Sejarah perminyakan Tarakan tak lepas dari usaha keukeuh Belanda yang ingin menguasai seluruh hasil bumi Nusantara. Berawal dari Jan Reerink yang jadi orang pertama "melubangi" bumi Nusantara di Majalengka, Jawa Barat. Dilanjutkan oleh Zijlker yang mencatat namanya dalam sejarah perburuan minyak bumi di Nusantara setelah berhasil mengebor bumi Pangkalan Brandan, Sumatera Utara sekaligus menjadikan daerah penghasil minyak bumi komersial pertama di Nusantara.
Setelah itu, era eksplorasi minyak di bumi Nusantara gencar dilakukan oleh Belanda, melalui perusahaan minyak yang didirikan bernama NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij (Royal Dutch Petroleum Company). Jawa, Sumatera, dan Kalimantan merupakan daerah yang menjadi tujuan Belanda untuk dibor buminya. Area operasi pencarian minyak bumi diperluas sampai ke Tarakan. Survei yang dilakukan oleh Belanda sudah dimulai sejak tahun 1896.
Seperti yang pernah saya pelajari saat kuliah dulu, sebelum memulai operasi pemboran, terlebih dahulu dilakukan survei untuk menentukan dimana letak titik bor. Begitu juga yang dilakukan Belanda saat akan melakukan pengeboran di Bumi Paguntaka ini. Survei yang dilakukan belumlah menggunakan alat secanggih sekarang. Belanda melakukan survei dengan cara yang sangat "konvensional" berdasarkan pengalaman-pengalaman temuan lokasi prospektif di beberapa lokasi lain di Nusantara. Cara itu adalah dengan mencari rembesan minyak di permukaan tanah. Maka dari itu Belanda mencari informasi dari penduduk tentang daerah yang terdapat rembesan minyak. Karena memang terbukti, rembesan minyak (seepage) merupakan pertanda baik nan akurat yang menunjukkan kandungan minyak di daerah tersebut.
Setelah itu, era eksplorasi minyak di bumi Nusantara gencar dilakukan oleh Belanda, melalui perusahaan minyak yang didirikan bernama NV Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij (Royal Dutch Petroleum Company). Jawa, Sumatera, dan Kalimantan merupakan daerah yang menjadi tujuan Belanda untuk dibor buminya. Area operasi pencarian minyak bumi diperluas sampai ke Tarakan. Survei yang dilakukan oleh Belanda sudah dimulai sejak tahun 1896.
Seperti yang pernah saya pelajari saat kuliah dulu, sebelum memulai operasi pemboran, terlebih dahulu dilakukan survei untuk menentukan dimana letak titik bor. Begitu juga yang dilakukan Belanda saat akan melakukan pengeboran di Bumi Paguntaka ini. Survei yang dilakukan belumlah menggunakan alat secanggih sekarang. Belanda melakukan survei dengan cara yang sangat "konvensional" berdasarkan pengalaman-pengalaman temuan lokasi prospektif di beberapa lokasi lain di Nusantara. Cara itu adalah dengan mencari rembesan minyak di permukaan tanah. Maka dari itu Belanda mencari informasi dari penduduk tentang daerah yang terdapat rembesan minyak. Karena memang terbukti, rembesan minyak (seepage) merupakan pertanda baik nan akurat yang menunjukkan kandungan minyak di daerah tersebut.
Rembesan minyak pertama kali ditemukan di Pamusian. Ini merupakan berita baik bagi tim eksplorasi Belanda. Rembesan tersebut diambil kemudian diteliti, dipetakan, dan diambil sampelnya untuk memastikan adanya kandungan minyak di wilayah tersebut. Hasil analisa geologis dengan mempelajari kondisi lingkungan dan struktur batuannya untuk kemudian dilakukan percobaan pengeboran.
Periode survei dan eksplorasi tahap awal terhadap daerah potensial minyak di Tarakan berlangsung antara tahun 1897 hingga 1900. Sementara di tempat terpisah ditahun 1897, J.H. Menten
berhasil mengebor Bumi Kutai dan Balikpapan di daerah konsesi Louise
dan Mathilda yang ia dapatkan atas persetujuan Sultan Aji Muhammad
Sulaiman, Sultan Kutai saat itu. Hal ini membuat semakin gencarnya Belanda melakukan eksplorasi sumur-sumur minyak di Tarakan.
Akhirnya pada kurun waktu tahun 1901 - 1903, Belanda melalui sebuah perusahaan minyak bernama Nederlandsch Koloniale
Petroleum Maatschappij (NKPM) atau Nederlandsh Indische Industrie
en Hander Maatchaapij (NIHM) melakukan pengeboran pada koordinat
X=1812,66 – Y=2974,24 dengan kedalaman 290 meter yang diberi nama sumur
Pamusian 1. Pemboran ini belum dikatakan berhasil. Produksi secara komersial barulah didapat pada tahun 1904. Eksplorasi NKPM di Tarakan dilakukan selama delapan tahun mulai 1897 hingga
1905.
Menara Pemboran di Tarakan, (link sumber) |
Setelah masanya berakhir, eksplorasi dilanjutkan oleh perusahaan
lainnya yang juga asal Belanda, yakni Batavia Petroleum Maatchaapij
(BPM) pada tahun 1906. Pemboran di Tarakan pada tahap awal eksplorasi hingga tahun 1920an menggunakan menara dari kayu ulin. BPM merupakan perusahaan terlama yang melakukan eksplorasi
minyak di Tarakan, yakni selama 40 tahun. Produksi pertama BPM sebanyak 23 ton minyak. Pada tahun 1928, BPM sudah berhasil membor 418 sumur minyak di area
Pamusian dengan produksi sebanyak 1.304.303 ton (setara 26.083 barrel per hari). Pada tahun 1929 mulai
digunakan menara bor yang terbuat dari besi galvanis pertama kali
yang digunakan di lapangan minyak Pamusian. Melihat produksi ini,
perusahaan minyak Belanda ini memperluas wilayah pengeborannya ke
Sesanip, Gunung Tjangkoel, Mangatal, dan Juwata. Sampai tahun 1935, BPM
berhasil membor 937 sumur minyak. Sebanyak 857 sumur di Pamusian,
32 sumur di Sesanip, dan 68 sumur di Gunung Tjangkoel, dan Juwata.
Salah satu menara pemboran di Tarakan tahun 1920-1940, via wikipedia |
Selama 40 tahun mengeksplorasi minyak di Bumi Paguntaka, Belanda membangun beberapa fasilitas penunjang perminyakan maupun fasilitas-fasilitas kota. Fasilitas penunjang perminyakan yang dibangun antara lain jaringan perpipaan, pompa, tangki pengumpul, bengkel dan alat-alat produksi hingga gudang logistik serta pelabuhan. Sementara fasilitas-fasilitas kota yang dibangun antara lain jalan, perumahan, gedung-gedung pemerintahan, sarana hiburan, ibadah dan olahraga, pasar, sarana air bersih hingga sarana kesehatan. Kegiatan perminyakan oleh Belanda di Tarakan ini berakhir pada tahun 1942 ketika
pemerintahan kolonial sudah mulai melemah. Ditambah lagi kongsi dagang Belanda yakni Vereenigde Oostindische
Compagnie (VOC) yang bangkrut karena dirundung berbagai masalah pada
1942.
Kondisi Jalan dan Lingkungan dalam sebuah perumahan perusahaan minyak di Tarakan tahun 1920, (foto : koleksi Disbudparpora Kota Tarakan |
Sementara itu, temuan cadangan minyak yang besar serta kualitas yang bagus di Tarakan sampai ketelinga Kekaisaran Jepang. Jepang yang saat itu sedang membutuhkan banyak cadangan bahan bakar untuk keperluan perangnya ditambah lagi dengan letak geografis antara Tarakan dan Jepang yang memudahkan untuk mengangkut minyak bumi, membuat Jepang langsung melakukan invasi besar-besaran ke Tarakan. Entah harus bangga atau tidak, Tarakan merupakan daerah pertama di Nusantara yang dimasuki oleh tentara Jepang pada dinihari, tanggal 11 Januari tahun 1942 dengan kekuatan 20.000 pasukan.
Pendaratan Pasukan Jepang di Tarakan, (link sumber) |
Saat konvoi kapal-kapal tempur Jepang sudah terlihat di horison utara Tarakan melalui pesawat ampibi Dornier Do 24 milik KNIL-ML. Belanda melalui komandan garnisun KNIL di Tarakan, Overstee Simon de Waal, segera memerintahkan evakuasi warga sipil dan perintah membumi-hanguskan fasilitas perminyakan yang ada di Tarakan. Gambaran sekilas tentang pembungihangusan Tarakan ini pernah ditayangkan dalam film Soekarno : Indonesia Merdeka yang dirilis tahun 2013 lalu. Ratusan sumur minyak produktif sengaja dirusak dan dibakar oleh BPM dengan tujuan agar Jepang tak bisa "menikmati" minyak Tarakan. Tarakan saat itu bagai neraka kecil, kobaran api beserta asap hitam membumbung tinggi di langit Tarakan. Ledakan-ledakan fasilitas yang dilakukan oleh Belanda membuat permukaan Tarakan membentuk kawah-kawah raksasa. Sehingga dari laut pesukan Jepang melihat seluruh daratan Tarakan bak lautan api.
Tarakan Lautan Api, tampak asap-asap membubung tinggi saat Belanda meledakkan sumur-sumur minyak. (link sumber) |
Hanya butuh dua hari saja bagi 20.000 pasukan Jepang untuk menguasai Tarakan yang hanya dijaga oleh 2.000 pasukan Belanda. Separuh tentara Belanda tewas dalam pertempuran 2 hari itu, sementara Jepang kehilangan 225 pasukan. Para tawanan Belanda yang tertangkap dieksekusi dengan dipenggal kepalanya, dan sebagian ditenggelamkan hidup-hidup ke kolam-kolam minyak yang tumpah dari kilang yang baru saja mereka bakar, sebagai balasan atas tindakan pengrusakan fasilitas vital tersebut.
Kondisi Tarakan sesaat setelah pembumiangusan. (Sumber link) |
Setelah Belanda menyerah kepada Jepang, secara otomatis Tarakan berada di bawah pemerintahan kekaisaran Jepang. Termasuk pengelolaan minyak di Tarakan juga diambil alih Jepang. Saat pembungihangusan fasilitas perminyakan oleh Belanda dahulu ternyata masih menyisakan sumur-sumur produktif yang masih berjalan normal. Terutama di luar pulau Tarakan. Terdapat kurang lebih 70 sumur sisa Belanda yang terdapat di Pulau Ceram dan Lokasi Lemon yang masih produktif hingga menghasilkan 250 metrik ton perhari. Sehingga Jepang masih bisa menyuplai minyak bumi dari Hindia Belanda ke negaranya pada tahun yang sama.
Kondisi tambang minyak yang hancur lebur akibat dibakar oleh Belanda ini membuat Jepang tak bisa langsung menikmati hasil minyak bumi dari Tarakan. Jepang harus membenahi fasilitas-fasilitas tersebut agar bisa kembali berjalan normal. Ribuan personil sipil tenaga ahli pertambangan Jepang didatangkan ke Hindia Belanda untuk memperbaiki dan memulai eksploitasi minyak yang ada. Perbaikan fasilitas perminyakan di Tarakan pun tak seluruhnya dilakukan oleh Jepang, mereka hanya memperbaiki fasilitas-fasilitas vital yang berhubungan dengan produksi dan jaringan pipa penyaluran minyak menuju pelabuhan.
Pada bulan Mei
1942, Jepang melakukan pengeboran sumur pertama di Pamusian dengan nama sumur E
(Enemi) 657 yang kemudian berlanjut sampai bulan Juli 1945 membor sumur E
829. Atau hanya dalam waktu 3,5 tahun, Jepang berhasil membor 174 sumur
minyak di Tarakan. Pada tahun 1943 sebagian sumur minyak telah berhasil diperbaiki oleh Jepang dan mulai berproduksi kembali. Jepang berhasil memproduksi 50 juta barel minyak, angka yang hampir menyamai perolehan produski saat masa damai yaitu 65 juta barel minyak. Meski hanya sebentar (dua tahun produksi), namun jumlah minyak yang diproduksi oleh Jepang dalam hitungan perbulan, jauh lebih banyak dibanding Belanda. Jepang gencar melakukan eksploitasi minyak guna menambah cadangan nasionalnya seiring dengan reaksi penyerangan mereka ke daerah tempur yang menggunakan bahan bakar minyak. Produksi minyak saat itu melejit diangka 350.000 ton perbulan, sebelumnya saat dikelola oleh BPM, hanya mampu memproduksi 80.000 ton minyak perbulan.
Periode kekuasaan Jepang di Hindia Belanda terjadi dalam waktu 40 bulan, dimulai dari 1942 hingga 1945. Pada bulan mei 1945, pasukan Australia dalam operasi yang bernama Obo Satu mengirimkan 20.000 pasukan untuk menyerang Tarakan yang saat itu hanya dijaga oleh 2.000 prajurit. Meski sudah mempersiapkan diri dengan sangat baik, ternyata merebut Tarakan dari Jepang tidaklah mudah. Serangan dimulai dengan pengeboman Pulau Tarakan besar-besaran selama 4 hari penuh. Meski akhirnya tentara Australia bisa menguasai Pulau Tarakan, namun peperangan belum juga usai sampai dengan Bulan September 1945. Artinya mereka memerlukan 6 bulan penuh untuk benar-benar bisa menguasai Tarakan. Semangat tentara Jepang memang tidak mudah pudar. Meski kota Tarakan sudah dikuasai, tentara Jepang tetap melakukan perlawanan. Mereka bersembunyi di hutan dan bungker- bungker bawah tanah. Tentara Jepang melakukan penyergapan kepada patroli tentara Australia. Bahkan sampai dengan tahun 1960-an, masih ada rumor bahwa tentara Jepang masing tinggal di hutan-hutan di Tarakan.
Tentara Australi mendarat di Tarakan, via http://www.gahetna.nl |
Selain dari jumlah tentara Jepang yang sangat sedikit dibanding dengan tentara Australia yang menyerang, kekalahan Jepang di Tarakan juga disebabkan oleh kebijakan pesawat-pesawat Jepang untuk mengutamakan pencegahan serangan ke Okinawa. Pesawat-pesawat Jepang melakukan pencegatan terhadap pesawat-pesawat Sekutu yang mempersiapkan diri menyerang negeri Jepang. Dengan jumlah pesawat yang semakin sedikit dan diprioritaskan untuk mengamankan dalam negeri, maka perang di Tarakan tidak mendapatkan cukup dukungan dari udara. Terlebih lagi ditambah dengan peristiwa bom atom Hiroshima Nagasaki yang membuat Jepang menyerah kalah dan turun dari panggung Perang Dunia II.
KNIL dan Seukutu mendarat di Tarakan, via http://www.gahetna.nl |
"Tak bisa dibayangkan betapa dahsyatnya pertempuran Tarakan baik pada tahun 1942 maupun 1945. Namun setelahnya, seakan Tarakan jarang masuk dalam peta sejarah perang pasifik, padahal peran Tarakan dalam perang ini tak boleh dipandang sebelah mata. Sumber Daya Alam yang terkandung di Tarakan menjadikan pulau ini memiliki pengaruh yang tak kecil terhadap sejarah perang dan bahkan kemerdekaan Indonesia. Dalam beberapa buku sejarah bahkan Tarakan disebut dengan Pearl Harbour nya Indonesia!"
Setelah Jepang mengalah pada tahun 1945, Indonesia memploklamirkan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Sama seperti di Balikpapan, di Tarakan pun tak serta merta berita kemerdekaan Indonesia langsung terdengar, dikarenakan letak geografis yang jauh serta terbatasnya media dan alat komunikasi saat itu. Ladang minyak Tarakan kembali diambil alih oleh Belanda. Meski kembali rusak parah akibat perang dengan Jepang, ladang minyak Tarakan dengan cepat diperbaiki dan kembali berproduksi.
Berita tentang kemerdekaan Indonesia sampai ke Tarakan mungkin juga dibawa oleh pekerja-pekerja minyak dari Jawa yang didatangkan oleh Belanda. Para insinyur dan teknisi tiba segera setelah pendaratan Sekutu dan
pompa minyak pertama diperbaiki pada tanggal 27 Juni 1946. Dari bulan
Oktober, ladang minyak pulau itu memproduksi 8.000 barel tiap hari dan
menyediakan lapangan kerja bagi banyak penduduk sipil Tarakan.
"Penguasaan BPM atas ladang minyak Tarakan pasca kemerdekaan berlangsung hingga tahun 1950. Setelah melalui beberapa peristiwa penting, mulai dari agresi militer Belanda I dan II, pembentukan RIS, hingga pengakuan atas kedaulatan Negara Indonesia."
Akhirnya Belanda pun menyerahkan aset-asetnya kepada Pemerintah Indonesia, termasuk sumur minyak dan fasilitasnya. Melalui perusahaan Pertamin yang merupakan
cikal bakal awal berdirinya Pertamina, Indonesia mulai melakukan pengelolaan di
lapangan Tarakan. Pada tanggal 15
Oktober 1968 pemerintah menyerahkan pengelolaannya kepada Pertamina. Pertamina mengelola ladang migas ini bersama Renvestadco (Amerika Serikat). Namun setelah
berjalan hampir 2.5 tahun, pada 17 Maret 1971 Pertamina mengadakan
Technical Assistance Contract (TAC) dengan REDCO, sebuah perusahaan
minyak Amerika. Selanjutnya mengalihkan kepada Tesoro Petroleum
Corporation, sebuah perusahaan Amerika dengan nama Joint Operation Pertamina Tesoro
(JOPT). Dan pada 1 Desember 1980 semua karyawan Pertamina yang
diperbantukan ke Tesoro diintegrasikan ke perusahaan asing ini atau
menjadi karyawan Tesoro Indonesia Petroleum Company (TIPCO). Tapi,
pengelolaan lapangan minyak tetap menggunakan sistem TAC sampai kontrak
berakhir pada tanggal 15 Oktober 1980 yang kemudian diperpanjang 20
tahun. Perusahaan ini berhasil mengebor 17 sumur baru dalam jangka waktu 10 tahun dengan
kerja sama Production Sharing Contract (PSC).
Pada 15 juni 1992, saham Tesoro beserta assetnya dibeli oleh Arifin Panigoro, pengusaha nasional dan mengubah nama perusahaannya menjadi PT. Exspan Kalimantan. PT. Exspan sendiri pada tahun 2004 merebranding perusahaannya menjadi Medco E&P Tarakan. Medco sendiri, selain
memelihara sumur-sumur tua (TAC), juga berhasil menemukan 33 sumur-sumur
minyak dan gas baru. Lalu pada tahun 2008, sebagian ladang migas Tarakan diambil oleh PT. Pertamina EP Asset 5, sebuah anak perusahaan Pertamina yang berfokus pada eksplorasi dan produksi migas.
Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) Tarakan saat ini dikelola oleh setidaknya 2 perusahaan besar, PT. Pertamina EP Asset 5 Tarakan Field dan Medco E&P Tarakan. PT. Medco E&P mengelola sebanyak 58 sumur minyak. Namun tidak semua berproduksi. Hanya ada 29 sumur yang aktif, kebanyakan merupakan sumur tua. Dengan kemampuan kapasitas produksi 1.880 barel minyak mentah perhari dan gas sekitar 1 MMBTU perhari.
Perjalanan Pengelolaan Migas di Tarakan |
Saat ini, jejak-jejak sejarah Perang dan Perminyakan di Tarakan masih bisa ditemui di beberapa tempat yang tersebar di Tarakan. Sisa-sisa menara pemboran, pompa angguk, dan wash tank yang setengah hancur akibat perang masih bisa kita lihat di sekitar Kampung Empat. Sisa-sisa perang juga bisa dilihat di Situs Peningki Lama, Bunker-bunker peninggalan Jepang dan Belanda. Bahkan Pemerintah Kota Tarakan tahun lalu meresmikan "Museum Kembar" yang berlokasi di Islamic Center Tarakan. Museum ini berisi tentang sejarah perang dan sejarah perminyakan di Kota Tarakan.
peninggalan perminyakan di Tarakan |
------------------------
Sumber-sumber :
http://mulyanto8000.blogspot.com/2013/07/tarakan-kaya-sumur-sumur-tua.html
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/134138-T+27922-Pembentukan+identitas-Analisis.pdf
http://kaltara.prokal.co/read/news/6952-dieksplorasi-pertama-kali-pada-1897.html
https://www.kompasiana.com/sahrilpercikan/584421c36623bd9f041bc838/tarakan-kota-minyak-riwayatmu-dulu
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Tarakan_(1942)
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertempuran_Tarakan_(1945)
https://indonesiana.tempo.co/read/122659/2018/02/12/handokowidagdo/tarakan-the-pearl-harbor-of-indonesia
Buku : Mereka yang Berpeluh : Kisah Para Pekerja Lapangan Minyak
Mas boleh info lebih lanjut mengenai kondisi di Tarakan pada hari proklamasi dan setelahnya?
ReplyDeleteGambaran umumnya mugkin sama dengan kondisi2 daerah lain setelah kemerdekaan.
DeleteYaitu terkena dampak dari Agresi Militer Belanda I dan II yang kembali ingin merebut Indonesia.
Namun saya belum menemukan refrensi valid nya...
Ada yang bisa dibantu?