Sunday, January 27, 2019

Peristiwa Merah Putih di Sangasanga : Jejak Perjuangan di Kota Tua Minyak

Dunia perminyakan mendapat peranan penting dalam perkembangan bangsa Indonesia. Banyak peristiwa besar yang terjadi di negeri ini dilatarbelakangi oleh cairan hitam ini. Dalam pembahasan dulu, saya pernah menjelaskan beberapa tempat di Indonesia yang mempunyai kaitan erat dengan minyak dan gas.

Peristiwa Pangkalan Brandan Lautan Api, Hari Jadi Kota Balikpapan, sampai Tarakan yang menjadi saksi bisu perang pasifik merupakan sederet peristiwa besar di Nusantara Indonesia yang minyak dan gas menjadi "dalangnya". Dan kali ini akan ada satu bahasan lagi mengenai peristiwa besar di tanah air yang dilatar-belakangi oleh migas. Bahkan rakyat tempat daerah tersebut sekarang ini meminta agar hari tersebut diangkat menjadi hari besar dan hari libur : 
Sanga-sanga, Kalimantan Timur.

Sanga-sanga, kini ia merupakan sebuah kecamatan di bagian pesisir Kabupaten Kutai Kartanegara. Di bumi Sanga-sanga ini dulu dikenal sebagai lokasi batubara, lalu berubah menjadi "Kota Minyak" kala cairan hitam itu ditemukan J.H. Menten pada akhir 1890an. Louise 1, merupakan nama sumur yang kali pertama memuntahkan minyak mentah dari bumi Sanga-sanga dengan produksi awal 88 BOPD. 
Sumur Louise 1, Sanga-sanga (niaga.asia)
Sanga-sanga, dari negeri terpencil yang berada di pesisir Kutai Kartanegara, dengan cepat berubah menjadi kota modern dizamannya pasca penemuan minyak oleh Menten. Berbagai fasilitas ada di Sanga-sanga sebagai penunjang lancarnya operasi perminyakan disana. Pada tahun 1939, Sanga-sanga sudah memiliki 7 dermaga, 613 sumur dengan produksi 70 ribu ton minyak sebulan. Bahkan, pesawat amfibi Catalina sering mendarat di sungai di Sanga-sanga ini. Daerah yang sebelumnya sepi menjadi berpenduduk ribuan lebih yang diisi oleh para pekerja minyak, baik dari Eropa, Asia, maupun dari berbagai tempat dan pulau di Nusantara Indonesia. Adalah NV de Bataafshe Petroleum Maatschappij (BPM) yang bekerja sama dengan Shell, dua perusahaan raksasa dari Eropa ini yang mengeruk hasil bumi Sanga-sanga.
Pompa Angguk Sanga-sanga jaman dulu, (bontangpost.id)

-----------
Masa kejayaan Belanda mengelola minyak di Sanga-sanga tergolong lama, hampir setengah abad. Sebelum akhirnya dipaksa menyerah tanpa syarat oleh Jepang. Pada 1942, tentara Jepang melakukan serangan dadakan kepada Belanda. Jepang yang telah sukses menduduki Tarakan terlebih dahulu itu lalu melanjutkan invasinya ke pesisir timur pulau Kalimantan. Salah satu tujuannya adalah untuk mencari sumber bahan bakar guna mendukung lancarnya peralatan untuk menggerakkan alat-alat perang yang digunakan Jepang dikancah perang dunia II.

Setelah menundukkan Belanda, Jepang secara "resmi" mendapatkan Nusantara pada tahun 1942. Lapangan minyak di Sanga-sanga yang semula hancur akibat gempuran saat perang berkecamuk dengan cepat diperbaiki Jepang dan kembali berfungsi. Untuk mendukung kelancaran operasi minyak, Jepang mendatangkan para pekerja dari Jawa untuk dijadikan romusha. Mereka dijanjikan pekerjaan dan pendidikan yang layak bagi sesiapa yang ikut ke Kaltim. Mereka berasal dari Malang, Jogjakarta, Semarang, dan kota-kota di Jawa Barat. Sebagian pekerja adalah para cendekiawan. Para pekerja dari berbagai daerah terbagi dalam rombongan-rombongan seperti rombongan Malang I, Malang II, rombongan Yogyakarta, dan lain-lain. Para pekerja ini lah yang kelak akan ikut ambil bagian dalam peristiwa bersejarah yang akan selalu dikenang masyarakat Sanga-sanga.

Selama menduduki Hindia Belanda (Indonesia), Jepang memeperlakukan para pekerja dan bekas anggota KNIL dengan tidak manusiawi. Mereka dipaksa bekerja keras, tinggal dibarak-barak dengan penjagaan yang ketat. Makanan dan obat-obatan tidak tersedia. Semua hanya untuk tentara Jepang. Mereka hanya fokus pada peperangan dan pertahanan.

Usaha sekutu untuk menggempur Jepang juga masih dilakukan. Oleh karena itu pula Jepang membentuk organisasi-organisasi sosial yang berfungsi membantu pihak Jepang, seperti Seinendan, Konan Hokoku Dan, dan Fujinkai. Pemuda-pemuda ini dilatih militer hingga bela diri selama beberapa bulan. Hingga akhirnya mereka resmi menjadi Kaigun Heiho dan dilantik menjadi Nyitun Heiho (prajurit). Setelah itu mereka disatukan dengan tentara Jepang dan dipisah menurut kompi-kompi yang bertugas membantu tentara Jepang melawan sekutu.
Namun disisi lain, para pekerja khususnya dari Jawa juga membentuk organisasi bernama Badan Penolong Perantau Djawa (BPPD) yang menghimpun para pekerja yang didatangkan Jepang dari Jawa beberapa waktu lalu.
Usia Jepang di Indonesia tak bertahan lama, awal tahun 1945 tentara sekutu menggempur habis-habisan Jepang yang membuat mereka kalang kabut, hingga puncaknya Jepang mengaku kalah ketika dua kota besarnya dijatuhkan bom atom oleh Amerika Serikat, agustus 1945. Indonesia merdeka. Kemerdekaan Indonesia terdengar oleh rakyat Sanga-sanga beberapa waktu setelahnya. Soedirin, yang merupakan anggota BPPD mencoba mencari radio-radio yang disembunyikan dan dapat digunakan lalu mencuri berita tentang proklamasi kemerdekaan Indonesia secara sembunyi-sembunyi.

Selain melakukan tugas sosial, anggota BPPD juga memiliki tugas sebagai penerang dan memberitakan kepada warga tentang proklamasi Indonesia. Berita tentang kemerdekaan ini didapat oleh Soedirin yang bekerja di stasiun radio Markas Tentara Pendudukan Sekutu Australia. Soedirin mencatat hal-hal penting lalu disebarkan kepada anggota BPPD. Selain itu BPPD juga kerap membuat pertunjukan seni, seperti Ketoprak, Ludruk dan SANDISA (Sandiwara Sanga-sanga) yang kebanyakan ceritanya mengangkat tentang semangat perjuangan dan kemerdekaan.
Pengibaran Bendera Merah Putih di Sanga-sanga, (bontangpost.id)

BPPD juga melatih para pemuda di tempat yang tersembunyi untuk latihan baris-berbaris, taktik perang, menggunakan senjata, dan lain-lain hingga mengadakan tugas-tugas rahasia dalam rangka menjalin kerjasama dengan para pejuang di Balikpapan dan Samarinda.
Tanggal 21 Agustus 1945 Jepang menarik diri dari Sanga-sanga, sehingga membuat ex-romusha dan pasukan Heiho yang dibentuk Jepang pun terbengkalai dan terputus hubungannya begitu saja dengan pemerintah Jepang. Bendera Merah Putih baru berkibar di Sanga-sanga pada tanggal 26 Oktober 1945. Selasa pagi di depan markas BPPD di distrik IV atas persetujuan dan pengawasan tentara sekutu Australia.

Tentara Australia dianggap sebagai pembebas dari apa yang telah mereka rasakan selama ini. Kedatangan mereka disambut dengan kesenian-kesenian rakyat sebagai bentuk rasa gembira telah terbebas dari cengkraman penjajahan Jepang. Namun hal itu tak memakan waktu lama, tentara sekutu kembali ditarik ke negara masing-masing pada tanggal 17 Desember 1945. Lalu diganti dengan KNIL Korps Manila (bekas KNIL dari Manila yang dipersenjatai). Ternyata Belanda masih ingin kembali menjajah Indonesia. Sebab saat  tentara sekutu menyerang Jepang hingga Jepang menyerah dan Indonesia merdeka, Belanda mengirimkan mata-matanya untuk "mensurvey" keadaan yang ada di Sanga-sanga serta mencari tentara NICA yang masih pro-Belanda untuk kembali masuk ke barisan Belanda nantinya.

Saat NICA mengambil alih Sanga-sanga, segala bentuk kegiatan dilarang, termasuk kegiatan yang menjurus ke politik dan perjuangan kemerdekaan. Dengan adanya larangan ini maka gerak organisasi BPPD menjadi terhambat, sementara mata-mata NICA terus mengawasi gerak-gerik anggota BPPD. 
Pasukan NICA dari Balikpapan datang ke Sanga-sanga. (bontangpost.id)

Tanggal 30 Desember 1945, BPPD mengadakan malam kesenian bertajuk "Merah Hijau" yang disutradarai oleh Soedirin. Ini merupakan "kode" dan pesan kepada para pemuda dan pengurus BPPD bahwa seolah-olah mereka akan dihadapkan ke meja hijau (akan ditangkap). Puncaknya pada 31 Desember 1945 pagi, Belanda mengadakan pembersihan di Sanga-sanga khususnya di markas BPPD, segala alat, dokumen, bahkan bendera disita, ratusan anggota BPPD ditawan.

Aksi Belanda ini berlanjut tanggal 2 Januari 1946, NICA kembali mencari anggota BPPD yang belum tertangkap atas petunjuk dan informasi dari NICA Belanda, pribumi yang berkhianat dengan bangsa sendiri. Sejumlah tahanan dibebaskan setelah menjalani pemeriksaan intensif, tahap pertama bersisa 28 orang, kemudian dilakukan pemeriksaan lagi sehingga menjadi 16 orang, termasuk Soedirin dan Soekasmo.
Penjara Belanda di Sanga-sanga, (http://pbkukar.blogspot.com/)
Tanggal 14 Juli 1946, 16 tawanan ini dipindahkan ke Balikpapan dan pada tanggal 26 Juli mereka dibebaskan setelah dipaksa membuat pernyataan setia kepada NICA Belanda. Sementara itu, di Sanga-sanga tidak berhenti organisasi perjuangan, malah semakin banyak, bertunas, dan bertumbuh. FONI (Fonds Nasional Indonesia) dan INI (Ikatan Nasional Indonesia) yang berpusat di Balikpapan, KNI (Keputusan Nasional Indonesia) dan PPK (Pers Pemuda Kalimantan) adalah organisasi-organisasi yang lahir dimasa pendudukan Belanda "kedua" ini.

Pejuang BPPD yang dibebaskan ini kemudian menyebar ke berbagai daerah. Soedirin dan beberapa yang lain ke Samarinda, Kasman Hadiwidjono ke Pare-pare Sulawesi Selatan untuk membentuk badan-badan perjuangan di daerah yang baru. Dan beberapa yang lain pulang ke Sanga-sanga untuk meneruskan perjuangan, termasuk Soekamso. Ia dan beberapa yang lain mulai memikirkan dan merencakan serta mangtur kembali organisasi perjuangan, lalu terbentuklah BPRI (Badan Pembela Rakyat Indonesia).
Pejuang BPRI (https://www.youtube.com/watch?v=_qjvrpnL1zQ)
BPRI merupakan gabungan dari badan-badan perjuangan yang ada di Sanga-sanga termasuk eks KNIL yang pro Indonesia. Mereka selalu mengadakan rapat untuk menyatukan pendapat serta bertukar informasi tentang para warga Indonesia yang pro-Belanda dan harus diwaspadai. Gaung kemerdekaan yang sudah terngiang di telinga rakyat Kaltim membuat mereka tidak mau lagi didatangi penjajah. Lalu berbagai strategi dilakukan untuk memukul mundur Belanda dari Sanga-sanga. 

Pemberontakan
Rakyat Sanga-sanga sudah merencanakan untuk melakukan penyerangan. Penyerangan pertama dilakukan pada tanggal 26 Desember 1946, ketika Natal. Para tentara Belanda akan pergi beribadah ke Samarinda karena di Sanga-sanga saat itu tidak terdapat gereja. Namun rencana pemberontakan ini diketahui oleh Militer Intelegence Departmen (MID) sehinga gagal lah pemberontakan pertama ini.

Pemberontakan kedua dilakukan pada tanggal 1 januari 1947. Para pemuda dan pejuang tengah berada pada puncak semangat. Mereka juga mendesak pimpinan untuk mengambil sikap tegas dan cepat mencetuskan pemberontakan. Soekasmo sebagai pimpinan dan beberapa petinggi lainnya sudah sepakat untuk melakukan pemberontakan pada tanggal yang telah ditetapkan karena pada malam pergantian tahun akan dilaksanakan hiburan semalam suntuk dan pagi harinya para tentara beribadah ke gereja. Pada saat itu lah dilakukan penyerangan di beberapa tempat strategis lainnya. 

Pada sore hari terdengar suara raung yang ternyata merupakan suara kapal yang datang dari Samarinda dan merapat di dermaga. Kapal tersebut bermuatan anggota KNIL pimpinan sersan mayor Van Dijk. Kedatangan mereka ini diduga karena kebocoran informasi dari rencana pemberontakan dan sekaligus menangkap pejuang Sanga-sanga.
Belanda menawan para pejuang dalam serangan balik ke Sanga-sanga. (bontangpost.id)
Tanggal 25 Januari 1947, Soekamso mendapat surat dari Koesnan, pejuang di Balikpapan yang berisi pemberitahuan tentang adanya bantuan yang datang untuk membantu pejuang di Sanga-sanga. Mereka adalah Herman Runturambe, Basoemi dan lain-lain. Oleh Soekamso disuruh tinggal di kampung Jawa dan tidak keluar disiang hari, karena wajah mereka sangat bisa dikenali sebagai orang baru. Sementara Soekasmo memberikan informasi tentang kedatangan bantuan ini kepada pejuang di Anggana yang dipimpin oleh Marsudi, R. Pringgosoemarto, Sambijo dan Soedarsono untuk dikoordinasikan. 

Gerakan pemberontakan yang akan dilakukan ini adalah upaya untuk membebaskan diri dari cengkraman penjajahan. Mereka sudah lama mempersiapkan hal ini. Gerakan bawah tanah yang tergabung dalam BPRI juga telah siap bergerak menunggu komando. Begitu pula pasukan KNIL yang Pro-Republik, merekalah yang turut andil dalam lolosnya "keluar masuk" para pejuang dari dan ke Sanga-sanga, sebab Belanda yang mengira mereka masih setia kepada Belanda memerintahkan mereka untuk menjaga dan mengamati keluar masuk para pejuang.

Soekasmo juga memerintahkan Soedirin yang berada di Samarinda untuk bersiap siaga bersama anggota KNIL yang Pro-Republik disana. Diinformasikan bahwa tak lama lagi Sanga-sanga akan melakukan pemberontakan, dan diharapkan para pejuang di Samarinda, Anggana, dan Kutai secara serentak memberontak dan menyerang Belanda jika mendengar meletusnya pemberontakan di Sanga-sanga.

Persiapan di Sanga-sanga pun sudah matang, sudah terbentuk kelompok-kelompok kecil. Salah satunya adalah Angkatan Darat pimpinan Boedioyo anggota KNIL, dan beberapa kelompok lain yang sudah siap berjuang membela bangsa dan negara.

Tanggal 26 Januari 1947, tiba-tiba terjadi keributan di pasar. Herman yang sedang sarapan di warung diketahui identitasnya oleh Police Intelligence Department (PID). Herman langsung melarikan diri melalui jalan Nanas Kampung Jawa Distrik VII. Kejadian ini dilaporkan kepada Letnan Kisbery dan ia segera memerintahkan PID/MID serta anjing pelacak untuk mengejar Herman.
Pasar Sanga-sanga (https://www.youtube.com/watch?v=_qjvrpnL1zQ)
Siang harinya, pasukan PID/MID melihat gubuk di hutan distrik VII, dimana disana ada Soecipto dan dua pejuang lain yang sedang mencuci beras di sungai. Soecipto ditangkap, sementara satu pejuang berhasil melarikan diri. Soecipto disiksa, gubuknya digeledah dan ditemukan dokumen yang berisi daftar nama dan cap jempol pejuang yang telah bersumpah setia kepada bangsa Indonesia. Soecipto yang ditanya mengenai dokumen tersebut diam dan tak mau menjawab memberikan keterangan. Lalu ia ditusuk dengan bayonet dan ditembak hingga gugur, jenazahnya diseret lalu dibuang di distrik VII Sanga-sanga.

Kejadian ini dilaporkan kepada Letnan Kisbery di Samarinda. Anggota KNIL Pro-Republik juga mengetahui kejadian ini dan memperkirakan Belanda akan menangkap semua nama-nama yang tercantum di dalam dokumen yang didapati di gubuk tadi. Maka sebelum Belanda bertindak, para pejuang harus mengambil langkah. Pimpinan BPRI, Soekasmo pun diamankan di rumah Lurah Kampung Jawa, pak Simoen.

Tanpa diketahui oleh pimpinan BPRI, sore hari tanggal 26 Januari 1947, tokoh BPRI Soekirman dan tokoh KNIL Pro-Republik Soepandi Ronodiwirjo juga ditangkap oleh MID Belanda. Kejadian ini diketahui oleh Boedioyo, ia langsung memerintahkan anggotanya untuk menggunakan senjata lengkap lalu layaknya berpatroli dengan jeep terbuka di Distrik V menuju bangsal bekas Heiho. Toekiman, salah satu pimpinan BPRI dan beberapa lainnya dijemput menuju muara. Disitu dijelaskan bahwa kemungkinan besok semua pejuang akan ditangkap, dan Boedioyo memerintahkan untuk menurunkan senjata-senjata dan amunisi serta menyuruh Toekiman dan pejuang lainya untuk berkumpul di rumah R.F. Romokarto seorang pastur.

Malam harinya, diadakan rapat rahasia di rumah Lurah Kampung Jawa, pak Simoen. Rapat tersebut untuk mengambil keputusan kilat yaitu pemberontakan terhadap kolonialis Belanda harus segera dilakukan. 
Merdeka atau ditangkap Belanda lalu dibunuh atau dipenjara
"Hari Mantoe", merupakan kode yang dibuat untuk dimulainya operasi pemberontakan ini. Pimpinan kelompok Heiho yang bermarkas di distrik V memerintahkan kepada semua ketua-ketua kelompok untuk memberitahukan secara rahasia kepada seluruh eks-Heiho yang tersebar di kampung-kampung dan pelosok-pelosok agar bersiap-siaga menunggu instruksi pimpinan BPRI, bergerak merebut kembali tanah Sanga-sanga dari Belanda. Untuk melakukan kamuflase dan mengalihkan pantauan musuh terhadap persiapan ini, oleh BPRI diadakan malam kesenian secara serentak ditiap-tiap kampung.

Semua ketua kelompok dan komandan sektor diperintahkan untuk mengirimkan anggotanya untuk mengambil senjata lengkap dari tangsi Belanda atas usaha para pejuang KNIL Pro-Republik. Beberapa pejuang yang lain diperintahkan untuk menghubungi dan memberitahukan pejuang di Samboja dan Balikpapan, serta pejuang di Samarinda dan Anggana akan rencana pengambilan kekuasaan ini. Para pejuang ini siap membantu perjuangan rakyat di Sanga-sanga. Namun rencana ini diketahui Belanda dikarenakan radio yang mereka gunakan disadap sehingga informasi dari Balikpapan jelas diketahui, imbasnya pemimpin BPRI di Balikpapan ditangkap.

Boedioyo juga mendapatkan informasi dari sumber lain yang mengatakan bahwa ada pasukan yang dikirim dari Balikpapan melalui sungai Tiram. Beberapa pejuang ditugaskan untuk mengecek keberadaan informasi tersebut di Gunung Krukut. Menjelang tengah malam, terdengar suara pasukan di jalan berbatu, hal tersebut dilaporkan ke Sanga-sanga melalui radio, kemudian salah seorang pejuang menegur dan memberi arah jalan, namun tak digubris, malah disambut dengan suara tembakan. Dua pelempar granat dari pejuang mengimbangi tembak-menembak pada malam itu. Namun karena kekuatan tidak seimbang, akhirnya Boedioyo memerintahkan untuk mundur dan kembali ke Sanga-sanga.

Tengah malam, masuk pada tanggal 27 Januari 1947, senjata pertama dikirim ke Kampung Soumil dan diterima oleh Toekimin. Sementara Boedioyo memerintahkan semua pasukan untuk menempati tempat yang sudah ditentukan guna kelancaran operasi penyerangan. Pukul 1 dinihari, gelombang kedua distribusi senjata dilakukan oleh pasukan eks KNIL yang diserahkan langsung kepada pemimpin pasukan untuk dibagikan pada anggotanya. Kemudian para pejuang diperintahkan menempati pos masing pada pukul 2 dinihari dengan memakai lencana merah putih di dada kanan.

Sebelum memulai penyerangan, para pemimpin kembali mengadakan rapat kilat, menyatukan suara  untuk menyerang Belanda, merebut kembali Sanga-sanga. Para pejuang juga diperintahkan untuk mengawasi gerak gerik orang-orang yang memihak Belanda. Soekamso memerintahkan kepada Boedioyo untuk memimpin operasi ini dikarenakan pengalaman militer yang ia miliki, selain itu ia juga mengetahui banyak tempat strategis seperti kediaman orang-orang penting para pejabat Belanda termasuk Letnan Kisbery.

Semua pejuang diperintah untuk bersiap siaga mulai dari Distrik Ujung hingga Distrik VII. Para pembantu di rumah-rumah Belanda juga diperintahkan untuk menggunakan kesempatan sebaik-baiknya dan mengambil senjata milik majikannya lalu diserahkan kepada pejuang.

Operasi yang dipimpin langsung oleh Boedioyo ini dimulai dengan bergerak mengepung Detasemen KNIL Sanga-sanga. Komandan jaga saat itu Soemiran dan anak buahnya. Boedioyo memerintah untuk tidak mengeluarkan tembakan, lalu dengan senyap berjalan melalui tangki-tangki minyak, pompa air dan melewati kantor BPM. Para pejuang menempati pos masing-masing dan menunggu instruksi dari komandan jaga Soemiran. Sebagian pejuang yang lain memasuki sel dan membebaskan para tahanan perang termasuk Soekiman dan Ronowirjo. Mereka berada dalam kondisi yang parah dan berlumuran darah. Selanjutnya para pejuang menangkap KNIL pro-Belanda yang merupakan kaki tangan Sersan Mayor Van Heck dan Letnan Kisbery.

Komandan jaga Soemiran dan anggotanya yang menyamar menggunakan seragam KNIL pergi ke kediaman Soeparman. Setelah mengetuk pintu dan menginfokan bahwa Soeparman dipanggil Sersan Mayor Van Heck. Setelah Soeparman keluar, ia langsung disekap dan dibawa ke sel penjagaan lalu disiksa hingga tewas. Begitu juga yang para pejuang lakukan pada prajurit Saman. Prajurit Saman merupakan orang yang membunuh Soecipto saat penggeledahan gubuk yang berisi dokumen-dokumen penting milik pejuang di Distrik VII.

Di sisi lain, tiga kendaraan truk militer pimpinan kopral Soewito telah siap menunggu di depan pos penjagaan, warga sipil beserta logistik dibawa ke Distrik VII agar aman. Oleh kopral Soewito, disana sudah dibuatkan dapur umum.

Komandan jaga Soemiran melakukan tugas penyamaran dengan baik setelah ia dan anggota berhasil menangkap dua tentara KNIL dan Sersan Mayor Van Heck. Mereka ditangkap ketika melapor di pos jaga, dan tiba-tiba langsung disergap oleh pejuang dan dimasukkan ke sel penjagaan. Namun beberapa sersan yang tinggal di luar tangsi militer lolos dari penangkapan, seperti Van Nierop, ia adalah wakil Letnan Kisbery. Boedioyo memerintah untuk mengejar mereka, namun usaha ini gagal, Van Nierop berhasil meloloskan diri.

Setelah tangki KNIL Belanda berhasil direbut, ramai pejuang dan rakyat yang keluar masuk tangsi tersebut. Mereka mengambil segala kebutuhan termasuk senjata untuk kembali ke medan perang, mempertahankan sejengkal tanah yang sudah dikuasai. Kendaraan juga keluar masuk tangsi, untuk mengambil senjata dan mendistribusikannya kepada para pejuang di lapangan.

Dan di dalam tangsi dilaksanakan upacara bendera yang sederhana, namun tertib dan hikmat. Soekasmo memerintahkan prajurit untuk merobek bendera biru Belanda hingga menyisakan warna merah putihnya saja. Upacara dipimpin oleh Boedioyo. Soekamso dalam amanatnya mengintruksikan kepada para pejuang dan rakyat untuk turut serta mempertahankan kota Sanga-sanga yang telah direbut dari kolonial Belanda, serta terus berjuang dengan semboyan lebih baik mati dari pada dijajah kembali oleh Belanda.

R.F. Soekarto, Kapten Fathamsyah, Abdullah Thomas dan Soekiman ditunjuk untuk untuk bertugas pada beberapa bagian di markas BPRI. Para pekerja BPM berkebangsaan Indonesia sebelum bekerja berkumpul di markas BPRI untuk mendapatkan pengarahan dari pimpinan BPRI yang berbunyi :
"Saudara-saudara sekalian, sekarang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Sanga-sanga telah kita buktikan. Sebagaimana saudara-saudara maklum, Sanga-sanga sudah diduduki oleh Barisan Pembela Rakyat Indonesia, dan kekuasaan Belanda di Sanga-sanga sudah kita hancurkan. Sebentar lagi mungkin Samarinda akan segera menyusul. Karena kami sudah menyerukan kepada saudara Soedirin dan kawan-kawan untuk merebut Kota Samarinda dari kekuasaan kolonial Belanda. Selanjutnya kami juga mengharapkan supaya roda perusahaan ex BPM berganti nama menjadi Perusahaan Minyak BPRI jalan terus tanpa ada hambatan. Perusahaan minyak ini kepunyaan kita, punya saudara-saudara sekalian dan kami berharap bekerjalah seperti biasa untuk mencegah macetnya produksi minyak sebagai sumber yang vital untuk perjuangan kita semua. Saudara-saudara pejuang BPRI yang bertempur di garis depan supaya tetap bertempur. Semuanya, selamat bekerja dan berjuang terus sampai titik darah penghabisan."
Setelah selesai amanat diberikan, pimpinan BPRI kembali mengadakan rapat bersama unsur pimpinan untuk menentukan langkah mempertahankan kota Sanga-sanga dari serangan balik Belanda. Para ex KNIL berkutat dengan kegiatan administrasi mengenai pembuatan pengumuman tentang telah merdekanya Sanga-sanga. Para pejuang lain memberikan pelatihan pada mereka yang belum mengerti menggunakan senjata. Lalu juga disibukkan dengan pendistribusian logistik kepada para pejuang di garis depan dan kesibukan lain-lain yang berhubungan dengan masyarakat dan pertahanan.

Kepala penjawat (Camat) Onderdistrict Sanga-sanga, Awang Ishak datang ke markas BPRI, kemudian melapor serta menyerahkan kekuasaan kepada pimpinan BPRI. Oleh pimpinan BPRI kekuasaan tersebut diterima dan diserahkan kembali kepada Awang Ishak untuk menjalankan pemerintahan sipil agar tidak terjadi stagnasi. Pimpinan markas BPRI juga mengintruksikan agar gudang-gudang, rumah-rumah serta aset-aset lainnya di Sanga-sanga untuk diberi plakat milik Republik Indonesia dan dijaga agar tidak terjadi pencurian, pembakaran dan lain-lain yang merugikan perjuangan rakyat Sanga-sanga. Sementara pembantu-pembantu di rumah Belanda pegawai BPM diperintahkan untuk menangkap para pegawai BPM berkebangsaan Belanda serta keluarganya untuk digiring ke gedung Sandisa dan dijadikan tawanan.

Gerakan selanjutnya adalah merebut markas PID/MID di Distrik IV. Disini pejuang mendapat perlawanan sengit karena Letnan Kisbery dan anak buahnya berada disana. Namun akhirnya bisa direbut oleh Soemiran dan kawan-kawan, Namun Letnan Kisbery pergi meloloskan diri. Kemudian bendera merah putih kembali dikibarkan di markas PID/MID dengan merobek warna biru milik Belanda. Dengan begini, sudah jelas daerah Sanga-sanga dan sekitarnya sudah dikuasai para pejuang BPRI sejak minggu 27 Januari 1947 sejak pagi hari.

Sementara di markas BPRI dan Distrik Louise, para pejuang sibuk memberikan pelajaran kepada rakyat yang sudah dipersenjatai. Para pimpinan yang lain berpatroli untuk memastikan keadaan sambil merencanakan teknik pertahanan untuk berjaga-jaga jika Belanda kembali menyerang, patroli dilakukan di Muara Ujung, Louise, dan sentral Listrik. Kemudian Soekasmo dan Soekisman memeriksa para tahanan di gedung Sandisa, para tahanan ini terdiri dari pekerja BPM Belanda non-tentara beserta keluarganya. Para tahanan ini diperlakukan dengan baik dan jaminan keamanan yang cukup, asal tidak melawan. Begitu juga dengan tawanan KNIL Belanda.

Sementara itu, Boedioyo mulai memerintahkan para pejuang untuk menduduki pos pertahanan. Pos I di Ujung Muara di bawah pimpinan Lomban eks-KNIL. Pos II di Muara Jembatan dipimpin oleh Toekiman. Pos III di gunung merah dipimpin oleh Soemiran. Mereka juga dibantu oleh pasukan Heiho dan rakyat yang dipersenjatai.
Gunung Merah, (https://www.youtube.com/watch?v=_qjvrpnL1zQ)
Peristiwa perang pun terjadi, dikala para pejuang tengah sibuk dengan pengaturan pertahanan, terdengar suara kapal yang akan merapat. Para pejuang sudag bersiap-siap di pos jaga masing. Kapal tersebut berisi seorang Letnan yang dikawal empat tentara KNIL. Oleh Toekiman dan anggotanya, mereka disergap dan dilucuti senjatanya. Lalu satu kapal Belanda bertuliskan Zee Arend juga merapat dan ikat tali di jembatan Muara, langsung disambut dengan tembakan para pejuang di pos III, akhirnya kapal tersebut mundur ke arah Muara Ujung.

Di tengah-tengah konflik seperti ini juga terjadi penghiatanan. Adalah Lomban, pimpinan pos I beserta dua orang kawannya, bergabung dengan Alegeeme Polisi Belanda dan dengan menggunakan perahu milik rakyat pergi menuju tengah laut Anggana. Hal itu terlihat dari pos III lalu dilaporkan ke markas. Penghianatan ini berakibat pada gugurnya beberapa pejuang.

Sore harinya, dua pos jaga ditembaki mortir berat dan senapan mesin dari kapal musuh. Hal ini dapat terjadi karena dibantu oleh para penghianat dari pos I yang telah mengetahui lokasi-lokasi pertahanan pejuang. Kapal Belanda berdatangan dan menggempur habis-habisan hingga malam, para pejuangpun mempertahankan lokasinya dengan membalas gempuran Belanda hingga malam hari. Sementara di Sentral Listrik, Distrik Louise, Distrik IV, V, VI, dan kampung Jawa, para pejuang terus siap siaga menghadapi serangan, sehingga Belanda belum bisa menembus pertahanan, dan Sanga-sanga masih berada di tangan rakyat Indonesia.


--------

Demikianlah, gambaran aksi heroik para pejuang dalam mempertahankan tanah Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda. Perjuangan dan pengorbanan yang besar yang hasilnya bisa kita rasakan saat ini. 

Banyak para pejuang yang gugur dalam mempertahankan Sanga-sanga, termasuk Boedioyo yang menjalani eksekusi mati oleh Belanda setelah aksi pemberontakan ini. Namun apa yang telah dilakukannya layak mendapat penghargaan setinggi-tingginya. Juga para pejuang lain yang telah ambil bagian dalam perebutan Kota Minyak Sanga-sanga.

Tugu Perjuangan Rakyat Sanga-sanga
Yang perlu kita teladani adalah semangat juang mereka yang pantang mundur. Kerjasama yang baik. Serta saling percaya satu sama lain. Peristiwa Merah Putih Sanga-sanga merupakan peristiwa besar yang layak untuk dikenang. Dan di Sanga-sanga kini, masih bisa kita lihat dan melakukan napak tilas jejak sejarah perminyakan hingga perjuangan merebut kembali Sanga-sanga dari Belanda.

Dan untuk mengenang peristiwa heroik rakyat Sanga-sanga ini dibangun monumen perjuangan yang diberi nama Tugu Perjuangan Merah Putih, dan setiap tanggal 27 Januari diadakan upacara layaknya hari besar di Sanga-sanga. 
Sanga-sanga (sumber)







Tulisan ini saya ambil dari berbagai sumber. Jika ada sumber yang lebih valid, saya dengan senang hati menerima koreksi untuk perbaikan tulisan ini.


Sumber :
https://www.youtube.com/watch?v=_qjvrpnL1zQ
https://humas.kukarkab.go.id/berita/sosial-budaya/sejarah-singkat-peristiwa-merah-putih-sangasanga
https://indonesiainside.id/news/2020/01/27/ini-sumur-migas-sanga-sanga-tonggak-sejarah-rakyat-kaltim-melawan-belanda
https://www.pertamina.com/id/news-room/energia-news/sumur-louise-1-destinasi-wisata-sejarah-baru-di-sangasanga-
https://kaltimkece.id/historia/peristiwa/sejarah-panjang-sangasanga-tanah-juang-yang-kini-terkepung-tambang
https://indonesiainside.id/news/2020/01/27/ini-sumur-migas-sanga-sanga-tonggak-sejarah-rakyat-kaltim-melawan-belanda
https://bontangpost.id/29636-berangkat-dari-gerakan-bawah-tanah-menentang-belanda/
Kristianto, Kevin Topan, 2018. Pertempuran 27 Januari 1947 di Sangasanga, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, Skripsi, Program Studi Sejarah, Fakultas Sastra, Universitas Sanata Dharma, Jogjakarta.

No comments:

Post a Comment