Hari kedua di Gumi Sasak. Kegiatan masih berlangsung dalam ruangan utama. Beberapa peserta lain berada di ruangan pameran, dan beberapa lagi tidak tau entah kemana alias tidak berada di ruang utama, maupun ruang pameran. Dan saya, akan termasuk dalam kategori ketiga, karena berencana keluar hotel setelah kemarin malam googling mengenai tempat-tempat menarik.
Berbekal google map dan aplikasi ojek online, saya mengitari kota Mataram yang masih terasa sejuk meski matahari sudah mulai meninggi. Lokasi pertama adalah pasar mutiara Lombok, ini request dari orang rumah yang sedari pagi sudah wanti-wanti bahkan langsung mengirimkan lokasinya. Tapi jadi tujuan yang perlu dicatat untuk dikunjungi. Kemudian berlanjut ke Museum Daerah NTB yang terletak di jalan Panji Tilar Negara. Museum selalu menjadi top list tempat yang harus saya kunjungi ketika mengunjungi tempat baru.
GIC Rinjani Lombok |
Dari GIC saya bertolak ke Mataram Islamic Center, yang lokasinya sangat dekat dengan hotel tempat kami menginap, sekaligus tempat acara dihelat. Masjid Hubbul Wathan namanya, terletak di pusat kota menjadikan Islamic Center ini mudah dijangkau. Berdiri di atas lahan seluas kurang lebih 7 hektar, Mataram Islamic Center ini terdiri dari 4 lantai dan 5 menara. Salah satu menara memiliki tinggi 99 meter yang mewakili nama-nama Allah, asma'ul husna.
Mataram Islamic Center |
Setelah perjalanan singkat tadi, saya kembali ke hotel untuk beristirahat. Sembari menunggu kegiatan ini yang mengirim saya ke tempat ini: Kongres 1 Indonesian Geopark Youth Forum (IGYF). Kegiatan perdana dalam menentukan pimpinan eksekutif dari organisasi yang telah kugeluti selama kurang lebih setahunan ini.
Hari ketiga, rangkaian kegiatan di Lombok masih berlanjut, dengan agenda terakhir yaitu site visit. Kali ini penyelenggara mengajak kami menuju ke beberapa gili yang ada di sebelah timur pulau ini. Gili berarti pulau. Lombok sudah terkenal sekali dengan Gili Trawangan nya. Namun kali ini penyelenggara akan mengajak ke gili-gili yang lain. Antimainstream memang, namun saya pikir ini merupakan sebuah trik untuk mengenalkan Lombok agar tak hanya Gili Trawangan saja yang dikenal.
Gili Petagan dan Gili Bidara |
Sambil-sambil bercerita dan berbagi banyak hal, telinga saya ter-autofokus mendengar salah seorang berbicara dengan bahasa sasak kepada temannya. "Ndekwah", begitu lafaznya, seketika saya memberhentikan percakapan mereka dan bertanya.
Gili Kondo dan Gili Pasir |
"tadi barusan bilang "ndekwah", apakah artinya itu tidak pernah?"
"iya, kok tau bang", jawab mereka dan kembali bertanya.
Ndekwah juga memiliki arti yang sama dengan bahasa Melayu Natuna, yaitu tidak pernah. Sebuah percakapan singkat dengan awalan kata "ndekwah" menjadi cerita panjang setelahnya. Perbincangan tentang pertukaran budaya antara Melayu Natuna dan Sasak di Lombok. Kata "ndek" sebelumnya sudah pernah saya dengar saat diajak oleh senior kampus saya yang juga berdomisili di sini ketika kami makan ayam taliwang, masakan khas Lombok. Namun "ndekwah" ini memiliki makna tersendiri bagi saya, dua pulau yang berjarak ratusan kilometer memiliki kesamaan kata dan makna. Barangkali ada kesamaan dalam hal tertentu yang terjadipada masa lampau.
Bukan lebay, namun ini tentang rasa saja. Dan saya yang sepertinya harus kembali mempelajari sejarah mengenai bahasa-bahasa di Nusantara. Barangkali "ndekwah" adalah salah satu dari sekian banyak kesamaan bahasa antara Melayu Natuna dan Sasak di pulau Lombok ini.
Geopark Rinjani Lombok memberikan pengalaman baru. Kesan pertama yang begitu "menggoda", semoga bisa kembali ke Gumi Sasak ini, kelak. Sampai jumpa lagi.