Sunday, March 31, 2019

Jalan-jalan ke Museum Batiwakal, Wisata Alternatif di Berau

Derawan dan Berau Coal, saya yakin akan jadi hal yang pertama-tama muncul di dalam benak kebanyakan orang saat mendengar kata Berau. Memang tak bisa dipungkiri, 2 hal tersebut telah menjadi ikon utama bagi daerah ini. Derawan dengan segala macam keindahan alamnya telah menjelma menjadi pariwisata unggulan yang sudah terkenal hingga mancanegara. Sementara Berau Coal, ia merupakan perusahaan Tambang raksasa yang telah beroperasi sejak lama di Berau, juga merupakan salah satu penghasil batu bara terbanyak yang dimiliki Indonesia.
Lokasi Kabupaten Berau
Berau, merupakan sebuah Kabupaten paling utara dari Provinsi Kalimantan Timur. Menuju lokasi ini biasanya melalui udara dan jalan darat. Tergantung kesiapan badan dan dompet. Saya memilih menuju ke Berau melalui jalan darat dari Samarinda. Ada beberapa biro perjalanan yang melayani rute ke Berau, kita bisa menemukan lewat gugling di internet. Biayanya juga terjangkau, berkisar 300 - 400ribu rupiah. Biasanya perjalanan menuju Berau dimulai saat sore hari, tergantung moodnya driver dan jumlah penumpang (driver nunggu sampai penuh). Waktu yang ditempuh dari Samarinda menuju Berau berkisar 14 sampai 16 jam dengan beberapa titik istirahat. 
Biro Perjalanan dan Kendaraan Samarinda-Berau, istirahat makan, dan salah satu jalan menuju Berau
Saya berangkat jam 7 malam, dan tiba di Berau pukul 11 siang esok harinya. Dengan beberapa titik singgah, yaitu makan malam di Sangatta, istirahat subuh karena kabut sedang turun di Muara Wahau, dan sarapan pagi di Kecamatan Kelay. Fuuiihhh. Perjalanan ke Berau ini merupakan dalam rangka dinas kerja dari kantor. Dan rencana akan saya sisipkan lalan-lalan ketika waktu kosong dan pekerjaan sudah selesai. Survey sambil eksplor. Maklum, ini kali pertama saya menginjakkan kaki di Berau.

Pusat pemerintahan Kabupaten Berau berada di Tanjung Redeb. Kota ini sekilas sama seperti kota Tenggarong dan Samarinda yang merupakan kota tepian yang dialiri sungai Segah. Lalu lalang Kapal Tunda dan Tongkang yang membawa hasil bumi Berau merupakan pemandangan sehari-hari di sini. Saat nongkrong ditepian bersama dengan teman, sambil mengecek gugel mep tempat-tempat menarik apa yang ada di sini, lalu tertuju pada satu tempat yang selalu jadi "target operasi" jika berkunjung ke suatu tempat baru : MUSEUM.
Pemandangan sehari-hari kota Tanjung Redeb

Museum Batiwakal
Museum Batiwakal, begitu namanya, letaknya di seberang Tanjung Redeb, orang sekitar menyebutnya daerah Gunung Tabur. Menuju ke Gunung Tabur bisa dengan 5 menit menyeberangi sungai menggunakan perahu klotok dengan biaya Rp. 5.000 saja, atau melewati jembatan melalui jalan poros Kaltim - Kaltara dengan waktu tempuh 20 menit. Saya memilih rute kedua dengan sepeda motor, karena memungkinkan saya leluasa sambil survey dan eksplorasi tempat-tempat lain.
Komplek Kesultanan / Museum Batiwakal
Museum Batiwakal, merupakan museum yang berisi koleksi peninggalan sejarah dari Kerajaan / Kesultanan Berau dan Kesultanan Gunung Tabur. Batiwakal berasal dari bahasa Banua yang berarti bertawakal. Banua merupakan suku asli yang mendiami Berau, namun masyarakat lebih familiar dengan penyebutan suku Berau. Sebagai informasi, dahulu kala Berau merupakan satu Kesultanan yang membentang hingga ke wilayah Kalimantan Utara saat ini. Namun lambat laun terpisah menjadi beberapa Kerajaan. Kesultanan Berau sendiri terpisah menjadi dua, yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung yang konon berasal dari anak-anak kedua istri Sultan Berau terakhir.
Luas Wilayah Kesultanan di Kaltimtara, serta Lambang Kesultanan Sambaliung dan Gunung Tabur
Museum Batiwakal menempati bekas komplek Kesultanan Gunung Tabur yang lumayan luas. Bangunan yang dijadikan museum saat ini merupakan bangunan utamanya, ia adalah replika bangunan asli yang hangus terbakar. Memasuki halaman museum kita sudah disuguh dengan beberapa bangunan-bangunan berwarna kuning, warna khas Kesultanan-Kesultanan Melayu Nusantara. Memasuki museum, kita disapa oleh penjaga museum yang ramah, mengisi buku tamu dan bebas mengeksplor gedung yang terdiri dari 6 ruangan ini.
Bangunan utama Museum
Masing-masing ruangan berisi beragam peninggalan sejarah Kesultanan, mulai singgasana, perabotan rumah tangga, pelaminan, pakaian kebesaran Sultan, senjata, dan koleksi-koleksi lainnya serta foto-foto kegiatan Kesultanan zaman lampau. Saya mengitari ke 6 ruangan yang didominasi dengan warna kuning tersebut dan mengambil beberapa gambar. Warna kuning merupakan warna khas Kerajaan dan Kesultanan Melayu, biasanya dipadukan juga dengan warna hijau dan merah, seperti di Kesultanan Kutai dan Tidung, serta Kerajaan-Kerajaan Melayu yang ada di Sumatera.
Replika pelaminan pengantin adat Berau

Sejarah Kerajaan Berau dan Silsilah Raja dan Sultan Berau, Sambaliung dan Gunung Tabur

Yang menarik perhatian saya di Museum ini adalah silsilah para Raja dan Sultan Kesultanan Berau hingga ia terbagi menjadi dua Kesultanan, Gunung Tabur dan Sambaliung. Saya sangat excited ketika bertemu dengan yang berbau asal-usul ini, karena dari situlah kita bisa mengetahui sejarah awal suatu peristiwa dan kejadian. 

Dan ternyata setelah melihat peta dan sharing dengan penjaga museum, Keraton Kesultanan Sambaliung hanya berada di seberang Kesultanan Gunung Tabur dan hanya dipisah oleh sungai Segah. Sebenarnya saya juga berencana menuju ke Kesultanan Sambaliung, hanya saja 2 kali saya kesana lokasinya selalu tutup. Yang kedua adalah baju kebesarannya yang warna hitam - kuning. Saya yang black lover ini selalu excited kalau melihat sesuatu yang berwarna hitam, ditambah lagi perpaduan warna kuning dengan motif-motif yang indah menambah keeleganan pakaian kebesaran Sultan ini. 
Ragam Koleksi Museum

Ragam Koleksi Museum
Setelah saya mengitari semua ruangan museum, saya menuju kembali ke ruang utama. Sharing dengan dua orang penjaganya yang kebetulan salah satunya merupakan keturunan dari Kesultanan Gunung Tabur. Beberapa informasi yang saya tulis diatas itu merupakan hasil sharing saya bersama mereka. Selain itu, banyak informasi yang saya dapat, tak hanya mengenai museum dan kesultanan saja, diskusi kecil kami ini merambat hingga tempat-tempat bersejarah lainnya di Berau serta mengenai suku, adat, dan budaya di Berau yang disebut dengan suku Banua yang bahasa aslinya adalah juga bahasa Banua, berlogat hampir mirip dengan Banjar di Kalimantan Selatan. Museum Kesultanan Gunung Tabur buka dari jam 9 pagi hingga 4 sore. Tidak dipungut biaya untuk masuk ke dalam museum ini. 

Berkunjung ke Museum Batiwakal adalah salah satu wisata alternatif di Kabupaten Berau yang sudah terkenal dengan Derawan dan kawan-kawannya. Bagi pecinta sejarah dan budaya, berkunjung ke situs-situs seperti ini adalah cara lain menikmati Berau. Setelah museum ini ada 3 situs lagi yang ingin saya kunjungi, yaitu Keraton Sambaliung, Museum Siraja Teluk Bayur dan Kawasan Kota Tua di sekitar Bandar Udara Kalimarau. Namun karena waktu yang terbatas, akhirnya saya urungkan, next time maybe, Insya Allah.
Tau sejarah dan asal usul akan menambah kecintaan kita pada negeri ini.
Salam Perantau.


4 comments:

  1. Wahh persis sama seperti di istana maimun. Kalau disini kesultanan deli dan bangunannya bercorak melayu melayu dan ada meriam puntung juga min

    ReplyDelete
  2. MUsium memang memiliki nilai sejarah yang pperlu di pelajari dan sebagai tanda sejarah negara.
    SEhingga kita bisa menghargai jasa para pendahulu.
    Thanks gan.

    ReplyDelete
  3. Ini sih keren banget min... Boleh juga nih buat wisata alternatif nya... Next time saya mau ksna 😊👌

    ReplyDelete
  4. NEXT Time kalo kedaerah sana mau singgah dulu ah, siapa tahu ada ilmnu dan pengalaman baru yang bisa bermanfaat

    ReplyDelete