Tuesday, October 11, 2022

Perkembangan Tenis di Indonesia Pasca Kemerdekaan: Cerita Tenis Lapangan

Lahirnya PELTI pada tahun 1935 merupakan salah satu "trik" pribumi dalam menghimpun masa untuk mencapai tujuan: kemerdekaan. Tahun-tahun awalnya diselimuti berbagai cobaan, mulai dari sistem organisasi, keanggotaan hingga intervensi dari "saudara tirinya" De Alegemeene Nederlandsche Lawn Tennis Bond (ANILTB). Namun hal tersebut bisa dilewati oleh PELTI, dan tenis terus mengalami perkembangan di tanah air.

Kurun waktu 1941-1949 merupakan tahun dimana PELTI vakum tak bergerak. Keadaan ini bukan hanya pada PELTI saja, hampir seluruh organisasi masa dan organisasi olahraga pada saat itu tidak aktif dalam pergerakannya. Tahun 1941 kolonial Belanda disibukkan dengan perang dunia kedua yang mulai memasuki area-area jajahannya. Tahun 1942-1945 tanah air disibukkan dengan penjajahan Jepang, penajajah dari Asia ini membubarkan semua organisasi dan membuat organisasi baru di bawah pengawasannya yaitu Tai Iku Kai (Persaudaraan Nippon-Indonesia), dimana organisasi ini membawahi semua sektor dan bidang yang ada, mulai dari sosial, politik, hingga olahraga.

Pada masa ini, Tai Iku Kai sempat dua kali menyelenggarakan turnamen tenis. Sementara kejuaraan tenis yang diinisiasikan oleh klub tenis lokal pun tersendat dikarenakan pasokan bola dan peralatan lain yang tidak memadai dan ditambahkan kesulitan ekonomi yang teramat sangat pada waktu itu. Pribumi pernah menginisiasikan Pembentukan Gerakan Latihan Olah Raga Rakyat (Gelora) pada ambang keruntuhan Jepang, tahun 1944, sebagai ganti Tai Iku Kai. Namun itu tak banyak menolong, pengaruh Jepang masih ada, berimbas pada tersendatnya perkembangan atlet-atlet tenis tanah air. 

Setelah Indonesia merdeka pada 1945, perkembangan tenis di tanah airpun belum menampakkan eksistensinya. Ini dikarenakan tahun-tahun tersebut disibukkan dengan beberapa gerakan perjuangan mempertahankan kemerdekaan setelah republik ini baru lahir.

Kegiatan olahraga mulai dibangkitkan pada 1947, dengan berlangsungnya Kongres Olahraga pada januari tahun itu. Salah satu keputusannya adalah: Gclora (pengganti Tai Iku Kai) warisan Jepang dibubarkan, dan Persatuan Olahraga Republik Indonesia (PORI) dinyatakan berdiri. Seluruh induk kegiatan olahraga, seperti PSSI, PAST (atletik), dan PELTI, dihidupkan kembali dan ditetapkan sebagai anggota otonom PORI. (PORI pada hakekatnya nama baru bagi Ikatan Sport Indonesia (ISI) yang berdiri tahun 1938, dan sekarang dikenal dengan KONI: Komite Olahraga Nasional Indonesia).

Pembukaan PON I di SOlo (foto: ANRI)

Tahun berikutnya, 1948, berlangsung Pekan Olahraga Nasional (PON) I, di Solo. Tenis termasuk cabang olahraga yang dipertandingkan. Meski PON pertama ini tak sempat menghadirkan sejumlah pemain tenis kawakan, tapi peristiwa tersebut merupakan titik tolak bangkitnya rasa kebersamaan dan persatuan, khususnya di kalangan olahragawan, termasuk di antara para petenis. Pertandingan tennis PON I menampilkan Toto Soetarjo dan Nyonya Soedomo sebagai juara tunggal putra dan putri. Sedang ganda putra dan campuran masing-masing direbut oleh pasangan Soejono/Toto Soetarjo dan Mapaliey/Nyonya Soedomo.

Di masa setelah proklamasi itu, Belanda masih ingin menanamkan pengaruhnya lewat tennis, tentu di daerah-daerah yang didudukinya. Mereka mendirikan organisasi baru yang Indonesian Lawn Tennis Association (ILTA). Sempat menyelenggarakan "Kejuaraan Indonesia" pada 1950 yang menjadi kejuaraan ILTA yang pertama dan terkahir. Dalam Kongres PELTI tahun 1951, ILTA meleburkan diri ke dalam PELTI. Rembukan peleburan itu dilakukan pada kesempatan berlangsungnya Kejuaraan PELTI di Semarang, 23 - 26 Maret 1951. 

Meleburnya ILTA ke dalam PELTI jelas lebih menguatkan tubuh pertenisan Indonesia. Sambil mengubah AD-ART sesuai dengan perkembangan zaman, PELTI mulai melebarkan sayapnya ke luar dengan mendaftarkan diri sebagai anggota International Lawn Tennis Federation (ILTF), yang bermarkas di Inggris.

PELTI mulai mengintip Wimbledon pada 1953, namun sayang petenis andalan Indonesia harus gugur pada putaran kedua saat menghadapi Belgia. Pada 1956 PELTI ikut serta diajang Interport Championship di Singapura. Pada kejuaraan yang diikuti pula oleh Malaya (sekarang Malaysia), Muangthai, dan Sri Langka itu, Indonesia menjadi juara setelah menundukkan Sri Langka 2-1 di final. Kejuaraan serupa berlangsung pada 1957, kali ini diikuti enam negara, 4 negara yang sudah pernah ikut sebelumya ditambah Hongkong dan Vietnam. Indonesia kembali menjadi juara dengan mengalahkan Malaysia di final dengan skor 2-1. Tahun-tahun berikutnya Indonesia absen, karena kesulitan biaya.

Tahun 1958 PELTI mengutus pemain-pemain terbaiknya untuk berlaga di Asian Games yang berlangsung di Tokyo. Kala itu PELTI mengirimkan Ny. Tity Pandji (Bandung), Vonny Djoa (Salatiga), serta Soegiarto dan Sie Kong Loen (Bandung).

PELTI telah melalui berbagai perkembangan zaman, Mulai dari masa kolonial hingga pasca kemerdekaan. Narmun dua yang paling penting diantaranya adalah keherhasilan menghancurkan dua organisasi tandingan. Pertama, ANILTB -yang paling bahaya- pada 1939, dan kemudian ILTA pada 1951. Maka sikap pantang menyerah yang menyertai keberhasilan itu tampaknya telah menjadi semboyan PELTI: Pantang Surut.

Tan Liep Tjiaw (kiri) (sumber: ayobandung)

Untuk pertama kalinya, pada 1961 PELTI mengikuti turnamen antarnegara paling gengsi, yakni Piala Davis. Pada babak pertama yang berlangsung di Bandung, regu Indonesia yang mengandalkan Tan Liep Tjiauw, Itjas Sumarna, Sugiarto, dan Sie Kong Loen harus menghadapi regu India yang terkenal tangguh. Maka Tan dan kawan kawan harus menelan kekalahan 1-4 dari para pemain kelas dunia India yang terdiri dari Krisnan, Mukerjee, dan Lill. Pertarungan memperebutkan Piala Davis beberapa tahun berikutnya Indonesia absen, antaranya karena tersandung anggaran.

Tahun-tahun berikutnya PELTI memang berada dalam masa-masa sulit dengan alasan sangat klasik: anggaran. Berbagai turnamen diselenggarakan seadanya. Kesejahteraan atletpun kurang diperhatikan. Ironisnya, pemerintah menyelenggarakan dua pesta olahraga yang bersifat regional dan internasional. Pertama, Asian Games IV, 24 Agustus - 3 September 1962, di Jakarta. Kedua, Ganefo I, 10-21 November 1963 juga di Jakarta. Yang paling kontroversial adalah Komando Presiden Soekarno (Putusan Presiden No. 263 tahun 1963) tentang peningkatan prestasi para atlet sehingga dalam masa 10 tahun Indonesia mampu mencapai peringkat ke-10 di dunia (the best ten in the world).

Asian Games IV dan Ganefo I

Dalam Pesta Olah Raga Asia (Asian Games) IV di Jakarta, regu tenis Indonesia juga kurang berhasil. Cabang Tenis hanya mampu menyumbang medali perunggu di nomor beregu, tunggal putri, dan ganda campura. Pun begitu juga dalam ajang Ganefo I, yang lebih bersifat manuver politik ketimbang kegiatan olahraga, atlet-atlet tenis Indonesia hanya bisa membawa pulang perunggu di nomor regu putra dan putri.

Pada saat berlangsung Genefo inilah Tan Liep Tjiauw sang raja tumamen nasional, meninggal dunia secara mendadak. PELTI terhenyak oleh kehilangan petenis yang terkenal dengan drive forehand topspin yang mematikan ini.

Namun, dalam keadaan bagaimana pun, PELTI rupa-rupanya benar-benar pantang surut. Justru dalam masa sulit ini lahir sejumlah bintang remaja lahir, mereka diantaranya Sie Nie Sie, Sugiarto, Go Soen Liouw, Diko Moerdono (putra), Lita Liem, Lanny Kaligis, dan Dien Baroto (putri). Merekalah yang waktu itu diharapkan menjadi cikal bakal petennis Indonesia di kemudian hari. 

Lanny Kaligis

PELTI mencapai masa keemasannya pada kurun 1966-1987, sebagai hasil pembinaan yang dilakukan pada era 1961-1965, baik dari segi organisasi maupun prestasi di lapangan. Ditopang oleh keberhasilan pcmbangunan sejak Orde Baru berkuasa, tenis lapangan dan PELTI sudah mencapai ke pelosok yang terjauh dari awalnya perkembangannya di Jawa. Semakin banyak lahir para petenis dari luar Jawa dimana itu merupakan hal yang langka di masa penjajahan dan awal kemerdekaan. Hal itu bisa dilihat melalui ajang PON dihelat pemerintah Indonesia. Di sinilah pentingnya peran PON, yang dicetuskan pertama kali di Solo, 1948.

Pada PON-PON berikutnya -dari PON II di Jakarta, 1951, hingga PON XI di Jakarta 1985 (kecuali PON VI di Jakarta yang gagal karena meletusnya G30S/PKI 1965)- dominasi petenis dari Jawa memang terlihat. Namun dalam jangka waktu itu, rangkaian PON telah menampilkan sejumlah petenis luar Jawa yang berkualitas. Misalnya Sofyan Mudjirat, Suwito dan Chr. Budiman (Suma­tera Utara), Iskandar Kita dan Ilsyas Mapakaya (Sulawesi Selatan), Alex Karamoy, Eddy Baculu dan Alfred Raturangtang (Sulawesi Utara). Ini di kelompok putra. Di kelornpok putri, tercatat nama Ny. Sulastri (Kalimantan Selatan), Letsy Mantiri (Sulawesi Selatan), dan Yova Sumampou (Sulawesi Utara).

Semua keberhasilan ini tentunya dimungkinkan karena tersedianya sarana dan prasarana bagi peningkatan prestasi, yaitu terselanggaranya pertandingan secara teratur. Berbagai jenis pertandingan yang diadakan itu terdiri dari pertandingan antarpetenis atau antarklub dari jenjang paling bawah, meningkat ke antar wilayah, Ialu berlanjut ke tingkat nasional, dan kemudian di tingkat regional dan internasional. Kegiatan pertandingan menjadi kian padat, karena berbagai event tingkat junior pun mulai tampil ke permukaan. Inilah yang disebut keberhasilan di bidang organisasi.

Ditingkat Internasional, pada masa 1966-1987 ini tenis Indonesia mencatat berbagai prestasi yang membanggakan. Era inilah Indonesia berhasil menjadikan dirinya salah satu dari 4 besar bersama India, Korea Selatan, dan Cina.

Dalam lingkup Regional, awal era emas mulai dicanangkan oleh petenis putri Lanny Kaligis, Liem, dan Mien Suhadi di Asian Games 1966, Bangkok, Muangthai. Para Srikandi generasi baru pertenisan Indonesia itu menyabet emas di nomor beregu, di samping tunggal dan ganda putri masing-masing atas nama Lanny Kaligis dan Lanny Kaligis/Lita Liem. Prestasi juga diraih diberbagai kejuaraan nasional di Srilangka. Malaysia, dan Singapura. Berikutnya disejumlah kejuaraan regional dan nasional di Australia, Eropa dan Australia, dijadikan wadah peningkatan prestasi dan raihan pengalaman.

Lita Sugiarto (tengah), (sumber)

Pada 1969 para Srikandi Tenis Indonesia ini ikut serta ke Turnamen Womens's Federation Cup di Athena, Yunani. Di babak pertama mereka mencukur gandul 3-0 regu tuan rumah kendati kemudian diganyang sama telaknya oleh regu Belanda. Dan pada 1970 tim tenis Putri Indonesia juga gugur ketika bertanding di Feiburg, Jerman.

Dalam kurun 1970an, tepatnya pada masalah keorganisasian, terjadi perubahan nama pada organisasi induk tenis sedunia. Tahun 1977 International Lawn Tennis Association (ILTF) merubah namanya dengan menghilangkan kata "lawn" dengan pertimbangan perkembangan tenis sudah sedemikian pesatnya sehingga permainan tenis tak hanya dimainkan di lapangan rumput saja. Hal tersebut juga berimbas pad PELTI, namun tak begitu signifikan. PELTI hanya merubah kepanjangannya dari Persatua Lawn Tennis Indonesia, menjadi Persatuan Tenis Lapangan Indonesia. Alasan mengubah kepanjangan federasi dengan tetap menggunakan singkatan PELTI adalah untuk menjaga nilai historis yang sudah berlangsung sejak masa-masa awal pembentukannya.

Ketika prestasi Lita Liem alias (Nyonya) Lita Sugiarto dan rekan-rekan mulai terkesan menurun, para petenis putra Indonesia bagai terlecut. Dan ini mendorong mereka mencetak prestasi. Kuartet Atet Wiyono, Gondowijoyo, Hadiman, dan Yustejo Tarik (putra tokoh tua Mohammad Yusuf Tarik) berhasil dengan baik meneruskan tradisi emas di Asian Games  VIII tahun 1978 di Bangkok, Muangthai. Di sini mereka merebut seluruh medali emas yang diperebutkan pada cabang tenis bagian putra, untuk nomor beregu. tunggal (Atlet Wiyono), ganda (Atet Wiyono/Gondowijoyo).

Tim Tenis Indonesia saat memborong semua emas di Asian Games VIII Bangkok (sumber)

Pun pada Asian Games berikutnya, 1982, di New Delhi, India, para putra Indonesia masih memperlihatkan keunggulannya. Pada kesempatan kali ini, mereka merebut dua medali emas di nomor beregu (Yustedjo Tarik, Tintus Wibowo, Hadiman, Wailan Walalangi) dan partai tunggal (Yustedjo Tarik).

Tradisi medali emas dan juara masih dipegang cabang olahraga tenis tanah air di beberapa ajang, baik regional maupun internasional. Asian Games, Sea Games, Federasi Cup hingga Davis Cup. Ada dua catatan penting dari era keemasan tenis Indonesia ini. Pertama, keberhasilan regu Piala Davis Indonesia dalam final Zona Timur yang berlangsung di Senayan, Jakarta. Terdiri dari Yustedjo Tarik, Atet Wiyono, Tintus A.W, Hadiman, dan Wailan Walalangi. Anak-anak PELTI itu menghancurkan regu I Jepang dengan telak : 5-0. Keberhasilan Ini tak urung menempatkan Indonesia sebagai negara elite tennis, masuk jajaran 16 negara tenis dunia. Ini berarti sejajar dengan raksasa tennis dunia: Amerika Serikat, Swedia, Australia, India, Prancis, dan sebagainya.

Tim Davis Cup Indonesia (sumber: ayotenis)

Peristiwa penting kedua yang juga harus dicatat dengan tinta emas adalah, keberhasilan petenis Indonesia di SEA Games 1987 di Jakarta. Regu Indonesia (Tintus A.W, Wailan Walalangi, Suhayadi, Abd. Kahar MIM, serta Suzanna Anggarkusuma, Yayuk Basuki, Agustina,Wibisono dan Tanya Soemarno) berjaya menyapu bersih seluruh tujuh mendali emas yang diperebutkan - sapu bersih seluruh tujuh emas yang pertama dalam sejarah SEA Games. Melengkapi prestasi ini, Tintus membukukan pula dua kali juara SEA Games (Bangkok dan Jakarta), sedang Yayuk Basuki (17 tahun waktu itu) mencetak rekor sebagai juara termuda sepanjang riwayat Sea Games.

Pada ajang Federasi Cup di Montreal, Kanada, regu putri kita yang tcrdiri dari Suzanna Anggarkusuma, Yayuk Basuki, dan Waya Walalangi, berhasil menempatkan diri di babak perempat final. Sukses ini mcnghasilkan jatah "tiket" untuk satu pemain di cabang tennis Olimpiade 1988 di Seoul, Korea Selatan.

Suzzana dan Yayuk (sumber)

Indonesia semakin menampakkan taringnya pada cabang tenis. PELTI membidik Grand Slam Tour Junior yang mana pada Rolland Garros, Yayuk Basuki sampai ke perdelapan final. Dan di Kejuaraan Junior Belgia (Grup 2 ITF), Yayuk Basuki berhasil menjadi juara tunggal putri.

Tenis Junior Indonesia selanjutnya diarahkan ke Wimbledon, yang telah lama menjadi kiblat para petenis dunia. Yayuk Basuki, yang terkirim, di babak pertama mengalahkan petenis utama Amerika Nicola Arent yang diunggulkan di tempat ke-l0 dengan skor 7-6 (9-7), 6-1. Sayang, pada penampilan berikutnya, Yayuk terjegal petenis muda dari Uni Soviet berperingkat dunia WTA.

Dari beberapa prestasi dan beberapa perjalanan sejarah yang bisa diketahui. Maka dapat disimpulkan bahwa meningkatnya prestasi petenis tanah air tak lepas dari sarana dan prasarana pendukung. Meski sempat didominasi oleh petenis Jawa, ajang PON telah membuka mata bahwa sumber daya manusia Indonesia ini sangat besar. Petenis-petenis tangguh tanah air banyak lahir dari berbagai tempat di nusantara yang telah ikut serta mewarnai dunia pertenisan tanah air.

Yayuk Basuki (sumber: instagram)

Tahun-tahun berikutnya tenis Indonesia tak lagi mengalami masa keemasan seperti dulu. Namun masih mempunyai nama yang patut diperhitungkan. Dewasa ini tenis sudah berkembang pesat bahkan hingga ke pelosok dan pulau-kecil. Semoga tenis Indonesia kembali berjaya dan bisa mengulangi masa keemasan yang pernah dicapai para legenda dulu.

 

 

 

 

Refrensi:
https://www.kompas.com/sports/read/2021/11/03/15400028/sejarah-tenis-lapangan--asal-usul-dan-awal-masuk-indonesia?page=all
https://kumparan.com/info-sport/itf-adalah-federasi-internasional-yang-menaungi-olahraga-apa-1xkk97xudlW/full
http://peltikrw.blogspot.com/2011/04/sejarah-pelti.html
https://towamatano.co.id/sejarah-singkat-persatuan-tenis-lapangan-seluruh-indonesia/

Monday, October 10, 2022

Masuknya Tenis di Indonesia, Berdirinya PELTI dan Perjalananannya Pada Masa Kolonial: Cerita Tenis Lapangan

Setelah populer pada penghujung abad 19, olahraga tenis terus berkembang saat memasuki abad 20. Perkembangan olahraga ini sudah hampir menyebar di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, negeri kita. Tenis masuk ke Indonesia (yang pada saat itu masih bernama Hindia Belanda) diperkirakan pada awal abad akhir abad 19 dan awal abad ke 20. Hal ini terlihat dari arsip dokumen Belanda di Tropen Museum yang memperihatkan anggota klub tenis Belanda di Surabaya. Keterangan dalam foto tersebut tertulis "orang Belanda di klub Tenis Surabaya 1895-1910".

Awal Tenis di Indonesia (sumber foto)

Sejauh ini ada dua versi mengenai masuknya tenis ke Hindia Belanda. Pertama adalah dibawa oleh orang Belanda yang kala itu menjajah Indonesia, dan yang kedua adalah dibawa oleh pelaut-pelaut Inggris yang lewat dan singgah di pulau-pulau Nusantara.

Pada awal 1920, tenis sudah berkembang di sekolah-sekolah elit di Jawa seperti Stovia, Rechrschool, dan Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS). Olahraga tenis yang masih "dikuasai" oleh kalangan elit pada saat itu membuat hanya sedikit pribumi yang dapat kesempatan untuk mengayunkan raket tenis. Selebihnya dimainkan oleh Belanda dan kawan-kawannya. Siswa-siswi pribumi yang mendapat kesempatan belajar di sekolah elit tersebutlah yang menjadi "duta" tenis dalam mengenalkan olahraga ini ke kalangan yang lebih luas. Beberapa organisasi pemuda yang eksis kala itu kerap mengikut sertakan tenis dalam setiap kegiatan olahraganya. Dan menjadi salah satu olahraga penghimpun masa sehingga menjadi objek pengamatan bagi kaum nasionalis yang menginginkan bangsa ini merdeka.

Setelah peristiwa Soempah Pemoeda tahun 28 dengan ikrarnya yang melegenda itu, gerak-gerik pribumi semakin mendapat pantauan Belanda, baik yang bersifat non-politik, terlebih lagi yang bersifat politik. Atas dasar itu, beberapa orgnanisasi pemuda melebur menjadi satu dengan membuat organisasi bernama Indonesia Moeda, hasil dari Kongres Pemuda di Solo pada 28 Desember 1930-2 Januari 1931. Indonesia Moeda lahir berlatarbelakang dari larangan yang diberlakukan bagi beragam kegiatan yang mereka buat. Mereka berkeyakinan, hanya dengan menggerakkan aktivitas sosial masyarakat baru bisa dicapai persatuan seluruh rakyat menuju kemerdekaan. Di dalamnya juga termasuk kegiatan olahraga. Setiap pemuda yang sehat dan ingin sehat tentu menggernari olahraga, yang di dalamnya sportivitas dan sifat kompetitif merupakan satu sisi dari mata uang, dan pada gilirannya dapat membangkitkan patriotisme.

Sumber

Paralel dengan hal tersebut, tenis di Tanah Air terus berkembang dan mulai melahirkan pemain-pemain top dari kalangan pribumi. Hal ini terbukti dari kejuaraan Tenis Nasional yang diselenggarakan oleh De Alegemeene Nederlandsche Lawn Tennis Bond (ANILTB), organisasi Tenis milik Belanda. Kejuaraan yang diselenggarakan di Malang, Jawa Timur, pada akhir 1934 itu penuh dengan kejutan. Wakil pribumi yang ikut serta dalam kejuaraan tersebut secara mengejutkan "melumat habis" para penjajah dengan ayunan raketnya. Di partai tunggal putra, dua saudara Soemadi dan Samboedjo Hoerip maju babak final, yang pertandingan akhirnya dimenangkan oleh Samboedjo. Dua partai berikutnya tak kalah menarik. Yang pertama, pasangan ganda putra Hoerip Bersaudara, menggilas pasangan Belanda, Bryan/Abendanon, 6-3, 6-4 di final. Juara ganda campuran juga diraih keluarga Hoerip, Samboedjo dan Soelastri berhasil mendepak pasangan “penjajah”, Bryan/Nn. Schermbeek, 6-4, 6-2 sekaligus mencetak gelar pemegang juara turnamen ANILTB tiga kali beruntun, tahun 1932-1934. 

Prestasi gemilang pribumi ini mendorong organisasi Indonesia Moeda mengadakan Kejuaraan Olahraganya sendiri. Kejuaraan ini dihelat setiap tahun bersempena dengan pertemuan tahunan Indonesia Moeda. Tenis juga mnejadi salah satu olahraga yang ditandingkan. 

Wanita bermain tenis (sumber: Leiden University Libraries)

Kejuaraan pertamanya dilaksanakan pada Desember 1935 di Semarang yang juga sekaligus menjadi saat dicetuskannya pembentukan Persatuan Lawn Tennis Indonesia (PELTI). Kejuaraan ini sendiri diprakarsai oleh dr. Hoerip yang diakui sebagai Bapak Tennis Indonesia. Ia menghimpun 70 petenis dari seluruh Jawa dalam turnamen itu. Pada momen langka itu, Mr. Budiyanto Martoatmodjo -seorang tokoh tenis dari Jember- menggagas pendirian organisasi yang menjadi wadah pecinta tenis di tanah air, utnuk selanjutanya disepakati dengan nama Persatuan Lawn Tennis Indonesia.

Kejuaraan itupun dipantau dan mendapat perhatian serius dari kolonial Belanda. Itu tercermin dengan dimuatnya peristiwa penting bagi olahraga tennis tersebut dalam surat kabar De Locomotif 30 Desember 1935 dengan Judul yang kalau diterjemahkan berbunyi : “Kejuaraan Tenis Seluruh Jawa dari Persatuan Lawn Tennis Indonesia”. Berita ini secara tidak langsung juga merupakan pengakuan Belanda bahwa ANILTB telah mendapatkan saingannya. 

Mr. Boedijarto Martoatmojo yang kemudian dianggap sebagai pencetak dasar utama pendirian organisasi PELTI, menguraikan azas dan tujuan pendirian organisasi tersebut. Ia mengatakan bahwa PELTI sebagaimana organisasi kebangsaan lainnya, sama sekali tidak mengasingkan diri. Tujuan praktis utama PELTI adalah mengembangkan dan memajukan permainan tennis di tanah air dan bagi bangsa sendiri. PELTI juga akan menyebarluaskan peraturan permainan, memberi keterangan dan bantuan dalam pembuatan lapangan tennis. Juga mengadakan dan mengatur serta menyumbang bagi terlaksananya pertandingan, di samping berusaha memasyarakatkan permainan tenis itu sendiri.

Gagasan pendirian PELTI ini mendapat dukungan yang memadai, khususnya pada kalangan yang berani mengambil resiko berhadapan dengan pemerintah kolonial, termasuk dari kalangan yang terpandang. Di Semarang saja, para simpatisan semacam itu tidak sedikit jumahnya. Misalnya: Dr. Boentaran Martoatmodjo, Dr. Rasjid, Dr. Mokhtar, Dr. Sardjito, R.M. Soeprapto, Nitiprodjo, dan beberapa lainnya. Dari Para tokoh berbagai kota Iainnya seperti: Mr. Boedhijarto Martoatmodjo (Jember), R.M. Wazar (Bandung), Djajamihardja (Jakarta), Mr. Susanto Tirtoprojo (Surabaya), Mr. Soedja (Purwokerto), serta Mr. Oesman Sastroamidjojo, ahli olahraga tennis yang namanya terkenal di Eropa.

Sejatinya, gagasan dari dr. Hoerip tentang pembentukan PELTI sudah ada sejak 1930 (tahun dimana PSSI terbentuk). Namun pengalaman pahit pada saat-saat pendirian PSSI tampaknya menjadi cermin pembanding bagi para pelopor PELTI, hingga mereka memilih bersikap Iebih hati-hati menghadapi reaksi pemerintah Belanda yang tidak senang melihat setiap kegiatan yang bersifat mempersatukan kekuatan. Para pendiri PELTI tidak Ingin organisasi yang akan mereka dirikan mati dalam kandungan. Itulah sebabnya PELTI baru berdiri lima tahun kemudian, tahun 1935. Dan tanggal 26 Desember 1935 ditetapkan sebagai hari lahirnya PELTI (Persatuan Lawn Tennis Indonesia).

Logo PELTI

Mr. Boedijarto Martoatmojo ditunjuk sebagai ketua PELTI pertama. Namun karena ia tinggal di Jember dan pusat PELTI ada di Semarang, tampuk kekuasaan PELTI ia serahkan kepada saudaranya Dr. Boentaran Martoatmodjo yang menjadi ketua PELTI 5 tahun berturut-turut sejak 1935.

Berkembang pesatnya PELTI membuat "saudaranya" merasa sangat tersaingi. ANILTB mencari berbagai macam cara agar PELTI bisa tunduk di bawahnya, salah satunya adalah dengan cara memaksa PELTI untuk bergabung dengannya. Bahkan dengan nada yang mengancam keselatan dan keberlagsungan PELTI itu sendiri. Hal itu terjadi pada kejuaraan PELTI di Yogyakarta pada 1937. Ancaman ini sempat menggoyahkan organisasi tennis Indonesia itu, sampai lahir usul agar diadakan scmacam gentlemen's agreement (perjanjian persahabatan). Tapi usul itu ditentang keras oleh PELTI.

Dalam keadaan demikian, PELTI tidak ingin gegabah dalam melangkah. PELTI memilih menggeser waktu pertandingan tahunannya, dari hari-hari Libur Natal (Desember) ke hari liburan Paskah (April). Dengan demikian, mereka menghindari hentrokan dengan ANILTB. Hal tersebut mulai dilakukan PELTI saat merayakan lustrumnya yang pertama, april 1939 sekaligus berlangsungnya kongres pertama PELTI di Bandung.

Paralel dalam kurun waktu sebelum 1939, banyak klub-klub tenis daerah yang berdiri dan eksis. Persatuan Tenis Indonesia Bandung (PTIB) berdiri, begitupun di Jakarta. Klub-klub tenis ini tentunya diisi oleh pribumi tanah air dengan prestasi yang tak kalah dibanding dengan penjajahnya. Bahkan bisa membuat kejuaraan-kejuaraannya sendiri. Hadirnya mereka seakan menjadi saingan dari organisasi tenis ciptaan kolonial seperti Bandoengsche Tennis Unie (BTU), Kedirische Tennisbond, dan lain lain. 

Pada Kongres Pertama ini, tema keanggota menjadi objek serius yang didiskusikan. Sebab meski "sekandung" PELTI dan PSSI memiliki perbedaan saat pendiriannya. PSSI berdiri atas dasar perwakilan kelompok-kelompok sepakbola. Sedangkan PELTI atas dasar perorangan. Hal keanggotaan itu sempat dimanfaatkan oleh kolonial Belanda melalui ANILTB untuk melakukan politik pecah belahnya. Namun, sekali lagi sejarah membuktikan bangsa kita adalah bangsa yang kuat, hampir di segala lini, termasuk olahraga. Setelah keanggotaan ditetapkan, PTIB adalah anggota resmi PELTI yang pertama.

Kejuaraan Tenis Nasional di Bandung pun kembali menjadi sorotan Belanda. Tuan Janz, ketua Bandoengsche Tennis Unie (BTU) yang menyaksikan turnamen di Bandung atas undangan, menyarankan kepada ANILTB agar mengakui PELTI sebagai induk organisasi tenis, sehingga dapat berjalan berdampingan dalam suasana yang bersahahat. Dengan harapan berbagai turnamen ANILTB tidak akan ditinggalkan para pemain Tanah Air. Saran itu diikuti oleh ANILTB, selain karena saran Janz, kemungkinan juga karena kondisi politik saat itu, yang jelas ANILTB tak lagi mengintervensi petenis tanah air dan PELTI.






Refrensi:

https://www.kompas.com/sports/read/2021/11/03/15400028/sejarah-tenis-lapangan--asal-usul-dan-awal-masuk-indonesia?page=all
https://kumparan.com/info-sport/itf-adalah-federasi-internasional-yang-menaungi-olahraga-apa-1xkk97xudlW/full
http://peltikrw.blogspot.com/2011/04/sejarah-pelti.html
https://towamatano.co.id/sejarah-singkat-persatuan-tenis-lapangan-seluruh-indonesia/

Thursday, October 6, 2022

Organisasi Tenis Dunia, Turnamen Bergengsi Hingga Era "Terbuka": Cerita Tentang Tenis Lapangan

Dua tulisan sebelumnya kita membahas tentang sejarah hingga perkembangan tenis lapangan pada abad 19. Nah kali ini kita bahas mengenai organisasi tenis internasional hingga beberapa turnamen bergengsinya, yak. Jom!

Tenis Lapangan semakin menjadi olahraga yang begitu populer. Perkembangannya sudah sampai ke timur jauh. Ini terbukti dengan digelarnya Kejuaraan Nasional Australasia pada tahun 1905. Saat itu secara bergiliran menjadi tuan rumah antara Australia dan Selandia Baru. Kejuaraan tersebut saat ini lebih dikenal dengan Kejuaraan Australia Terbuka (Australian Open Championship).

Peserta konferensi berdirinya ILTF

Mendunianya tenis lapangan ini memndorong para pecinta tenis seluruh dunia untuk menginisiasikan suatu wadah yang mampu menaungi tenis secara universal. Maka pada tahun 1913 lahirlah Federasi Tenis Lapangan Internasional (International Lawn Tennis Federation: ITLF). Konferensi Umum tentang berdirinya organisasi yang membawahi olahraga tenis lapangan seluruh dunia ini berlangsung di Paris, Prancis. Ada 15 negara peserta konferensi tersebut, diantara Prancis, Australia, Inggris Raya, Denmark Austria, Belgia, Jerman, Hungaria, Italia, Belanda, Rusia, Afrika Selatan, Swedia, Swiss dan Spanyol. Tujuan awal berdirinya ITLF ini adalah untuk mengoperasikan 4 kejuaraan yang ada seperti Wimbledon, US Open, France Open dan Australia Open. Selain itu juga memastikan tenis lapangan berkembang pesat dengan aturan standard yang disepakati.

Nama Lawn Tennis digunakan karena pada saat itu lapangan rumput masih mendominasi permainan tenis.
Tenis semakin berkembang dan melakukan berbagai invoasi dan penyesuaian. Pada 1 Januari 1924, ILTF menerapkan peraturan tenis yang baru, dan pada saat yang sama juga meresmikan kategori baru bagi 4 kejuaraan tenis besar yang digelar tiap tahun seperti Kejuaraan di Inggris (Wimbledon), Kejuaraan AS Terbuka, Kejuaraan Prancis Terbuka (Rolland Garros), dan Kejuaraan Australia Terbuka. Keempat turnamen akbar tersebut saat ini kita kenal dengan nama Grand Slam.

4 turnamen Grand Slam

Tahun 1924, tenis lapangan menarik diri dari kepesertaan cabang olahraga dalam perhelatan olimpiade. Beberapa sumber menyebutkan terjadi ketidak-profesionalan dalam pengaturan tenis ditambah lagi perselisihan dengan Komite Olimpiade Internasional. Imbasnya pada tahun 1927, ILTF memutuskan untuk tidak ikut serta dalam perhelatan Olimpiade tahun 1928.

Perjalanan tenis melewati masa ke masa, termasuk dalam "panggung" perang dunia kedua. Akibatnya, kantor ILTF berpindah dari Paris ke London pada tahun 1939. Saat itu ILTF sudah memiliki 59 anggota.

Tenis berkembang tak hanya dalam lingkup peraturan permainan saja, peralatan permainan juga ikut berimprovisasi. Jika dahulu saat masa-masa awal dimainkan dengan tangan, lalu berubah dengan raket ketika pertama kali dikenalkan di Italia, kini penggunaan raket pada tenis juga mengalami perubahan, raket dengan satu bagian kayu berubah menjadi raket dengan kayu lapis, dan pada tahun 1967, untuk pertama kalinya Wilson memproduksi raket yang terbuat dari metal. Raket yang diberi nama T2000 tersebut merupakan raket pertama dan sekaligus menjadi legenda setelah legenda tenis Jimmy Connor mengadopsinya. Menyusul pada tahun 1976 dimana raket grafit dan fiberglass dikenalkan untuk pertama kalinya. Perkembangan dan penyesuaian tenis berlaku juga dengan bola, pada tahun 1948 komite bola internasional dibentuk untuk membuat standarisasi bola tenis di seluruh dunia. Penggunaan bola tenis terus berkembang mengikuti zaman. Sampai pada tahun 1972 mulai digunakan bola tenis berwarna kuning seperti yang kita lihat saat ini. 

Raket tenis dari masa ke masa

Era tenis terbuka dimulai pada tahun 1968, setelah melalui perdebatan panjang para anggota ILTF sejak 1960an. Sebelumnya kejuaraan tenis diadakan secara terpisah antara profesional dan amatir saja. Namun pada tahun 1968, turnamen tenis terbuka mulai diselenggarakan. Turnamen "terbuka" pertama ini berlangsung di Bournemouth, pantai selatan Inggris. Dan Prancis Terbuka yang merupakan salah satu bagian dari Grand Slam, menjadi kejuaraan tenis pertama yang diadakan pada era "terbuka". Ken Rosewall menjadi orang pertama yang memenangkan 2 kejuaraan tersebut.

Era terbuka terus berlanjut. Pada tahun 1969, Rodney "Rod" Laver dari Australia menjadi orang pertama yang memenangi 4 kejuaraan Grand Slam era "terbuka" ini. Bagi Rod Laver ini merupakan gelar Grand Slam keduanya. Grand Slam pertama ia dapati pada tahun 1962 sebelum era "terbuka" bergulir. Sejauh ini, Rod Laver merupakan satu-satunya petenis dalam sejarah yang mencapai dua Grand Slam.

Tahun 1970 menjadi tahun pertama penggunaan peraturan terbaru "Tie Break". Pertama kali diterapkan di kejuaraan AS Terbuka. Bila kedua pemain mendapat poin yang sama. Maka akan kembali diadu untuk siapa yang pertama kali dapat poin 5, dan sistem sudden dead bila sama-sama berada di poin 4-4. Dan pada tahun 1974, sistem tie break disetujui sebagai salah satu alternatif penilaian pertandingan.

Pada Tahun 1972, Asosiasi Petenis Profesional (Association of Tennis Profesional; ATP) dibentuk. Direktur eksekutif pertamanya adalah Jack Kramer dan Cliff Drysdale sebagai presiden. Setahun setelahnya, pada 1973 Asosiasi Petenis Wanita Profesional (Women's Tennis Association; WTA) dibentuk oleh Jean King. ATP dan WTP merupakan wadah yang beranggotakan petenis profesional pria (ATP) dan wanita (WTA) seluruh dunia guna melindungi kepentingan-kepentingan pemainnya. Dari ATP dan WTA ini lah peringkat petenis dunia diatur. 

Dan pada tahun 2019, Novak Djokovic mendirikan Asosiasi Petenis Profesional yang ia beri nama Profesional Tennis Player Association (PTPA), Novak menilai ATP yang didirikan pada tahun 1972 tersebut tak lagi menjalani fungsinya dengan baik sesuai dengan yang telah diamanahkan. Setelah mengalami proses yang panjang PTPA secara resmi berdiri pada tahun 2021. PTPA berkomitmen pada kesejahteraan petenis pada semua tingkatan, bebas dari semua kepentingan, sehingga mereka bisa fokus latihan, bertanding, dan menang.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 1977, International Lawn Tennis Federation atau ILTF membuang kata Lawn pada federasinya. Perubahan ini dilakukan sebagai bentuk pengakuan bahwa permainan tenis sudah berkembang dengan pesatnya sehingga tak hanya dimainkan pada lapangan rumput (lawn) saja. Turnamen-turnamen besar menggunakan lapangan semen, hingga tanah liat dalam kompetisinya. Akhirnya disepakati perubahan nama induk olahraga tenis dunia ini menjadi ITF (Interational Tennis Federation) seperti yang kita kenal hingga saat ini.

Tenis Lapangan kembali menjadi peserta dalam cabang olahraga olimpiade pada Olimpiade 1988 di Seoul Korea Selatan setelah absen selama 60 tahun. Kembalinya cabang olahraga tenis lapangan ini bersempena dengan perayaan hari jadi ke 75 tahun ITF.

Era terbuka tenis lapangan terus berlanjut dengan banyak melahir petenis ternama dunia. Sejak dimulainya era terbuka pada tahun 1968, sudah banyak nama-nama besar yang lahir seperti: Ken Rosewaal, Rod Laver (yang menginisiasikan Laver Cup), Jack Kramer, Bjorn Borg, Stefi Graf, Martina Navratilova, Venus dan Serena William, Pete Sampras, Andre Agassi, Maria Sarapova, Andi Roddick hingga "the big three" Roger Federer, Rafael Nadal dan Novak Djokovic.


 

 

Sumber refrensi:
https://www.tennistheme.com/tennishistory.html
https://www.itftennis.com/en/about-us/organisation/history-of-the-itf/
https://www.britannica.com/sports/tennis
https://www.rookieroad.com/tennis/history/
https://olympics.com/ioc/news/a-brief-history-of-tennis
https://hmn.wiki/id/Tennis_at_the_Summer_Olympics
https://www.itftennis.com/en/news-and-media/articles/history-of-tennis/
https://www.wtatennis.com/about
https://kumparan.com/info-sport/itf-adalah-federasi-internasional-yang-menaungi-olahraga-apa-1xkk97xudlW/full
https://ptpaplayers.com/about/

Monday, October 3, 2022

Cerita Tentang Tenis : Serba Pertama Pada Abad 19

Sejarah awal mengenai olahraga tenis sudah kita bahas pada tulisan sebelumnya. Bisa dibaca dengan klik tautan ini, ya. Kali ini kita akan mengulik perkembangan olahraga tenis selanjutnya, oke!

Setelah permainan tenis di luar lapangan dikenalkan oleh Mayor Wingfield, tenis menjadi berkembang cukup populer dan mendapat atensi di Eropa. Prancis yang merupakan negara tempat olahraga ini berasal juga mengembangkan permainan tenisnya. Tahun 1872 Major Herry Gem mendirikan Klub Tenis pertama di Prancis, bahkan menjadi klub tenis pertama di dunia. Klub ini bernama Leamington Lawn Tennis Club

Perkembangan olahraga tenis sampai keluar Eropa. Terbukti pada tahun 1874, digelar turnamen tenis pertama di Amerika, setelah sebelumnya dua beradik Joseph dan Clarence Clark membawa aturan-aturan tenis lapangan dari Mayor Walter Wingfield ke Amerika Serikat dan mengadakan turnamen pada akhir tahun 1874.

Clarence dan Joseph Clark

Pada tahun 1875, Henry Cavendish meyakini para pemain Kroket yang tergabung dalam All England Croquet Club untuk mengganti lapangan kroket dengan lapangan tenis. Klub Kriket Marylebone mengikutinya dan sekaligus mengambil andil besar dengan membuat perubahan-perubahan dalam permainan. Diantaranya menambahkan deuce (skor 40-40), keuntungan pemberi dan penerima, dua kali service hingga perubahan lapangan yang semula berbentuk jam pasir menjadi persegi panjang seperti yang digunakan hingga saat ini.

Pada tahun 1877 ini pula kejuaraan tenis dunia pertama kali dibuat. Berlokasi di jalan Worple, Wimbledon, London, acara ini disponsori oleh All England Croquet Club. Hanya 22 pemain putra yang mengikuti kejuaraan ini, dengan nomor tunggal putra. Spencer William Gore menjadi pemenang dalam kejuaraan tenis dunia yang pertama kali ini. Ini merupakan cikal bakal turnamen tenis The Championship, Wimbledon.

William Gore dan Logo Wimbledon saat ini.

Selanjutnya banyak terjadi berbagai inovasi dalam permainan tenis. Pada masa-masa awal, service dilakukan dengan cara underarm, yaitu teknik ayunan raket dari bawah. Pun selama bertanding, pukulan smash belum ditemukan. Baru pada tahun 1880 lahirlah smash overhead, yaitu pukulan smash dengan raket di atas kepala. Pukulan smash ini dikenalkan oleh Renshaw bersaudara di Wimbledon. Dalam dekade 1880an, Renshaw bersaudara adalah raja tenis dengan memenangi banyak kejuaraan.

Perkembangan tenis di luar benua Eropa juga semakin pesat, pada tahun 1881 digelar turnamen tenis di Amerika Serikat yang sampai saat ini dikenal dengan US Open. Turnamen tenis terbuka ini digelar setelah Asosiasi Tenis Lapangan Amerika (United States National Lawn Tennis Association disingkat USNLTA; cikal bakal USTA) terbentuk. US Open merupakan turnamen tenis nasional yang hanya diikuti oleh penduduk Amerika, pemenang US Open pertama adalah Richard Dick Sears.

Richard D. Sears, logo US Open dan Logo USTA saat ini

Selama masa-masa itu olahraga tenis masih dimainkan oleh lelaki. Baru pada tahun 1884, Wimbledon membuka turnamen yang bisa diikuti oleh wanita, saat itu terdiri dari 13 peserta. Pada turnamen itu juga dipertandingkan ganda putra untuk pertama kalinya. 

Berkembangnya olahraga tenis lapangan di dunia yang pesat menjadikannya harus memiliki wadah untuk mengatur segala sesuatu tentang tenis secara sistematis dan terintegrasi. Maka pada tahun 1888 berdirilah Lawn Tennis Association (LTA) yang berpusat di Inggris. Tahun 1891 Kejuaraan Tenis dibuka di Prancis untuk pertama kalinya, kala itu pesertanya masih dikhususkan untuk warga Prancis saja, kejuaraan ini merupakan cikal bakal Kejuaraan Rolland Garos.

Olahraga tenis lapangan juga masuk dalam salah satu cabang olahraga pada Olimpiade pertama di Athena yang berlangsung pada bulan april tahun 1896. Kala itu hanya dipertandingan nomor tunggal putra dan ganda putra. Olahraga tenis hanya diikuti separuh negara peserta olimpiade. Peraih medali emas tunggal putra saat itu adalah John Boland dari Inggris Raya, sedangkan peraih emas pada nomor ganda putra adalah Johnd Boland dan Friedrich Traun dari Tim Campuran Negara.

Traun (kiri), Boland (kanan) pada Olimpiade modern pertama

Perkembangan tenis semakin melesat. All England Croquet Club yang bermarkas di Distrik Wimbledon berganti nama menjadi All England Lawn Tennis dan Croquet Club pada tahun 1899 dikarenakan peminat kroket semakin hari semakin berkurang kala itu. Distrik Wimbledon menjadi tempat berkembangnya tenis modern yang kita kenal saat ini. 

Memasuki akhir abad 19, tepatnya pada tahun 1900, seorang mahasiswa Universitas Harvard Dwight F. Davis menggagas turnamen tenis beregu yang mempertandingkan dua negara, antara Amerika Serikat dan Kepulauan Inggris. Ajang tersebut diberi nama Piala Tenis Lapangan Internasional (International Lawn Tennis Challenge Trophy). Turnamen ini merupakan turnamen tenis bergeu pertama, dan yang menjadi cikal bakal Davis Cup yang kita kenal hingga saat ini.


Refrensi:
https://www.tennistheme.com/tennishistory.html
https://www.itftennis.com/en/about-us/organisation/history-of-the-itf/
https://deepublishstore.com/materi/tenis-lapangan/
https://www.ourwarwickshire.org.uk/content/article/leamingtons-role-in-the-origins-of-lawn-tennis
https://www.leamington-tennis-squash.co.uk/club-history/
https://mahasiswa.ung.ac.id/831412203/home/2013/3/10/sejarah_tenis_lapangan.html

Saturday, October 1, 2022

Cerita Tentang Tenis Lapangan : Dari Olahraga Telapak Tangan Hingga Favorit Para Bangsawan

Pensiunnya Roger Federer beberapa waktu lalu membuat "gempar" para penikmat olahraga dunia, terutama penggemar tenis lapangan. Pecinta olahraga mana yang tak kenal dia. Sang Master, The King, The GOAT, serta banyak gelar dan julukan lain yang disematkan pada pria berkebangsaan Swiss tersebut. Legenda Tenis Lapangan ini telah membuat orang banyak jatuh cinta pada tenis lapangan, olahraga yang telah membesarkan namanya.
Roger Federed (via scotsman(dot)com)
Laver Cup 2022 kemarin menjadi pertandingan resmi ATPnya yang terakhir. ATP (Association of Tennis Professionals) merupakan wadah perkumpulan para petenis profesional berkumpul. Roger Federer yang berada dalam tim Eropa berduet dengan rival sekaligus sahabatnya, Rafael Nadal. Meski tak menang, namun pertandingan itu menjadi sangat emosional. The last dance, begitu para fans menyebutnya.

Tenis Lapangan (atau familiar dengan sebutan tenis saja) merupakan salah satu olahraga populer di dunia. Data world atlas menempatkan tenis sebagai olahraga favorit nomor 4 dunia dengan 1 miliar orang penggemar. Tapi sebelum mengulik lebih jauh, mari kita cari tau seluk beluk tentang olahraga populer ini.

Apa itu Tenis Lapangan?
Meski sudah begitu populer, namun tak ada salahnya kita menjelaskan secara singkat mengenai olahraga ini. Kali aja ada yang belum tahu, ye kan? Tenis Lapangan merupakan olahraga yang menggunakan raket dan bola kecil (kami masyarakat Natuna menyebutnya dengan bola kasti) sebagai alat permainannya, permainan ini dimainkan di lapangan berukuran persegi panjang dan dipisahkan dengan net setinggi kurang lebih satu meter yang melintang di tengah-tengah lapangan.
Tenis Lapangan (via thredbo(dot)com(dot)au)
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Tenis Lapangan adalah permainan yang menggunakan bola (sebesar kepalan) sebagai benda yang dipukul dan raket sebagai pemukulnya, dimainkan oleh dua pemain (dua pasang), di lapangan yang dibatasi oleh jaring setinggi kira-kira satu meter. Sementara itu pengertian tenis lapangan atau lawn tennis menurut Encyclopedia Britannica adalah permainan di mana dua pemain berlawanan (tunggal) atau pasangan (ganda) menggunakan raket yang diikat dengan kencang untuk memukul bola dengan ukuran, berat, dan memantul di atas jaring (net) di lapangan berbentuk persegi panjang.

Pemenang dalam permainan tenis dihitung dengan set dan/atau game. Dalam turnamen-turnamen besar, permainan tenis dimainkan dengan 3 sampai 5 set, satu set terdiri dari 6 game, dan satu game terdiri atas 4 kali hitungan yang terdiri dari 0, 15, 30, dan 40, serta pemain akan memenangkan satu game setelah skor 40. Apabila skor mencapai 40-40, diberlakukan sistem deuce, atau advantage (keuntungan pemberi / keuntungan penerima) yang dalam bahasa "pasar" tenis, poin tersebut disebut dengan one in (keuntungan pemberi/pemegang service) dan one out (keuntungan penerima service).

Hitungan tenis yang boleh dibilang unik ini konon berasal dari waktu satu jam (60 menit), dimana tiap poin diambil dari seperempat jam, 15 (fifteen), 30 (thirty) dan 45 (forty five). Oleh karena pelafalan 45 dalam bahasa Inggris menjadi 3 suku kata (for-ty-five), jadi penyebutan 45 diganti menjadi 40 (forty) saja.

Jika dalam satu set terdapat game dengan angka yang sama yaitu 5-5, maka game akan ditentukan oleh pemain yang mencapai game 7. Jika permainan sengit dan skor game menjadi 6 - 6, maka dilanjutkan dengan hitungan tie break. Mencari satu game dengan skor 1 sampai 7. 

Sejarah Tenis Lapangan
Sejarah tenis lapangan menurut laman tennistheme sudah ada sejak ribuan tahun lalu. Para peneliti olahraga menemukan bukti-bukti bahwa cikal bakal permainan tenis lapangan sudah dimainkan sejak zaman Yunani Kuno.

Lalu dikembangkan menjadi permainan bola tangan yang berkembang di Prancis pada abad 12 dengan sebutan "paume" yang berarti telapak tangan. Dalam beberapa tahun, "paume" menjelma menjadi "jeu de paume" yang berarti permainan telapak tangan. Permainan ini pertama kali dibuat oleh para biarawan Eropa sebagai hiburan pada acara resmi. Awalnya bola dipukul dengan tangan, lalu berinovasi dengan sarung tangan kulit. Sarung tangan kulit ini berganti dengan pegangan adaptif agar menjadi efektif saat memukul dan servis bola. Ini kemudian menjadi cikal bakal lahirnya raket tenis. Tak hanya raket, bola tenis dalam sejarahnya juga mengalami berbagai perkembangan. Bola tenis pertama terbuat dari kayu, lalu berkembang dengan diisi bahan selulosa agar mudah untuk memantul.
Cikal Bakal Permainan Tenis (via tennistheme(dot)com)
Permainan ini menjadi populer di kalangan biarawan selama abad 14. Meski tak begitu mendapatkan dukungan dari gereja, namun permainan ini berkembang dan menyebar, serta menjadi populer di Eropa. Terlebih lagi permainan ini diadopsi oleh keluarga kerajaan.

Salah satu raja yang 'gila' akan permainan ini adalah Raja Prancis Louis X, ia menjadi orang pertama yang membangun arena permainan ini di dalam ruangan (indoor) dengan gaya modern, ini dilakukan karena sang Raja tidak suka main di luar. Desain lapangannya menjadi acuan dan menyebar di seluruh istana Kerajaan di Eropa. 
Raja Prancis Louis X, via theeuropeanmiddleages(dot)com
Namun sayang, pada bulan Juni 1316, Raja Louis X meninggal setelah bermain "jeu de paume". Beberapa sumber menyebutkan ia meninggal karena kelelahan karena setelah pertandingan yang melelahkan ia meminum banyak anggur dingin yang menyebabkan radang paru-paru, ada pula yang beranggapan bahwa ia diracun. Namun, kematian Raja Prancis ini tak meredam popularitas permainan tenis, permainan ini terus berkembang.

Selama abad 16 hingga 18, permainan jeu de paume mendapat perhatian oleh para Raja dan Bangsawan. Para pemain Prancis akan memulai permainan ini dengan meneriakkan kata Tenez! yang berarti Mainkan! Dan inilah awal dari kata Tenis berasal. 

Abad 16 juga menandakan dimulainya perkembangan olahraga ini dengan masif. Pada tahun 1530an, Raja Inggris Henry VIII membangun lapangan tenis di Hampton Court Palace. Ini merupakan lapangan tenis pertama yang dibangun. Disusul pada tahun 1539 juga dibangun lapangan tenis di Falkland.
"Guinnes world record menempatkan lapangan Falkland sebagai lapangan tenis tertua di dunia"
Selang setengah abad berikutnya, yaitu sekitar tahun 1583, raket tenis pertama dibuat dan dikenalkan di Italia. Olahraga ini biasa disebut dengan Real Tennis atau Royal Tennis. Penyebutan ini dikarenakan permainan tennis dimainkan oleh para bangsawan dan kerajaan saat itu.
Hampton Cort Palace (via pinterest(dot)co(dot)uk)
Dalam literatur lain menyebutkan, kata tenis berasal dari sebuah tempat di tepi sungai Nil bernama Tinnis. Pada sumber yang sama juga menyebutkan asal kata raket berasal dari rahat (bahasa Arab yang berarti telapak tangan).
Tenis semakin berkembang pada abad 19. Pada tahun 1870, di distrik Wimbledon didirikan All England Croquet Club. Pada masa ini, olahraga tenis masih merupakan permainan dalam ruangan yang dimainkan orang-orang kaya. Seiring berjalannya waktu All England Croquet Club berubah menjadi All England Lawn Tennis and Croquet Club pada tahun 1899.
Permainan Tenis di dalam ruangan, via tennistheme 
Tahun 1873, seorang bernama Mayor Walter Wingfield menciptakan versi tenis yang bisa dimainkan di luar ruangan tepatnya di halaman rumput. Permainan itu disebut 'Sphairistike' (bahasa Yunani yang berarti "bermain bola") dan ia pertama kali memperkenalkannya ke Wales (UK). Permainan ini dimainkan di lapangan yang berbentuk seperti jam pasir di halaman rumput Manor House oleh orang-orang kaya Inggris, tempat dimana tenis dewasa ini berkembang.

Wingfield menjelaskan permainan Sphairistike yakni pada sebuah tempat dengan dua tiang, jaring, raket, dan bola karet India, ditambah dengan peraturan-peraturan permainan. Pada masa ini, Wingfield sudah memulai memainkan tenis modern. Seiring berjalannya waktu, penyebutan Lawn Tennis (tenis rumput) dipilih untuk digunakan dari pada Sphairistike, dan Wingfield mulai mengganti sebutan olahraga itu dengan lawn tennis.
Wingfield dan ilustrasi permainan sphairistike
Penggunaan kata Lawn Tennis (Tenis Rumput) masih terus digunakan meski dewasa ini lapangan tenis sudah mulai bervariasi. Organisasi Tenis Internasional juga mengawali namanya dengan ILTF (International Lawn Tennis Federation) dan berganti menjadi ITF (International Tennis Federation). Penggunaan kata Lawn Tennis juga sampai ke Indonesia, organisasi induk tenis Indonesia hingga detik ini masih bernama PELTI (Persatuan Lawn Tennis Indonesia), baik sejarah ITF dan PELTI akan kita bahas kemudian, ok!



Sumber:
https://www.tennistheme.com/tennishistory.html
https://deepublishstore.com/materi/tenis-lapangan/
https://bobo.grid.id/
https://www.itftennis.com/en/news-and-media/articles/history-of-tennis/
https://www.guinnessworldrecords.com/world-records/113969-oldest-real-tennis-court
https://id.quora.com/Kenapa-skoring-dalam-tenis-15-30-40-bukankah-lebih-mudah-1-2-3-atau-aturan-skoring-pada-umumnya-Apa-fungsinya-dibuat-begitu