Sunday, February 7, 2021

Malam Puisi Natuna Bahagian Empat : Semangat Melestarikan Budaya di Tengah Corona

Euforia Pentas Budaye : Melayoe Tempo Doeloe yang ditaja oleh Mbecite Kelarik akhir januari lalu belum lagi hilang. Kali ini, diminggu pertama bulan februari ini giat budaya kembali diadakan di ibukota Kabupaten, Ranai. Giat budaya bertajuk Malam Puisi Natuna ini ditaja atas kerjasama Komunitas Natunasastra dan Kompasbenua.

Malam Puisi Natuna yang digelar ini merupakan yang ke empat kalinya. Dan kali ini adalah yang pertama hasil dari kolaborasi dua komunitas penggiat budaya yang ada di Natuna. Sebelumnya, malam puisi Natuna sudah pernah diselenggarakan oleh Natunasastra sejak 2018. Giat ini merupakan wadah untuk para penggiat sastra yang ada di Natuna, khususnya di pulau Bunguran untuk meluapkan ekspresi dan bakatnya.

Konsep acara pada Malam Puisi Natuna Bahagian Empat ini sedikit berbeda dari sebelumnya, mengusung tema Sejarah dan Budaya Sebagai Imunitas dan Identitas. Tema ini merupakan pilihan yang tepat di tengah-tengah kondisi saat ini. Ia sebagai bentuk pertanyaan sudah sejauh mana kita mengenal sejarah dan budaya, dan dampak pada kesehatan pikiran juga kekuatan identitas kita.

Acara ini digelar di aula Syamsul Hilal, SMA Negeri 1 Bunguran Timur, sabtu malam, 6 februari 2021. Penerapan protokol kesehatan sudah dimulai sesaat para pengunjung akan masuk ke aula. Wadah cuci tangan dan pengecekan suhu tubuh dan menggunakan masker harus dilalui untuk masuk ke dalam aula. Suguhan gambar-gambar lama koleksi Kompasbenua menyambut para pengunjung sesaat setelah masuk ke dalam aula, gambar-gambar Natuna tempo dulu menghiasi sisi kiri dan kanan labirin yang dibuat oleh panitia beberapa jam lalu ini. Ada juga lukisan hasil karya siswa-siswi SMP Negeri 1 Bunguran Timur, serta koleksi Natunasastra berupa puisi-puisi dan lainnya.
Ketua Kompasbenua sedang menjelaskan foto-foto jadul kepada pengunjung.

Masih di dalam labirin, para pengunjung diminta untuk menulis satu kata dalam bahasa daerah di selembar kain yang terpasang sebagai "tiket" masuk untuk menyaksikan acara, dan ada juga secarik kertas kecil tempat para pengunjung untuk menuliskan harapan akan sejarah, budaya, seni dan sastra Natuna kedepan. Di panggung utama, terdapat dekorasi-dekorasi aestetik dari beragam alat dan hasil kerajinan tradisional khas Natuna. Juga terdapat perkakas zaman dulu serta hasil kerajinan seni rupa prakarya hasil tangan-tangan kreatif siswa-siswi SMA Negeri 1 Bunguran Timur.
Ngah Disun, memainkan akordion di panggung

Acara dimulai dengan tarian zapin dari sanggar Dina Mahkota, empat orang gadis dengan lincah menarikan tarian zapin garapan Adinda ini. Sorak sorai serta tepung tangan penonton memenuhi aula sesaat ketika dua bocah cilik tampil di depan dengan pembacaan sajaknya yang sambung menyambung. Lalu penampilan-penampilan berikutnya dibawakan oleh para pendukung acara yang lain seperti Lasak SMANDa yang membawakan musikalisasi puisi serta tarian Bujang Lagak, juga pembacaan puisi dan gurindam. TBM (Taman Baca Masyarakat) Taman Ilmu dari Desa Mekar Jaya dengan balas pantunnya, Sanggar Tiara Mayang juga mau kalah dengan menampilkan puisi. Komunitas Mbecite Kelarik menjadi pelengkap pengisi acara dengan membawakan pantomim, monolog, syair dan puisi. Lalu ada tambahan pembacaan puisi "on the spot" dari pengunjung.

Penampilan yang tak kalah menarik perhatian pengunjung malam itu adalah pembacaan Suluk. Memang, suluk masih asing terdengar di telinga masyarakat Natuna, terlebih generasi muda seperti kami ini. Suluk merupakan syair tematik. Isi dari Suluk biasanya berkaitan dengan acara yang sedang berlangsung. Biasanya juga berisi pesan dan nasehat, dan bisa juga sebagai media dakwah. Lantunan syair Suluk dibawakan dengan apik oleh bang Said, semua mata tertuju padanya, larut dalam alunan syair Suluk yang dibacakan oleh budayawan muda ini.
Pembacaan Suluk oleh Bang Said


Disela-sela penampilan, penyelerenggara membagikan bubur kacang dan air mineral. Stand makanan ringan dan minuman kekinian juga tersedia di sebelah kiri panggung. Semuanya merupakan hasil kerjasama penyelenggara dengan Karaageku dan Hanata.

Malam Puisi Natuna Bahagian Empat ditutup dengan menyanyikan lagu khas melayu Natuna yaitu Palok Saguk. Lagu yang dinyanyikan dengan merdu oleh Adinda ini diiringi dengan apik oleh pemusik dari Lasak SMANDa yang berkolaborasi dengan Pak Hadisun yang memainkan akordion, pak Hadisun merupakan seorang budayawan dan seniman dari Natuna. Lagu Palok Saguk semakin semarak dengan diikuti tarian zapin oleh seluruh peserta dan dipandu oleh empat penari Sanggar Dina Mahkota.
Ritual wajib setelah acara, potopotoo

Suksesnya acara ini juga tak lepas dari para sponsor dan pendukung. Kami ucapkan kepada Green Computer, Natuna Mengajar, SMA Negeri 1 Bunguran Timur, Lasak SMANDa, TBM Taman Ilmu, Mbecite Kelarik, Sanggar Tiara Mayang, dan Sanggar Dina Mahkota. Sampai ketemu dievent-event berikutnya, yap!

No comments:

Post a Comment