Sunday, February 14, 2021

Menyusuri Jejak-jejak Jepang di Desa Serantas

Desa Serantas, merupakan satu dari empat desa yang ada pulau Sabang Mawang, Kecamatan Pulau Tiga. Dari pusat kota Ranai, menuju ke desa ini hanya bisa dilalui dengan jalur laut via pelabuhan rakyat Selat Lampa. Banyak pompong (kapal-kapal kayu kecil) yang membuka rute dari dan menuju desa ini. Pompong atau kapal kayu kecil ini merupakan alat transportasi utama untuk sebagian masyakarat yang tinggal di pulau-pulau. Ia bak "jembatan berjalan" yang menghubungkan pulau-pulau di sekitarnya.

Perjalanan kami dimulai dari Ranai menuju Selat Lampa, lalu naik pompong dan berlabuh di pelabuhan desa Sabang Mawang. Dari desa Sabang Mawang, dengan menggunakan sepeda motor kami langsung "cau" menuju desa Serantas. Melewati jalan utama di tepian pulau, melewati rumah-rumah penduduk dan melintasi desa-desa di pulau itu. Ada empat desa di pulau Sabang Mawang, yaitu Desa Sabang Mawang, Desa Sabang Mawang Barat, Desa Tanjung Batang, dan Desa Serantas.
Lokasi Desa Serantas

Desa Serantas yang terletak di sisi selatan pulau Sabang Mawang ini memiliki pemandangan yang luar biasa indahnya. Garis pantai membentuk teluk digunakan oleh masyarakat untuk membangun rumah di tepian laut. Lautnya biru nan jernih dengan terumbu karang yang indah-indah. Gunung Mayoh yang merupakan titik tertinggi di pulau ini menambah kegagahan Desa Serantas. Jika cuaca sedang teduh dan cerah, dari gunung Mayoh akan terlihat pulau Midai yang berjarak 80 mil di sebelah selatan. Dan pulau Genteng menjadi pelengkap keindahan Desa Serantas. Pulau Genteng terletak tak jauh dari daratan desa, bahkan jika air surut kita bisa ke Pulau Genteng dengan berjalan kaki saja dari Kukop Batu Sigon, sebuah tanjung yang merupakan titik terdekat di desa untuk menuju ke pulau Genteng. Pasir putih akan "muncul" ketika air sedang surut, memberi jalan kita untuk menuju pulau ini.

Tak sampai di sini kisah Desa Serantas, dibalik indahnya bentangan alam, tersimpan sejarah masa lalu yang jejak-jejaknya masih bisa kita lihat hingga saat ini. Jejak-jejak dimana belum ada nama Indonesia, negara ini belum resmi adanya, belum diakui keberadaannya. Jejak-jejak yang berumur lebih dari setengah abad. Jejak, sisa-sisa peninggalan Jepang di Natuna, berada di Desa Serantas, Kecamatan Pulau Tiga.
Diskusi Dengan Pemuda Desa

Cerita tentang peninggalan Jepang di desa ini baru saya dapati saat berdiskusi dengan rekan-rekan TV Desa Natuna beberapa waktu lalu. Saat itu kami sepakat pergi ke sini untuk mengulik lebih dalam. Setelah tiba, kami berisitirahat di kantor desa. Pak Kades dan Sekdes menyambut kami di ruang tamunya. Setelah bercerita mengenai sekilas tentang Desa Serantas, pak Sekdes memanggil bang Hasbullah, tokoh pemuda desa untuk menemani kami mengeksplor lokasi-lokasi peninggalan Jepang yang tersebar di beberapa titik.

Ada banyak peninggalan Jepang di desa ini, baik di darat maupun di laut. Namun banyak yang tidak terawat sehingga ia rusak, bahkan hilang tanpa bekas. Hanya beberapa saja yang masih bisa terlihat. Oleh karena itu, tanpa ingin membuang kesempatan, kami meminta ditunjukkan sisa-sisa peninggalan Jepang tersebut.
Jangkar Kapal Jepang

Yang pertama adalah buji atau jangkar kapal. Menurut keterangan, jangkar kapal ini milik kapal Jepang yang karam di laut Desa Serantas. Letakya tak jauh dari jalan raya di dekat kantor desa. Bang Asbul menceritakan, di tempat jangkar kapal ini diletakkan dulunya merupakan markas / kantor tentara Jepang dalam melaksanakan kegiatan operasinya, namun jejaknya saat ini tak lagi tersisa.
Lokasi Tempat Pemenggalan

Lokasi yang kedua adalah lokasi pemenggalan. Saat berkuasa dahulu, hukum penggal adalah hukum yang diterapkan Jepang bagi pelanggar aturan. Konon dahulu ada seorang warga desa yang akan menerima hukuman ini. Entah apa yang dilakukannya sehingga Jepang memvonis untuk memenggalnya. Lubang sudah digali, dan ia pun sudah siap berada di posisinya. Namun entah apa yang terjadi, hukum penggal itu urung dilakukan sehingga warga desa tersebut selamat dari mautnya saat itu. Hingga saat ini lubang persiapan pemenggalan tersbut masih bisa kita lihat. Letaknya tak jauh dari lokasi pertama, ada jalan setapak sedikit menanjak. Lokasinya sudah tertutup semak belukar, namun galian lobangnya masih bisa terlihat.
Kawah, Kuali Peninggalan Jepang

Lokasi ketiga adalah kawah, begitu warga desa menyebutnya. Ia semacam kuali besar yang digunakan untuk memasak. Kuali ini berdiamter sekitar 80 cm dengan tinggi sekitar 50 cm dan terbuat dari besi. Dahulu kawah ini terletak di dekat masjid Al-Istiqbal, nuje (penjaga masjid) meletakkannya di sana untuk menampung air wudhu. Saat ini kawah tersebut berada di depan rumah nuje yang terletak di seberang masjid untuk menampung air di rumahnya. Menurut cerita, kawah ini terakhir "menjalankan" tugasnya ketika para pengungsi Vietnam terdampar di pulau ini, kawah ini digunakan untuk memasak bubur guna memenuhi kebutuhan mereka.
Lubong Antu, Goa Persembunyian Jepang

Lokasi ke empat adalah Lubong Antu. Lubong Antu terletak di kaki gunung Langi. Menuju ke Lubong Antu dengan melalui jalan setapak di belakang masjid Al-Istiqbal. Sekitar 10-15 menit jalan kaki mengikuti pipa air dari paralon di gunung Langi akan mengantarkan kita ke Lubong Antu ini. Lubong Antu merupakan goa alami bentukan alam yang memiliki panjang lebih dari 50 meter dan memiliki tiga cabang di dalamnya. Bibir goa ini dahulunya besar namun tertutup setengah oleh batu ketika pemerintah membuat dam di depan bibir goa. Lubong Antu masih bisa dimasuki dengan cara merangkak sekitar sepuluh meter, lalu setelah itu kita bisa berdiri di dalamnya. Dahulu, Jepang menjadikannya sebagai tempat persembunyian dari ancaman musuh.

Masih menurut keterangan bang Asbul, ada satu lagi peninggalan Jepang di gunung Mayoh, ia berupa tanah datar tempat pengintaian. Mengingat gunung Mayoh merupakan tempat tertinggi di pulau ini, sangat memungkinkan untuk membuat pos pengintaian di gunung ini. Hanya saja karena keterbatasan waktu dan lain hal, kami belum bisa menuju kesana.

Begitulah adanya Desa Serantas. Desa yang tak hanya memiliki tempat-tempat indah menakjubkan, namun juga menyimpan jejak sejarah masa lalu yang semestinya kita jaga dan lestarikan. Monumen Peringatan Jepang layaknya boleh dibangun di Desa Serantas ini. Sebagai pengingat untuk generasi kini, bahwa negeri di ujung utara Indonesia ini juga menyimpan jejak-jejak sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Jejak-jejak kelam masa penjajahan, yang bisa kita jadikan pelajaran.

3 comments: