Saturday, April 3, 2021

Cerita Studi Komparasi Wisata di Bintan : Eksplor BRC

Hari kedua di kawasan Bintan Resort Cakrawala. Setelah "urusan pagi hari" diselesaikan, kami bersiap-siap mengikuti agenda berikutnya. Kegiatan pertama hari kedua kali ini adalah sarapan di pujasera BRC, letaknya sekitar 200 meter dari BSA. Kami kembali dipersilahkan untuk memindai barcode lewat telepon genggam masing-masing sebelum masuk ke pujasera. Pusat jajanan serba ada milik BRC ini kini tak ramai seperti biasanya, banyak tenant yang tutup imbas pandemi yang masih seliweran di sana sini.
Scan "buku tamu" barcode

Pujasera BRC, sepiii
Setelah kembali mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan. Tujuan kali ini yaitu Bintan Mangrove. Letaknya tak begitu jauh dari pujasera BRC. Melewati komplek BRC, mobil yang kami tumpangi berhenti di tepian jalan di dekat lapangan bola, yang di seberangnya ada gapura bertuliskan Bintan Mangrove. Kami berjalan kaki dari gapura menuju dermaga. Dalam benak saya, kami akan berjalan kaki menyusuri hutan mangrove seperti wisata mangrove yang ada di Natuna. Namun ternyata lain, wisata mangrove di BRC dikemas dalam konsep yang berbeda, yaitu dengan menyusuri hutan bakau dengan perahu melewati muara hingga hulu. 

Bintan Mangrove
Jadi perjalanan ke dermaganya tadi adalah "objek utamanya". Dermaga kecil seluas 60 meter persegi ini terletak di tepi mangrove. Jika beroperasi, akan ada banyak perahu yang menunggu untuk membawa wisatawan menyusuri hutan mangrove. Di dalam dermaga juga terlihat agak berantakan, karena lama sudah ditinggalkan. Ada papan barcode pengganti buku tamu seperti yang ada pada tempat-tempat lain di kawasan BRC, ada juga informasi-informasi lain yang dipajang di didinding dermaga, foto-foto, hingga penghargaan. Ada juga peta yang menunjukan lokasi-lokasi apa saja yang akan dilewati ketika menyusuri sungai mangrove nanti.
Dermaga Bintan Mangrove
Menyusuri sungai bakau dengan perahu memang memiliki daya tarik tersendiri. Terlebih ditambah dengan story telling dari pemandu, yang menceritakan detail tempat-tempat yang dikunjungi. Kemampuan story telling ini memang harus dimiliki oleh para pemandu wisata agar perjalanan wisata semakin menarik. 
Contoh saja, jika di suatu tempat ada batu besar di tengah hutan, hanya batu biasa saja. Namun dengan cerita yang dikemas sedemikian rupa, batu tersebut memiliki "nilai" tambah, bahkan bisa jadi objek utama.
Itu yang dilakukan di wisata Bintan Mangrove ini, dermaga wisata terletak di hilir. Perahu wisata akan membawa para wisatawan menuju hulu sungai, di sepanjang jalan kita akan melewati berbagai tempat, tentunya dengan story telling masing-masing. Yang membuat saya tertarik adalah batu buaya. Namun saya hanya dapat mendengar deskripsi dari pemandu wisata saja, kami tidak bisa menyusuri mangrove, tidak ada perahu, dan pandemi (lagi) yang tak kunjung berlalu.
 
Setelah dari Bintan Mangrove, perjalanan kami lanjutkan ke Terminal Ferry, Bandar Bentan Telani. Ia terletak di Teluk Sebong, kawasan BRC. Bandar Bentan Telani merupakan pelabuhan terintegrasi yang menghubungkan antara BRC, Pulau Bintan dan Tanah Merah, Singapura. Saat kami tiba, ramai orang berada di loby, yang ternyata mereka adalah karyawan di BRC yang akan disuntik vaksin. Vaksinasi merupakan program pemerintah untuk memutus mata rantai penyebaran virus yang sudah setahun lebih bergelirya di negeri kita. Vaksin juga merupakan ikhtiar kita agar semuanya kembali "seperti biasa", termasuk pariwisata.
Suasana ruang tunggu terminal ferry Bandar Bintan Telani
Kami melewati lobby terminal dan menuju ke luar, tempat dimana dua kapal ferry penyeberangan milik BRC ini bersandar. Selama covid melanda, selama itu pula ferry megah bernama Aria Bupala dan Wan Seri Beni tersebut berada di sini. Standbye. Kasian yap. Corona akan banyak meninggalkan cerita.
Marina, dan kapal Ferry Aria Bupala di belakang.
Setelah dari Bandar Bentan Telani, kami melanjutkan perjalanan ke marina yang terletak di samping terminal ferry Bandar Bentan Telani. Marina merupakan pelabuhan terapung yang biasa menjadi "tempat parkir" yacht-yacht mewah. Yang jika pandemi ini tiada, saya yakin tempat ini sesak oleh perahu mahal tersebut. Namun sekali lagi, tempat ini sepi. Bukan mati, ia hanya sekejap tertidur, agar nanti bangun menjadi segar, dan siap menerima dan melayani dengan semangat dan totalitas. Kami berfoto-foto ria di hampir semua tempat, lalu melanjutkan perjalanan. . .

bersambung (lagi) ______

No comments:

Post a Comment