Arie dan Soenoe dibidang Geologi dan Pertambangan. Para pelajar dan mahasiswa. Jika dulu mereka mengorbankan segalanya untuk bangsa, maka saat ini kita diwariskan ilmu dan keteladannya untuk belajar dengan baik, sehingga bisa menjadi bangsa yang sepenuhnya merdeka disegala sektor.
Arie Lasut, sumber

----------
Ucapan terimakasih saya kepada bapak Arie Arifin (cucu pak Arie Lasut) atas berkenannya untuk membagi berbagai sumber, mereview, dan mengoreksi data sehingga saya bisa buatkan tulisan biografi singkat pahlawan nasional dibidang yang pernah saya tekuni ini.




Sumber-sumber :
http://geomagz.geologi.esdm.go.id/sang-perintis-arie-frederick-lasut-a-soenoe-soemosoesastro/
http://civitasbook.com/singo.php?cb=non&_i=wall&id1=aaaaaaaatamu&id2=&id3=aaaaatkp55_pahlawan
http://djokja1945.blogspot.com/2015/07/pahlawan-kemerdekaan-nasional-arie.html?m=1
https://tokoh.id/biografi/3-pahlawan/berjuang-simpan-rahasia-negara/ 
http://archive.li/bx0Kf#selection-969.247-975.154
https://wikivisually.com/wiki/Arie_Frederik_Lasut
https://geopedia.co/blog/2016/03/19/arie-frederick-lasut-bapak-pertambangan-indonesia/
http://museum.geology.esdm.go.id/tokoh-geologi/arie-frederick-lasut
https://www.youtube.com/watch?v=U29AN4wV0UM
https://www.youtube.com/watch?v=rMEOGzluCdM

Saturday, September 22, 2018

"Nongkrong Tampan" di Malabar Cafe & Resto a.k.a Gudeg Bu Harman

Matahari sudah agak condong sedikit ke barat saat ku "tunggangi" kuda besi menuju ke tengah kota untuk janjian bertemu dengan customer. Sebelumnya by phone sudah ditetapkan tempat bertemu, dan tidak susah menemukan tempat ini : Malabar Coffee and Resto.

Setelah memarkirkan motor -sepertinya saya tiba terlebih dahulu-, saya menuju ke dalam dan memilih kursi di bagian depan, agar mudah ditemui oleh customer. Daftar menu diantar oleh waitress, setelah memesan minuman, saya kembali menelpon customer untuk mengkonfirmasi bahwa saya sudah di TKP.

Sembari menunggu, saya mengamati tempat ini, full of artistic. Meskipun terbilang sering kesini, namun desain interiornya tak pernah membosankan. Unik. Nama tempat ini ada dua, Gudeg Bu Harman dan Malabar Coffee and Resto. Dua jenis tempat makan yang dijadikan satu. Bisa untuk ngopi, bisa juga untuk makan ala resto. Menu yang ditawarkan juga beragam, mulai menu nusantara hingga western, hingga menu khas kopi nusantara. 
Malabar Coffee
Plafon pintu dan jendela kayu bekas

So artistic.

Kafe ini dibagi menjadi beberapa tempat, -versi saya-. Tempat pertama adalah "area" resto yang berada dibangunan yang mirip joglo, terdiri dari beberapa meja makan dengan berbagai bentuk. Tempat kedua area belakang, disini kita bisa menikmati hidangan dengan suasana terbuka dan juga di pondok-pondok lesehan. Tempat ketiga adalah ruang VVIP, letaknya di belakang, gedungnya terpisah dengan gedung utama, ruangan ini bisa menampung sekitar 200an orang. 


Tempat terakhir adalah malabar coffee nya, masih satu atap dengan tempat pertama, hanya saja desain interiornya berbeda, dari poster-poster sampai sepeda onthel ditempel di dinding, lemari dan rak tempat menaruh barang-barang unik juga dipajang disudut dekat barista meracik kopinya, bahkan plafonnya terdiri dari pintu-pintu dan jendela-jendela bekas yang tak terpakai lagi. Sangat artistik dan memanjakan mata. Desainnya mengingatkan Jogja, yang penuh dengan seni.
"area" pertama
Outdoor dan ruang VVIP
Pesanan saya datang, Espresso Con Panna, kopi espresso dengan whipped cream. Minum selagi panas maupun dingin sama nikmatnya, tergantung selera. Pahitnya kopi bercampur dengan gurihnya cream menjadikan sensasi rasa yang luar biasa sambil menikmati sore di kota minyak ini.
Espresso Can Panna
Kafe yang baru berdiri tahun 2014 ini menyediakan berapa varian biji kopi nusantara. Sudahpun hampir semua saya cicipi. Meskipun bukan penikmat kopi, namun saya merasakan rasa yang luar biasa ketika menyeruput berbagai varian kopi nusantara yang disajikan dengan berbagai metode ini.
Kopi, Kopii!!!!
Menurut Saprani yang merupakan staf bagian administrasi, Toraja merupakan menu recommended disini untuk kopi nya. Yang lainnya adalah cappucino jadi yang terfavorit. Jika ingin yang dingin-dingin, black avocado adalah minuman yang harus diorder. CItarasa buah alpukat berpadu dengan nikmatnya kopi menjadikan sensai minum jus alpukat yang berbeda. Bagi anda yang kurang suka kopi, jangan khawatir. Menu-menu lezat tanpa kopi juga tersedia disini. Untuk makanannya jangan lupa untuk mencicipi sapi lada hitam dan tongseng kambing yang maknyoss beut. Sebagai tempat nongkrong, snack-snack lezat juga tersedia disini, coba pesan tempe mendoan, krenyes-krenyesnya yang renyah bisa menjadi teman untuk menyeruput kopi. Atau coba juga pisang kejunya, manisnya pisang yang bercampur dengan keju melengkapi rasa pahitnya kopi yang kita pesan. Paduan yang pas menemani nongkrong ganteng ini. Ohya jangan lupa juga cicipi gudegnya yang jadi menu andalan di sini. Barangkali kangen dengan masakan Jogja dan Jawa Tengah, makan gudeg ini bisa jadi sedikit pengobat rindu.
Tempe Mendoan
Fasilitas-fasilitas lain yang terdapat di kafe ini adalah taman bermain yang terletak di samping ruang VVIP, lalu mushala dengan ukuran sedang, bisa muat sekitar 30an jemaah, pas untuk mengadakan buka puasa bersama. Fasilitas wi-fi juga tersedia di kafe yang terletak di seberang RS AL ini. Sebagai tempat nongkrong yang asyik, Malabar Coffe and Resto mengadakan live musik pada malam selasa, kamis, dan minggu. Kafe ini juga memfasilitasi komunitas-komunitas pecinta olahraga untuk mengadakan event nonton bareng (nobar).

Jadi,... ayok nongkrong ganteng.!


-------------------------------
 
Malabar Coffee and Resto a.k.a Gudeg Bu Harman.
Jl. RE Martadinata no. 60 Pamusian, Tarakan Tengah, Tarakan
Telp : 0551 - 31311
instagram : @Malabar_Coffee

----------------------------

Tuesday, September 18, 2018

Tarakan : Sejarah Perminyakan dan Saksi Bisu Perang Pasifik

Sejarah perminyakan Tarakan tak lepas dari usaha keukeuh Belanda yang ingin menguasai seluruh hasil bumi Nusantara. Berawal dari Jan Reerink yang jadi orang pertama "melubangi" bumi Nusantara di Majalengka, Jawa Barat. Dilanjutkan oleh Zijlker yang mencatat namanya dalam sejarah perburuan minyak bumi di Nusantara setelah berhasil mengebor bumi Pangkalan Brandan, Sumatera Utara sekaligus menjadikan daerah penghasil minyak bumi komersial pertama di Nusantara. 

Setelah itu, era eksplorasi minyak di bumi Nusantara gencar dilakukan oleh Belanda, melalui perusahaan minyak yang didirikan bernama NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij (Royal Dutch Petroleum Company). Jawa, Sumatera, dan Kalimantan merupakan daerah yang menjadi tujuan Belanda untuk dibor buminya. Area operasi pencarian minyak bumi diperluas sampai ke Tarakan. Survei yang dilakukan oleh Belanda sudah dimulai sejak tahun 1896. 

Seperti yang pernah saya pelajari saat kuliah dulu, sebelum memulai operasi pemboran, terlebih dahulu dilakukan survei untuk menentukan dimana letak titik bor. Begitu juga yang dilakukan Belanda saat akan melakukan pengeboran di Bumi Paguntaka ini. Survei yang dilakukan belumlah menggunakan alat secanggih sekarang. Belanda melakukan survei dengan cara yang sangat "konvensional" berdasarkan pengalaman-pengalaman temuan lokasi prospektif di beberapa lokasi lain di Nusantara. Cara itu adalah dengan mencari rembesan minyak di permukaan tanah. Maka dari itu Belanda mencari informasi dari penduduk tentang daerah yang terdapat rembesan minyak. Karena memang terbukti, rembesan minyak (seepage) merupakan pertanda baik nan akurat yang menunjukkan kandungan minyak di daerah tersebut.

Rembesan minyak pertama kali ditemukan di Pamusian. Ini merupakan berita baik bagi tim eksplorasi Belanda. Rembesan tersebut diambil kemudian diteliti, dipetakan, dan diambil sampelnya untuk memastikan adanya kandungan minyak di wilayah tersebut. Hasil analisa geologis dengan mempelajari kondisi lingkungan dan struktur batuannya untuk kemudian dilakukan percobaan pengeboran.

Periode survei dan eksplorasi tahap awal terhadap daerah potensial minyak di Tarakan berlangsung antara tahun 1897 hingga 1900. Sementara di tempat terpisah ditahun 1897, J.H. Menten berhasil mengebor Bumi Kutai dan Balikpapan di daerah konsesi Louise dan Mathilda yang ia dapatkan atas persetujuan Sultan Aji Muhammad Sulaiman, Sultan Kutai saat itu. Hal ini membuat semakin gencarnya Belanda melakukan eksplorasi sumur-sumur minyak di Tarakan.

Akhirnya pada kurun waktu tahun 1901 - 1903, Belanda melalui sebuah perusahaan minyak bernama Nederlandsch Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM) atau Nederlandsh Indische Industrie en Hander Maatchaapij (NIHM) melakukan pengeboran pada koordinat X=1812,66 – Y=2974,24 dengan kedalaman 290 meter yang diberi nama sumur Pamusian 1. Pemboran ini belum dikatakan berhasil. Produksi secara komersial barulah didapat pada tahun 1904. Eksplorasi NKPM di Tarakan dilakukan selama delapan tahun mulai 1897 hingga 1905. 
Menara Pemboran di Tarakan, (link sumber)
Setelah masanya berakhir, eksplorasi dilanjutkan oleh perusahaan lainnya yang juga asal Belanda, yakni Batavia Petroleum Maatchaapij (BPM) pada tahun 1906. Pemboran di Tarakan pada tahap awal eksplorasi hingga tahun 1920an menggunakan menara dari kayu ulin. BPM merupakan perusahaan terlama yang melakukan eksplorasi minyak di Tarakan, yakni selama 40 tahun.  Produksi pertama BPM sebanyak 23 ton minyak. Pada tahun 1928, BPM sudah berhasil membor 418 sumur minyak di area Pamusian dengan produksi sebanyak 1.304.303 ton (setara 26.083 barrel per hari). Pada tahun 1929 mulai digunakan menara bor yang terbuat dari besi galvanis pertama kali yang digunakan di lapangan minyak Pamusian. Melihat produksi ini, perusahaan minyak Belanda ini memperluas wilayah pengeborannya ke Sesanip, Gunung Tjangkoel, Mangatal, dan Juwata. Sampai tahun 1935, BPM berhasil membor 937 sumur minyak. Sebanyak 857 sumur di Pamusian, 32 sumur di Sesanip, dan 68 sumur di Gunung Tjangkoel, dan Juwata.
Salah satu menara pemboran di Tarakan tahun 1920-1940, via wikipedia
Selama 40 tahun mengeksplorasi minyak di Bumi Paguntaka, Belanda membangun beberapa fasilitas penunjang perminyakan maupun fasilitas-fasilitas kota. Fasilitas penunjang perminyakan yang dibangun antara lain jaringan perpipaan, pompa, tangki pengumpul, bengkel dan alat-alat produksi hingga gudang logistik serta pelabuhan. Sementara fasilitas-fasilitas kota yang dibangun antara lain jalan, perumahan, gedung-gedung pemerintahan, sarana hiburan, ibadah dan olahraga, pasar, sarana air bersih hingga sarana kesehatan. Kegiatan perminyakan oleh Belanda di Tarakan ini berakhir pada tahun 1942 ketika pemerintahan kolonial sudah mulai melemah. Ditambah lagi kongsi dagang Belanda yakni Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) yang bangkrut karena dirundung berbagai masalah pada 1942.
Kondisi Jalan dan Lingkungan dalam sebuah perumahan perusahaan minyak di Tarakan tahun 1920, (foto : koleksi Disbudparpora Kota Tarakan
Sementara itu, temuan cadangan minyak yang besar serta kualitas yang bagus di Tarakan sampai ketelinga Kekaisaran Jepang. Jepang yang saat itu sedang membutuhkan banyak cadangan bahan bakar untuk keperluan perangnya ditambah lagi dengan letak geografis antara Tarakan dan Jepang yang memudahkan untuk mengangkut minyak bumi, membuat Jepang langsung melakukan invasi besar-besaran ke Tarakan. Entah harus bangga atau tidak, Tarakan merupakan daerah pertama di Nusantara yang dimasuki oleh tentara Jepang pada dinihari, tanggal 11 Januari tahun 1942 dengan kekuatan 20.000 pasukan. 
Pendaratan Pasukan Jepang di Tarakan, (link sumber)
Saat konvoi kapal-kapal tempur Jepang sudah terlihat di horison utara Tarakan melalui pesawat ampibi Dornier Do 24 milik KNIL-ML. Belanda melalui komandan garnisun KNIL di Tarakan, Overstee Simon de Waal, segera memerintahkan evakuasi warga sipil dan perintah membumi-hanguskan fasilitas perminyakan yang ada di Tarakan. Gambaran sekilas tentang pembungihangusan Tarakan ini pernah ditayangkan dalam film Soekarno : Indonesia Merdeka yang dirilis tahun 2013 lalu. Ratusan sumur minyak produktif sengaja dirusak dan dibakar oleh BPM dengan tujuan agar Jepang tak bisa "menikmati" minyak Tarakan. Tarakan saat itu bagai neraka kecil, kobaran api beserta asap hitam membumbung tinggi di langit Tarakan. Ledakan-ledakan fasilitas yang dilakukan oleh Belanda membuat permukaan Tarakan membentuk kawah-kawah raksasa. Sehingga dari laut pesukan Jepang melihat seluruh daratan Tarakan bak lautan api.
Tarakan Lautan Api, tampak asap-asap membubung tinggi saat Belanda meledakkan sumur-sumur minyak. (link sumber)
Hanya butuh dua hari saja bagi 20.000 pasukan Jepang untuk menguasai Tarakan yang hanya dijaga oleh 2.000 pasukan Belanda. Separuh tentara Belanda tewas dalam pertempuran 2 hari itu, sementara Jepang kehilangan 225 pasukan. Para tawanan Belanda yang tertangkap dieksekusi dengan dipenggal kepalanya, dan sebagian ditenggelamkan hidup-hidup ke kolam-kolam minyak yang tumpah dari kilang yang baru saja mereka bakar, sebagai balasan atas tindakan pengrusakan fasilitas vital tersebut.
Kondisi Tarakan sesaat setelah pembumiangusan. (Sumber link)
Setelah Belanda menyerah kepada Jepang, secara otomatis Tarakan berada di bawah pemerintahan kekaisaran Jepang. Termasuk pengelolaan minyak di Tarakan juga diambil alih Jepang. Saat pembungihangusan fasilitas perminyakan oleh Belanda dahulu ternyata masih menyisakan sumur-sumur produktif yang masih berjalan normal. Terutama di luar pulau Tarakan. Terdapat kurang lebih 70 sumur sisa Belanda yang terdapat di Pulau Ceram dan Lokasi Lemon yang masih produktif hingga menghasilkan 250 metrik ton perhari. Sehingga Jepang masih bisa menyuplai minyak bumi dari Hindia Belanda ke negaranya pada tahun yang sama.

Kondisi tambang minyak yang hancur lebur akibat dibakar oleh Belanda ini membuat Jepang tak bisa langsung menikmati hasil minyak bumi dari Tarakan. Jepang harus membenahi fasilitas-fasilitas tersebut agar bisa kembali berjalan normal. Ribuan personil sipil tenaga ahli pertambangan Jepang didatangkan ke Hindia Belanda untuk memperbaiki dan memulai eksploitasi minyak yang ada. Perbaikan fasilitas perminyakan di Tarakan pun tak seluruhnya dilakukan oleh Jepang, mereka hanya memperbaiki fasilitas-fasilitas vital yang berhubungan dengan produksi dan jaringan pipa penyaluran minyak menuju pelabuhan. 

Pada bulan Mei 1942, Jepang melakukan pengeboran sumur pertama di Pamusian dengan nama sumur E (Enemi) 657 yang kemudian berlanjut sampai bulan Juli 1945 membor sumur E 829. Atau hanya dalam waktu 3,5 tahun, Jepang berhasil membor 174 sumur minyak di Tarakan. Pada tahun 1943 sebagian sumur minyak telah berhasil diperbaiki oleh Jepang dan mulai berproduksi kembali. Jepang berhasil memproduksi 50 juta barel minyak, angka yang hampir menyamai perolehan produski saat masa damai yaitu 65 juta barel minyak. Meski hanya sebentar (dua tahun produksi), namun jumlah minyak yang diproduksi oleh Jepang dalam hitungan perbulan, jauh lebih banyak dibanding Belanda. Jepang gencar melakukan eksploitasi minyak guna menambah cadangan nasionalnya seiring dengan reaksi penyerangan mereka ke daerah tempur yang menggunakan bahan bakar minyak. Produksi minyak saat itu melejit diangka 350.000 ton perbulan, sebelumnya saat dikelola oleh BPM, hanya mampu memproduksi 80.000 ton minyak perbulan.

Periode kekuasaan Jepang di Hindia Belanda terjadi dalam waktu 40 bulan, dimulai dari 1942 hingga 1945. Pada bulan mei 1945, pasukan Australia dalam operasi yang bernama Obo Satu mengirimkan 20.000 pasukan untuk menyerang Tarakan yang saat itu hanya dijaga oleh 2.000 prajurit. Meski sudah mempersiapkan diri dengan sangat baik, ternyata merebut Tarakan dari Jepang tidaklah mudah. Serangan dimulai dengan pengeboman Pulau Tarakan besar-besaran selama 4 hari penuh. Meski akhirnya tentara Australia bisa menguasai Pulau Tarakan, namun peperangan belum juga usai sampai dengan Bulan September 1945. Artinya mereka memerlukan 6 bulan penuh untuk benar-benar bisa menguasai Tarakan. Semangat tentara Jepang memang tidak mudah pudar. Meski kota Tarakan sudah dikuasai, tentara Jepang tetap melakukan perlawanan. Mereka bersembunyi di hutan dan bungker- bungker bawah tanah. Tentara Jepang melakukan penyergapan kepada patroli tentara Australia. Bahkan sampai dengan tahun 1960-an, masih ada rumor bahwa tentara Jepang masing tinggal di hutan-hutan di Tarakan.
Tentara Australi mendarat di Tarakan, via http://www.gahetna.nl
Selain dari jumlah tentara Jepang yang sangat sedikit dibanding dengan tentara Australia yang menyerang, kekalahan Jepang di Tarakan juga disebabkan oleh kebijakan pesawat-pesawat Jepang untuk mengutamakan pencegahan serangan ke Okinawa. Pesawat-pesawat Jepang melakukan pencegatan terhadap pesawat-pesawat Sekutu yang mempersiapkan diri menyerang negeri Jepang. Dengan jumlah pesawat yang semakin sedikit dan diprioritaskan untuk mengamankan dalam negeri, maka perang di Tarakan tidak mendapatkan cukup dukungan dari udara. Terlebih lagi ditambah dengan peristiwa bom atom Hiroshima Nagasaki yang membuat Jepang menyerah kalah dan turun dari panggung Perang Dunia II.
KNIL dan Seukutu mendarat di Tarakan, via http://www.gahetna.nl
"Tak bisa dibayangkan betapa dahsyatnya pertempuran Tarakan baik pada tahun 1942 maupun 1945. Namun setelahnya, seakan Tarakan jarang masuk dalam peta sejarah perang pasifik, padahal peran Tarakan dalam perang ini tak boleh dipandang sebelah mata. Sumber Daya Alam yang terkandung di Tarakan menjadikan pulau ini memiliki pengaruh yang tak kecil terhadap sejarah perang dan bahkan kemerdekaan Indonesia. Dalam beberapa buku sejarah bahkan Tarakan disebut dengan Pearl Harbour nya Indonesia!"  
Setelah Jepang mengalah pada tahun 1945, Indonesia memploklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sama seperti di Balikpapan, di Tarakan pun tak serta merta berita kemerdekaan Indonesia langsung terdengar, dikarenakan letak geografis yang jauh serta terbatasnya media dan alat komunikasi saat itu. Ladang minyak Tarakan kembali diambil alih oleh Belanda. Meski kembali rusak parah akibat perang dengan Jepang, ladang minyak Tarakan dengan cepat diperbaiki dan kembali berproduksi. Berita tentang kemerdekaan Indonesia sampai ke Tarakan mungkin juga dibawa oleh pekerja-pekerja minyak dari Jawa yang didatangkan oleh Belanda. Para insinyur dan teknisi tiba segera setelah pendaratan Sekutu dan pompa minyak pertama diperbaiki pada tanggal 27 Juni 1946. Dari bulan Oktober, ladang minyak pulau itu memproduksi 8.000 barel tiap hari dan menyediakan lapangan kerja bagi banyak penduduk sipil Tarakan.
"Penguasaan BPM atas ladang minyak Tarakan pasca kemerdekaan berlangsung hingga tahun 1950. Setelah melalui beberapa peristiwa penting, mulai dari agresi militer Belanda I dan II, pembentukan RIS, hingga pengakuan atas kedaulatan Negara Indonesia."
Akhirnya Belanda pun menyerahkan aset-asetnya kepada Pemerintah Indonesia, termasuk sumur minyak dan fasilitasnya. Melalui perusahaan Pertamin yang merupakan cikal bakal awal berdirinya Pertamina, Indonesia mulai melakukan pengelolaan di lapangan Tarakan. Pada tanggal 15 Oktober 1968 pemerintah menyerahkan pengelolaannya kepada Pertamina. Pertamina mengelola ladang migas ini bersama Renvestadco (Amerika Serikat). Namun setelah berjalan hampir 2.5 tahun, pada 17 Maret 1971 Pertamina mengadakan Technical Assistance Contract (TAC) dengan REDCO, sebuah perusahaan minyak Amerika. Selanjutnya mengalihkan kepada Tesoro Petroleum Corporation, sebuah perusahaan Amerika  dengan nama Joint Operation Pertamina Tesoro (JOPT). Dan pada 1 Desember 1980 semua karyawan Pertamina yang diperbantukan ke Tesoro diintegrasikan ke perusahaan asing ini atau menjadi karyawan Tesoro Indonesia Petroleum Company (TIPCO). Tapi, pengelolaan lapangan minyak tetap menggunakan sistem TAC sampai kontrak berakhir pada tanggal 15 Oktober 1980 yang kemudian diperpanjang 20 tahun. Perusahaan ini berhasil mengebor 17 sumur baru dalam jangka waktu 10 tahun dengan kerja sama Production Sharing Contract (PSC).

Pada 15 juni 1992, saham Tesoro beserta assetnya dibeli oleh Arifin Panigoro, pengusaha nasional dan mengubah nama perusahaannya menjadi PT. Exspan Kalimantan.  PT. Exspan sendiri pada tahun 2004 merebranding perusahaannya menjadi Medco E&P Tarakan. Medco sendiri, selain memelihara sumur-sumur tua (TAC), juga berhasil menemukan 33 sumur-sumur minyak dan gas baru. Lalu pada tahun 2008, sebagian ladang migas Tarakan diambil oleh PT. Pertamina EP Asset 5, sebuah anak perusahaan Pertamina yang berfokus pada eksplorasi dan produksi migas.

Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Tarakan saat ini dikelola oleh setidaknya 2 perusahaan besar, PT. Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field dan Medco E&P Tarakan. PT. Medco E&P mengelola sebanyak 58 sumur minyak. Namun tidak semua berproduksi. Hanya ada 29 sumur yang aktif, kebanyakan merupakan sumur tua. Dengan kemampuan kapasitas produksi 1.880 barel minyak mentah perhari dan gas sekitar 1 MMBTU perhari.
Perjalanan Pengelolaan Migas di Tarakan
WKP Pertamina EP Asset 5 Field Tarakan memiliki dua area kerja yakni area Sembakung (Nunukan), dan di Tarakan sendiri. Khusus area Tarakan hingga saat ini ada 1.442 sumur. Namun yang beroperasi keseluruhan hanya 254 sumur saja. Dulu ketika Belanda mengeksplorasi minyak di lapangan Tarakan, tidak ada pemukiman penduduk seperti yang terjadi saat ini. Saat ini kondisinya banyak ditemukan perumahan penduduk yang berdiri tanpa melihat tata ruang dan peta sebaran minyak yang ada di WKP. Hal ini menyebabkan banyak ditemukan kondisi sumur dalam keadaan terjepit karena berada di pekarangan rumah yang membuat Pertamina EP belum bisa maksimal dalam revitalisasi sumur-sumur tua.

Saat ini, jejak-jejak sejarah Perang dan Perminyakan di Tarakan masih bisa ditemui di beberapa tempat yang tersebar di Tarakan. Sisa-sisa menara pemboran, pompa angguk, dan wash tank yang setengah hancur akibat perang masih bisa kita lihat di sekitar Kampung Empat. Sisa-sisa perang juga bisa dilihat di Situs Peningki Lama, Bunker-bunker peninggalan Jepang dan Belanda. Bahkan Pemerintah Kota Tarakan tahun lalu meresmikan "Museum Kembar" yang berlokasi di Islamic Center Tarakan. Museum ini berisi tentang sejarah perang dan sejarah perminyakan di Kota Tarakan.
peninggalan perminyakan di Tarakan
 ------------------------

Demikian penjelasan singkat Sejarah Tarakan, Perminyakan dan Perang Pasifik. Tulisan ini saya kutip dari berbagai sumber, jika ada sumber yang lebih valid, saya akan dengan senang hati untuk menerima masukan.





Sumber-sumber :
http://mulyanto8000.blogspot.com/2013/07/tarakan-kaya-sumur-sumur-tua.html
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/134138-T+27922-Pembentukan+identitas-Analisis.pdf
http://kaltara.prokal.co/read/news/6952-dieksplorasi-pertama-kali-pada-1897.html
https://www.kompasiana.com/sahrilpercikan/584421c36623bd9f041bc838/tarakan-kota-minyak-riwayatmu-dulu
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Tarakan_(1942)
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Tarakan_(1945)
https://indonesiana.tempo.co/read/122659/2018/02/12/handokowidagdo/tarakan-the-pearl-harbor-of-indonesia
Buku : Mereka yang Berpeluh : Kisah Para Pekerja Lapangan Minyak