Prolog . . .
Tahun 2020 lalu, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Natuna mengadakan suatu pelatihan wisata bertajuk Management Homestay. Pelatihan yang dilaksanakan selama 3 hari ini bekerjasama dengan Politeknik Bintan Cakrawala (PBC) sebagai pemateri. PBC merupakan perguruan tinggi yang berada di bawah naungan PT. Bintan Resort Cakrawala (BRC), sebuah perusahaan besar yang mengelola kawasan pariwisata terpadu dan terintegrasi di Kabupaten Bintan.
Hari kedua pelatihan, salah seorang general manager datang dan memberi motivasi, serta berbagi pengalaman mengenai pariwisata. Satu yang saya notice saat itu adalah ucapannya dengan bahasa melayu Singapura yang khas terdengar.
Uhyap.. ini dia..... 😁
Beberapa hari yang lalu saya dihubungi kantor Disparbud Natuna, mengabarkan bahwa saya terpilih untuk ikut studi komparasi pariwisata yang sudah dijanjikan tersebut. Dari puluhan peserta yang ikut, saya dari Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Pesone Bunguran Kelurahan Ranai Kota dan bang Jono dari Pokdarwis Air Batang Desa Mekar Jaya yang terpilih dalam studi komparasi ini.
Setelah segala administrasi selesai diurus (termasuk rapid antibody), saya dan bang Jono beserta rombongan yang terdiri dari Bapak Hardinansyah (Kadisbudpar), bapak Kardiman (Kabid Pemasaran Pariwisata), dan Kak Riska Handayani (Kasi Kerjasama dan Kelembagaan Industri Pariwisata), berangkat menuju Batam dengan wings air. Fyi je, ini kali pertama saya naik pesawat dimasa pandemi dan pasca tragedi kecelakaan pesawat awal tahun 2021 lalu. Pemberitaan di media-media tentang kecelakaan itu mempengaruhi saya dari sisi "psikologis" ketika akan naik pesawat untuk saat ini.
Bintan dari atas. |
Alhamdulillah perjalanan lancar, ditemani cuaca yang sangat bersahabat selama perjalanan. Kami tiba di Bandara Hang Nadim Batam saat menjelang zuhur. Ada yang beda kali ini, selain semua serba bermasker, bahkan ada yang gunakan face shield. Hang Nadim Batam pun terlihat sepi, tak seperti biasanya dengan lalu lalang pesawat dan banyaknya pesawat yang parkir. Saat berjalan ke dalam juga demikian, tidak banyak penumpang yang duduk di ruang tunggu menunggu keberangkatan, hal yang sangat kontras ketika saya transit di Batam tahun 2019 lalu. Lalu saat akan menuju pintu keluar, beberapa petugas bandara sudah menunggu untuk memindai barcode dari aplikasi eHAC (Health Alert Card) yang sudah kami isi sebelumnya. Aplikasi eHAC adalah Kartu Kewaspadaan Kesehatan elektronik, eHAC harus diisi ketika akan berangkat lintas daerah. Ia berisi data diri, riwayat kesehatan sampai data kendaraan yang kita gunakan.
Hang Nadim |
Di luar terminal, kami sudah ditunggu seorang laki-laki dengan membawa kertas putih bertuliskan "Riska Handayani". Beliau adalah utusan PT. BRC yang akan membawa kami dari bandara menuju pelabuhan Telaga Punggur. Setelah sampai, kami disuruh menunggu sebentar sementara bapak yang tadi membeli tiket speedboat. Kemudian kami dipersilahkan ke ruang tunggu dan langsung menuju speedboat tujuan Tanjung Uban. Perjalanan dari Telaga Punggur menuju Tanjung Uban tidak lama, sekitar 15 menit saja perjalan dengan speedboat ukuran sedang, tak sebesar speedboat dengan rute Batam - Tanjung Pinang. Cuaca yang agak mendung dengan sedikit gerimis membuat perjalanan 15 menit ini terasa lama dan sedikit "bergoyang" oleh gelombang selat Batam Bintan.
Setelah sampai di pelabuhan, kami kembali dihadapkan dengan petugas yang memindai eHAC. Yang saya lihat, beberapa penumpang masih asing dengan aplikasi dan kebiasaan ini, sehingga menimbulkan sedikit panik dan bingung bagi penumpang yang belum mengisinya. Memang, pandemi ini memberikan banyak pelajaran dan kebiasaan baru yang harus diterapkan, semoga masyarakat bisa cepat beradaptasi nantinya.
Speedboat di Telaga Punggur |
Sesaat keluar dari pelabuhan, kami dihampiri oleh dua orang dengan menggunakan baju yang sama, mereka tersenyum ramah dan menyapa kami seraya memperkenalkan diri. Mereka adalah pak Imam dan mba Putri, utusan dari PT. BRC yang akan menjadi Liaison Officer (LO) kami hari ini. Dari pelabuhan Tanjung Uban kami diantarkan ke mobil dan dibawa menuju rumah makan untuk santap siang terlenih dahulu. Perjalanan "trimatra" tadi membuat isi perut meronta-ronta minta diisi. Di rumah makan, beberapa perwakilan PT. BRC ikut bersama kami sambil santap makan siang, berbincang-bincang ringan tentang agenda studi komparasi selama tiga hari ini.
Makan siang |
Santap siang selesai, selanjutnya kami dibawa menuju PT. BRC. Agenda berikutnya adalah ramah tamah antara Pemda (Disparbud Natuna) dengan PT. BRC di aula kampus PBC. Perjalanan panjang kami lewati dari Tanjung Uban menuju lokasi PT. BRC, melewati pesisir utara pulau Bintan, melewati hutan kecil hingga sungai dan hutan bakau. Dalam perjalanan, saya banyak melihat pantai-pantai yang indah lengkap dengan fasilitasnya. Namun terlihat sepi. Geliat pariwisata di Bintan pun terlihat lesu efek dari pandemi ini.
Sesaat akan masuk ke gerbang wilayah PT. BRC, kami diberhentikan oleh petugas keamanan, meminta surat keterangan hasil rapid, memeriksa suhu tubuh, dan memberikan selebaran berisi barcode yang harus dipindai. Yap, sistem pindai barcode pengganti buku tamu pengunjung. Setelah memindai barcode, ada form yang harus didaftarkan dan diisi sebagai bukti kita pernah berkunjung di lokasi tersebut. Perjalanan dilanjutkan.
Tak lama perjalanan, kami memasuki "perkampungan" PT. BRC, bangunan-bangunan bergaya 90an tersaji selama perjalanan masuk. Bangunan-bangunan itu merupakan perkantoran, sekolah, kantin, perumahan, asrama, hingga apartemen. Arsitektur khas 90an ini adalah bangunan awal yang belum berubah sejak pertama kali diresmikan.
Kawasan BSA (Bintan Service Apartment) |
Tambahan masker dan hand sanitizer |
Mobil kami memasuki kawasan Bintan Service Apartment, sebuah komplek bangunan berlantai dua yang terdiri dari beberapa gedung. Ini merupakan apartemen yang biasa ditinggali oleh karyawan atau dosen yang bekerja di PT. BRC. Proses check in dibantu oleh mbak Putri dan pak Imam, lalu kami diantarkan ke apartemen. Tiga apartemen disiapkan untuk kami tidur malam ini, satu apartemen terdiri dari 1 ruang tamu yang digabung dengan ruang tengah, 2 kamar tidur, 1 kamar mandi, 1 dapur dan 1 tempar jemur. Fasilitas standar hotel atau penginapan tersaji di masing-masing ruangan, toiletries, paket minuman (teh, kopi, gula, dll). Yang bsedikit berbeda adalah di atas meja bulat di ruang tamu, di sana tersedia 4 botol air mineral, masker dan hand sanitizer.
Salah satu kamar di apartemen |
Kami meletakkan barang, mandi, dan bersiap-siap menuju aula kampus PBC untuk agenda selanjutnya. Beberapa mahasiswa sudah menunggu kami di depan loby, memeriksa suhu badan, memberikan hand sanitizer, lalu diantarkan ke aula kampus. Di aula kami sudah ditunggu kedatangannya. Acara dimulai dengan suasana formal, lalu dilanjutkan dengan pemaparan mengenai PT. BRC dan PBC secara umum. Pak Hardinansyah juga mendapat kesempatan untuk mempresentasikan tentang Natuna. Besar harapan akan terjalin kerjasama yang berkelanjutan untuk kemajuan bisnis dan pariwisata antara kedua belah pihak nantinya. Acara ditutup dengan foto bersama.
Acara ramah tamah |
Foto bersama diakhir acara. |
Selesai? Belum, agenda kami berlanjut ke restoran tanah merah untuk makan malam. Resto tanaha merah merupakan rumah makan yang terletakj di tepi laut di dekat hutan bakau. Menu andalannya adalah beragam jenis seafood yang memang menjadi daya tarik wisata kuliner di provinsi ini. Beberapa tamu datang saat makan malam ini, selain dari kami dan PT. BRC, kalangan pemerintah daerah Kabupatren Bintan juga hadir pada jamuan makan kali ini. Setelah selesai, kami kembali menuju apartemen untuk beristirahat.
Restoran Tanah Merah |
Dinner nyaman |
Sambung gak ya____________? 😅
No comments:
Post a Comment