Monday, February 1, 2021

Melayoe Tempo Doeloe, "Pelepas Dahaga" Kegiatan Budaya Melayu di Natuna

Akhir januari lalu menjadi catatan sejarah baru bagi para pecinta budaya di Natuna, khususnya di daerah Kelarik. Pemuda-pemudi di sisi barat Pulau Bunguran yang terkumpul dalam komunitas Mbecite Kelarik menginisiasikan acara Pentas Budaye : Melayoe Tempo Doeloe. Lapangan Desa Gunung Durian pun jadi saksi bisu untuk kegiatan yang menampilkan berbagai kesenian tradisional bernuansa melayu ini.



Mari flashback sebentar tentang komunitas ini. Mbecite Kelarik merupakan sebuah komunitas baru beranggotakan anak-anak muda yang dominan berusia sekolah. Gerak enerjik dengan ide-ide brilian memang bersarang pada anak-anak seusia itu. Memenangkan lomba video pendek tingkat kabupaten adalah contoh nyata dari kreativitas mereka. Mbecite Kelarik.

Pentas Budaye : Melayoe Tempo Doeloe, awal mula digagas oleh salah seorang penggerak dalam sebuah diskusi singkat. Lalu ditambah dengan dorongan dan dukungan dari rekan-rekan komunitas lain sehingga acara ini berwujud dengan persiapan yang boleh dibilang cepat. Dua minggu. Saya pribadi, pertama kali berinteraksi dengan anggota Mbecite Kelarik adalah saat acara Fun Camping yang dilaksanakan oleh GenPI Natuna akhir tahun lalu d pantai Sujung. Mbecite Kelarik menghadiri undangan dengan mengutus dua orang anggotanya. Sempat kami berdiskusi sedikit mengenai beberapa hal. Setelah kegiatan GenPI, salah satu anggota Kompasbenua mengumumkan bahwa :

"30 januari 2021, insya Allah Mbecite Kelarik akan mengadakan rindu melayu."

Yap, rindu melayu adalah branding awal kegiatan ini, tahun 2019. Kegiatan dengan tujuan untuk melestarikan budaya melayu ini pertama digelar di kecamatan Bunguran Timur, di rumah salah satu tokoh masyarakat di Kelurahan Bandarsyah. Lalu, acara serupa dengan nama berbeda berlanjut di Ranai Darat. Tahun 2020 menjadi tonggak awal bangkitnya kegiatan budaya di Natuna. Beberapa kegiatan budaya pada tahun 2019 lalu mendapat respon baik dari pemerintah. Pertemuan-pertemuan dengan para penggiat budaya dilakukan di kantor dinas untuk mengkonsepkan acara budaya sepanjang 2020. Hasilnya, 3 acara dilaksanakan di panggung terbuka pantai Piwang pada januari hingga maret 2020. Natunasastra, Kompasbenua dan Sanggar Langkadura menjadi "petugas piket" pada acara itu. Semua kegiatan berlangsung meriah dan mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Lalu, semua terhenti saat "mbah" corona mulai menyerang negeri. Semua kegiatan yang mendatangkan kerumunan dilarang untuk menekan lajunya penyebaran virus mematikan ini.

Namun, semangat akan menghidupkan budaya melayu tidak surut. Berbagai konsep sudah banyak disiapkan, menunggu untuk direalisasikan saja. Dan diujung 2020, angin segar datang dari kawan-kawan STAI yang tergabung dalam KKN di Desa Mekar Jaya. Setelah pertemuan dan diskusi singkat sebelumnya, mereka sepakat mengadakan kegiatan budaya bertajuk Sanggom Melayu. Acara ini mendapatkan apresiasi dari masyarakat sekitar dan berharap acara seperti ini berkelanjutan.

Setelah lama berdiam diri, akhirnya Mbecite Kelarik berani unjuk gigi. Menjadi pioneer untuk mengadakan giat agar budaya tetap lestari. Menjadi yang pertama adakan kegiatan budaya melayu yang selama ini seakan mati suri. 

Dukungan dari Kecamatan dan Desa, serta komunitas-komunitas lain menyemangati mereka untuk mewujudkan acara ini. Forum Anak Bunguran Utara, LDK STAI Natuna dan Kompasbenua menjadi pendukung acara budaya yang sepakat digelar pada malam ahad, penghujung januari.

Tarian Persembahan (foto : Kiki Firdaus)

Tari persembahan menjadi pembuka acara, sebuah ritual "wajib" yang harus ada diacara-acara besar di seluruh negeri melayu, tarian ini dibawakan dengan apik oleh adik-adik dari sekokah dasar di sana. Sahut menyahut pantun mengisi lapangan desa ketika sepasang MC memimpin jalannya acara. Agar menjadi berkah, tepung tawar mengisi acara berikutnya. Tepung tawar merupakan salah satu tradisi masyarakat melayu, ia berisi syair dan doa-doa selamat agar apa yang kita kerjakan selalu mendapat ridho Allah Ta'ala. Biasanya tepung tawar terdiri dari satu orang pembaca doa dan beberapa orang / perwakilan yang didoakan. Caranya adalah dengan memasukkan tangan ke dalam baskom berisi air lalu pembaca doa mulai melantunkan syair dan doa dengan menepuk-nepuk air dengan beragam jenis daun yang sudah disatukan.

Tepung Tawar (foto : Mbecite Kelarik)

Kemudian acara dilanjutkan dengan pembacaan syair Noktah Bunguran Utara yang dilantunkan oleh sepasang adik-adik dari sekolah di Kelarik. Syair Noktah Bunguran Utara berisi cerita yang menggambarkan proses pemekaran kecamatan Bunguran Utara dari Kecamatan Bunguran Barat. Suara merdu dengan lantunan syair yang indah membuat penonton terpukau dengan aksi dua adik-adik ini.

Tarian Cik Abu (foto : Mbecite Kelarik)

Aksi berikutnya adalah penampilan tarian kreasi Cik Abu yang dibawakan juga oleh adik-adik cilik Kelarik. Tarian ini merupakan hasil kreasi dari tarian asli tradisional Kelarik dengan judul yang sama. Tarian Cik Abu merupakan tarian yang menggambarkan keseharian warga Kelarik dalam beraktivitas, terutama dalam kegiatan bertani kelapa. Tarian ini pernah dibawakan oleh Mbecite Kelarik diacara panggung Budaya yang ditaja oleh Kompasbenua pada februari 2020 lalu di pantai Piwang.

Disela-sela acara, panitia menyediakan tambul (makanan) untuk tamu. Makanan yang disediakan di dalam dulang ini antara lain sandan gilik, kueh benggiet, nganan cinjen, dan tipeng canggos. Ini semua merupakan makanan khas kampung-kampung yang disajikan ketika menghelat acara-acara besar. Penampilan berikutnya adalah penampilan gurindam dan marawis dari LDK STAI Natuna. Seni marawis merupakan kesenian Melayu perpaduan antara syair dan alat-alat musik. Kesenian ini biasa dibawa pada acara-acara keagamaan, lirik syair yang dilantunkan juga tak jauh-jauh dari dakwah, nasihat dan pengingat, serta petuah. 

Kueh Banggiet, Nganan Cinjen, dan Tipeng Canggos

Acara semakin meriah dengan tampilan flashmob zapin yang diikuti oleh panitia dan peserta acara. Irama melayu dari lagu Joget Toleh Menoreh milik Senario menggerakkan badan para penari dan peserta untuk berjoget seirama. Suasana meriah melengkapi keceriaan malam itu. Acara Pentas Budaye ini ditutup dengan penampilan kesenian alu yang dibawakan oleh Warga Desa Gunung Durian. Kesenian alu merupakan kesenian tradisional Natuna. Eksistensinya kini mulai meredup seiring jarangnya gawai-gawai besar yang diadakan. Dan Alhamdulillah kemarin kami masih bisa menyaksikan atuk-atuk kami mengangkat alu, mengayunkannya ke dalam lesung dan menghasilkan irama epik nan mulus masuk menggetarkan gendang telinga. 



Pentas Budaye : Melayoe Tempo Doeloe hadir bagai oase di padang pasir. Ia bak pelepas dahaga akan hausnya kami, masyarakat akan budaya daerah sendiri yang selama ini terkesan mati suri. Apresiasi dan dukungan banyak didapat untuk acara ini. Tak hanya dari daerah sekitaran Kelarik, tamu-tamu yang datang juga dari sisi timur pulau Bunguran dimana pusat ibukota kabupaten berada. Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Natuna, BP Geopark Natuna, DPD KNPI Natuna, DPP Askar Melayu Natuna, GenPI Natuna, dan GenRe Natuna juga turut hadir meramaikan acara ini. Masyarakat sekitaran Kelarik, tokoh pemuda, tokoh masyarakat, perangkatan Kecamatan dan Desa hingga anggota DPRD Natuna juga turut hadir meramaikan dan memberi dukungan.

Foto bersama (wajib)


Semoga acara-acara seperti ini tetap dilaksanakan secara berkala.
Salam budaya dari kami, pecinta, penggiat dan penikmat budaya.



No comments:

Post a Comment