Monday, October 10, 2022

Masuknya Tenis di Indonesia, Berdirinya PELTI dan Perjalananannya Pada Masa Kolonial: Cerita Tenis Lapangan

Setelah populer pada penghujung abad 19, olahraga tenis terus berkembang saat memasuki abad 20. Perkembangan olahraga ini sudah hampir menyebar di seluruh dunia. Termasuk di Indonesia, negeri kita. Tenis masuk ke Indonesia (yang pada saat itu masih bernama Hindia Belanda) diperkirakan pada awal abad akhir abad 19 dan awal abad ke 20. Hal ini terlihat dari arsip dokumen Belanda di Tropen Museum yang memperihatkan anggota klub tenis Belanda di Surabaya. Keterangan dalam foto tersebut tertulis "orang Belanda di klub Tenis Surabaya 1895-1910".

Awal Tenis di Indonesia (sumber foto)

Sejauh ini ada dua versi mengenai masuknya tenis ke Hindia Belanda. Pertama adalah dibawa oleh orang Belanda yang kala itu menjajah Indonesia, dan yang kedua adalah dibawa oleh pelaut-pelaut Inggris yang lewat dan singgah di pulau-pulau Nusantara.

Pada awal 1920, tenis sudah berkembang di sekolah-sekolah elit di Jawa seperti Stovia, Rechrschool, dan Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS). Olahraga tenis yang masih "dikuasai" oleh kalangan elit pada saat itu membuat hanya sedikit pribumi yang dapat kesempatan untuk mengayunkan raket tenis. Selebihnya dimainkan oleh Belanda dan kawan-kawannya. Siswa-siswi pribumi yang mendapat kesempatan belajar di sekolah elit tersebutlah yang menjadi "duta" tenis dalam mengenalkan olahraga ini ke kalangan yang lebih luas. Beberapa organisasi pemuda yang eksis kala itu kerap mengikut sertakan tenis dalam setiap kegiatan olahraganya. Dan menjadi salah satu olahraga penghimpun masa sehingga menjadi objek pengamatan bagi kaum nasionalis yang menginginkan bangsa ini merdeka.

Setelah peristiwa Soempah Pemoeda tahun 28 dengan ikrarnya yang melegenda itu, gerak-gerik pribumi semakin mendapat pantauan Belanda, baik yang bersifat non-politik, terlebih lagi yang bersifat politik. Atas dasar itu, beberapa orgnanisasi pemuda melebur menjadi satu dengan membuat organisasi bernama Indonesia Moeda, hasil dari Kongres Pemuda di Solo pada 28 Desember 1930-2 Januari 1931. Indonesia Moeda lahir berlatarbelakang dari larangan yang diberlakukan bagi beragam kegiatan yang mereka buat. Mereka berkeyakinan, hanya dengan menggerakkan aktivitas sosial masyarakat baru bisa dicapai persatuan seluruh rakyat menuju kemerdekaan. Di dalamnya juga termasuk kegiatan olahraga. Setiap pemuda yang sehat dan ingin sehat tentu menggernari olahraga, yang di dalamnya sportivitas dan sifat kompetitif merupakan satu sisi dari mata uang, dan pada gilirannya dapat membangkitkan patriotisme.

Sumber

Paralel dengan hal tersebut, tenis di Tanah Air terus berkembang dan mulai melahirkan pemain-pemain top dari kalangan pribumi. Hal ini terbukti dari kejuaraan Tenis Nasional yang diselenggarakan oleh De Alegemeene Nederlandsche Lawn Tennis Bond (ANILTB), organisasi Tenis milik Belanda. Kejuaraan yang diselenggarakan di Malang, Jawa Timur, pada akhir 1934 itu penuh dengan kejutan. Wakil pribumi yang ikut serta dalam kejuaraan tersebut secara mengejutkan "melumat habis" para penjajah dengan ayunan raketnya. Di partai tunggal putra, dua saudara Soemadi dan Samboedjo Hoerip maju babak final, yang pertandingan akhirnya dimenangkan oleh Samboedjo. Dua partai berikutnya tak kalah menarik. Yang pertama, pasangan ganda putra Hoerip Bersaudara, menggilas pasangan Belanda, Bryan/Abendanon, 6-3, 6-4 di final. Juara ganda campuran juga diraih keluarga Hoerip, Samboedjo dan Soelastri berhasil mendepak pasangan “penjajah”, Bryan/Nn. Schermbeek, 6-4, 6-2 sekaligus mencetak gelar pemegang juara turnamen ANILTB tiga kali beruntun, tahun 1932-1934. 

Prestasi gemilang pribumi ini mendorong organisasi Indonesia Moeda mengadakan Kejuaraan Olahraganya sendiri. Kejuaraan ini dihelat setiap tahun bersempena dengan pertemuan tahunan Indonesia Moeda. Tenis juga mnejadi salah satu olahraga yang ditandingkan. 

Wanita bermain tenis (sumber: Leiden University Libraries)

Kejuaraan pertamanya dilaksanakan pada Desember 1935 di Semarang yang juga sekaligus menjadi saat dicetuskannya pembentukan Persatuan Lawn Tennis Indonesia (PELTI). Kejuaraan ini sendiri diprakarsai oleh dr. Hoerip yang diakui sebagai Bapak Tennis Indonesia. Ia menghimpun 70 petenis dari seluruh Jawa dalam turnamen itu. Pada momen langka itu, Mr. Budiyanto Martoatmodjo -seorang tokoh tenis dari Jember- menggagas pendirian organisasi yang menjadi wadah pecinta tenis di tanah air, utnuk selanjutanya disepakati dengan nama Persatuan Lawn Tennis Indonesia.

Kejuaraan itupun dipantau dan mendapat perhatian serius dari kolonial Belanda. Itu tercermin dengan dimuatnya peristiwa penting bagi olahraga tennis tersebut dalam surat kabar De Locomotif 30 Desember 1935 dengan Judul yang kalau diterjemahkan berbunyi : “Kejuaraan Tenis Seluruh Jawa dari Persatuan Lawn Tennis Indonesia”. Berita ini secara tidak langsung juga merupakan pengakuan Belanda bahwa ANILTB telah mendapatkan saingannya. 

Mr. Boedijarto Martoatmojo yang kemudian dianggap sebagai pencetak dasar utama pendirian organisasi PELTI, menguraikan azas dan tujuan pendirian organisasi tersebut. Ia mengatakan bahwa PELTI sebagaimana organisasi kebangsaan lainnya, sama sekali tidak mengasingkan diri. Tujuan praktis utama PELTI adalah mengembangkan dan memajukan permainan tennis di tanah air dan bagi bangsa sendiri. PELTI juga akan menyebarluaskan peraturan permainan, memberi keterangan dan bantuan dalam pembuatan lapangan tennis. Juga mengadakan dan mengatur serta menyumbang bagi terlaksananya pertandingan, di samping berusaha memasyarakatkan permainan tenis itu sendiri.

Gagasan pendirian PELTI ini mendapat dukungan yang memadai, khususnya pada kalangan yang berani mengambil resiko berhadapan dengan pemerintah kolonial, termasuk dari kalangan yang terpandang. Di Semarang saja, para simpatisan semacam itu tidak sedikit jumahnya. Misalnya: Dr. Boentaran Martoatmodjo, Dr. Rasjid, Dr. Mokhtar, Dr. Sardjito, R.M. Soeprapto, Nitiprodjo, dan beberapa lainnya. Dari Para tokoh berbagai kota Iainnya seperti: Mr. Boedhijarto Martoatmodjo (Jember), R.M. Wazar (Bandung), Djajamihardja (Jakarta), Mr. Susanto Tirtoprojo (Surabaya), Mr. Soedja (Purwokerto), serta Mr. Oesman Sastroamidjojo, ahli olahraga tennis yang namanya terkenal di Eropa.

Sejatinya, gagasan dari dr. Hoerip tentang pembentukan PELTI sudah ada sejak 1930 (tahun dimana PSSI terbentuk). Namun pengalaman pahit pada saat-saat pendirian PSSI tampaknya menjadi cermin pembanding bagi para pelopor PELTI, hingga mereka memilih bersikap Iebih hati-hati menghadapi reaksi pemerintah Belanda yang tidak senang melihat setiap kegiatan yang bersifat mempersatukan kekuatan. Para pendiri PELTI tidak Ingin organisasi yang akan mereka dirikan mati dalam kandungan. Itulah sebabnya PELTI baru berdiri lima tahun kemudian, tahun 1935. Dan tanggal 26 Desember 1935 ditetapkan sebagai hari lahirnya PELTI (Persatuan Lawn Tennis Indonesia).

Logo PELTI

Mr. Boedijarto Martoatmojo ditunjuk sebagai ketua PELTI pertama. Namun karena ia tinggal di Jember dan pusat PELTI ada di Semarang, tampuk kekuasaan PELTI ia serahkan kepada saudaranya Dr. Boentaran Martoatmodjo yang menjadi ketua PELTI 5 tahun berturut-turut sejak 1935.

Berkembang pesatnya PELTI membuat "saudaranya" merasa sangat tersaingi. ANILTB mencari berbagai macam cara agar PELTI bisa tunduk di bawahnya, salah satunya adalah dengan cara memaksa PELTI untuk bergabung dengannya. Bahkan dengan nada yang mengancam keselatan dan keberlagsungan PELTI itu sendiri. Hal itu terjadi pada kejuaraan PELTI di Yogyakarta pada 1937. Ancaman ini sempat menggoyahkan organisasi tennis Indonesia itu, sampai lahir usul agar diadakan scmacam gentlemen's agreement (perjanjian persahabatan). Tapi usul itu ditentang keras oleh PELTI.

Dalam keadaan demikian, PELTI tidak ingin gegabah dalam melangkah. PELTI memilih menggeser waktu pertandingan tahunannya, dari hari-hari Libur Natal (Desember) ke hari liburan Paskah (April). Dengan demikian, mereka menghindari hentrokan dengan ANILTB. Hal tersebut mulai dilakukan PELTI saat merayakan lustrumnya yang pertama, april 1939 sekaligus berlangsungnya kongres pertama PELTI di Bandung.

Paralel dalam kurun waktu sebelum 1939, banyak klub-klub tenis daerah yang berdiri dan eksis. Persatuan Tenis Indonesia Bandung (PTIB) berdiri, begitupun di Jakarta. Klub-klub tenis ini tentunya diisi oleh pribumi tanah air dengan prestasi yang tak kalah dibanding dengan penjajahnya. Bahkan bisa membuat kejuaraan-kejuaraannya sendiri. Hadirnya mereka seakan menjadi saingan dari organisasi tenis ciptaan kolonial seperti Bandoengsche Tennis Unie (BTU), Kedirische Tennisbond, dan lain lain. 

Pada Kongres Pertama ini, tema keanggota menjadi objek serius yang didiskusikan. Sebab meski "sekandung" PELTI dan PSSI memiliki perbedaan saat pendiriannya. PSSI berdiri atas dasar perwakilan kelompok-kelompok sepakbola. Sedangkan PELTI atas dasar perorangan. Hal keanggotaan itu sempat dimanfaatkan oleh kolonial Belanda melalui ANILTB untuk melakukan politik pecah belahnya. Namun, sekali lagi sejarah membuktikan bangsa kita adalah bangsa yang kuat, hampir di segala lini, termasuk olahraga. Setelah keanggotaan ditetapkan, PTIB adalah anggota resmi PELTI yang pertama.

Kejuaraan Tenis Nasional di Bandung pun kembali menjadi sorotan Belanda. Tuan Janz, ketua Bandoengsche Tennis Unie (BTU) yang menyaksikan turnamen di Bandung atas undangan, menyarankan kepada ANILTB agar mengakui PELTI sebagai induk organisasi tenis, sehingga dapat berjalan berdampingan dalam suasana yang bersahahat. Dengan harapan berbagai turnamen ANILTB tidak akan ditinggalkan para pemain Tanah Air. Saran itu diikuti oleh ANILTB, selain karena saran Janz, kemungkinan juga karena kondisi politik saat itu, yang jelas ANILTB tak lagi mengintervensi petenis tanah air dan PELTI.






Refrensi:

https://www.kompas.com/sports/read/2021/11/03/15400028/sejarah-tenis-lapangan--asal-usul-dan-awal-masuk-indonesia?page=all
https://kumparan.com/info-sport/itf-adalah-federasi-internasional-yang-menaungi-olahraga-apa-1xkk97xudlW/full
http://peltikrw.blogspot.com/2011/04/sejarah-pelti.html
https://towamatano.co.id/sejarah-singkat-persatuan-tenis-lapangan-seluruh-indonesia/

No comments:

Post a Comment