Deru ombak yang beradu dengan dinding kapal sudah menjadi alunan musik bagi ku, setidaknya selama 3 jam ini. Yap, aku berada diatas kapal kecil yang sudah lepas jangkar dari Pelabuhan Rakyat di Selat Lampa sejak tadi pagi, mengarah membelah Laut Natuna menuju arah selatan. Menuju ke pulau yang tiada pulau lain di dekatnya. Sendiri, kecil, mungil, namun indah dengan jutaan cerita dan kenangan yang tersimpan rapi. Pulau Midai.
Cuaca sangat bersahabat, cerah. Angin teduh, dan gelombang sedikit tenang. Meski begitu, aku masih merasakan sedikit pusing karena gelombang laut. Maklum, sudah lama tak berlayar sejauh ini. Kapal yang kami tumpangi tidak lah terlalu besar, panjang sekitar 20m, tinggi kapal kurang lebih 4 m, dan tinggi struktur 2 meter. Ia merupakan sumbangan dari salah satu kementrian di republik ini.
Jarak dari Selat Lampa ke Midai kurang lebih 52 mil atau 83 km. Kapal ini biasa menempuhnya dengan waktu kurang lebih 5-7 jam tergantung pada cuaca. Kami mulai berlayar pukul 7 pagi dari Selat Lampa. Kapal berjalan pelan dan santuy melewati gugusan pulau-pulau di Pulau Tiga yang indah, melewati selat kecil diantara pulau Sabang Mawang dan pulau Tanjung Kumbik, kedua pulau ini berada di dua kecamatan yang berbeda, pulau Sabang Mawang berada di Kecamatan Pulau Tiga, dan pulau Tanjung Kumbik berada di kecamatan Pulau Tiga Barat. Air laut jernih serta aktifitas masyarakat di sekitar pulau yang sedang melaut menjadi pemandangan elok di pagi yang cerah itu.
Di perairan Tanjung Batang kapal melambat dan berhenti sejenak, menunggu kapal lain yang datang untuk mengisi perbekalan kapal. Setelah selesai, kapal kembali melanjutkan perjalanan, kembali dengan santuy, kapten kapal seakan mengerti betul kami tak ingin cepat-cepat melewati pemandangan indah ini, banyak pulau-pulau kecil nan indah yang kami lewati ketika melewati gugus pulau-pulau di Pulau Tiga. Ingin sekali rasa mengeksplor satu persatu pulau-pulau ini, menguak rahasia-rahasia keindahan yang terkandung di dalamnya yang tak bisa hanya dilihat dari kejauhan saja.
Saat ini kami sudah berada di pertengahan jalan. Karena cuaca sedang panas, aku lebih memilih duduk di luar, namun sesekali aku masuk ke ruang kapten, iseng saja sambil melihat GPS -meskipun aku tak mengerti- di dalam kapal yang menunjukkan arah yang lurus menuju ke tujuan. Kadang-kadang aku mengambil teropong milik kapten dan meneropong di sekitar. Hanya pemandangan laut lepas, dan beberapa kapal penangkap ikan saja yang terlihat. Kapal "cantrang" dari Jawa, begitu kata orang-orang di kapal yang aku tanyakan. Cantrang memang lagi jadi kata populer untuk masyarakat Natuna saat ini.
Aku masih melanjutkan meneropong sekeliling, kali ini mengarah ke sisi kanan kapal, tepatnya sebelah barat. Dari kejauhan terlihat titik-titik hitam di atas lautan, bak bebatuan yang mengapung diatas lautan. Batu-batu, itu jawaban yang kudapati ketika bertanya dengan paman. Seketika aku berfikir, tumpukan bebatuan yang menyembul di tengah-tengah laut, kemungkinan berjenis batuan granit yang memang banyak ditemukan di Natuna. Lalu berapa besar bebatuan yang "menyengul" di lautan lepas itu? Nanti aku googling saja ketika kembali ke Ranai, fikirku. Kapal masih terus berlayar, membelas laut Natuna menuju selatan.
Akibat sedikit pusing tadi, selera makan pun menjadi ambyar, parahnya lagi sulit untuk memejamkan mata, ditambah lagi dengan pemandangan yang seluruhnya laut membuat rasa bosan memuncak, ingin cepat-cepat sampai dan berlabuh di dermaga. Aku tak hiraukan jika berangkat sendiri, rasa khawatir ini semakin bertambah dengan ikutnya istri dan jagoanku yang masih bayi. Ini pertama kalinya mereka berlayar jauh. Namun sejauh yang ku lihat, mamanya jagoan sehat-sehat saja, dan jagoanku masih "pengas" mengeksplor kapal, sesekali melihat laut dan mengoceh sendirian seakan meluapkan rasa penasaran. Tidak ada terlihat muka pucat dan mabuk laut di wajah mereka, alhamdulillah.
Perjalanan masih berlanjut, jam menunjukkan hampir pukul 11 siang. Ketika aku berdiri di haluan kapal dan melihat jauh ke depan. Sayup terlihat gundukan tanah memanjang di tengah lautan. Bentuknya sudah tak asing lagi, aku hafal betul dengan bentuk ini, dua gunung yang terlihat dari kejauhan membentuk huruf M, itu lah pulau Midai. Kecil, mungil, namun indah dan damai. Jika pulau Midai sudah terlihat, kurang lebih 2 jam lagi akan sampai, begitu kata pamanku.
Selanjutnya yang ku lakukan adalah mondar mandir di kapal untuk menghilangkan rasa bosan, terkadang bergantian menjaga jagoanku yang masih saja aktif, hanya tidur sebentar saja tadi, itu juga di paksa mamanya. Dia senang sekali melihat laut. Kadang-kadang ikan terbang (Exocoetidae atau torani) menemani perjalanan kami, muncul dengan tiba-tiba dari dalam laut lalu terbang rendah di atas permukaan dan kembali lagi menyelam. Ikan terbang ini memang memiliki habitat di perairan pasifik dan hindia, jadi Lauta Natuna merupakan "rumah" yang pas untuk ikan yang mampu berenang dan terbang ini. Ia bisa terbang sejauh 40 - 500 meter jika dibantu dengan bantuan gelombang, dan juga bisa berenang dengan kecepatan 60 km/jam di air guna lari dari mangsa. Selian itu, potensi lain dari ikan ini adalah telurnya yang mahal, yang biasa ia tempelkan di tumbuhan-tumbuhan laut. Hmmm, mantap syekaleeh ya.
Jika beruntung, selama perjalanan baik menuju atau dari Midai terkadang juga ditemani oleh kumpulan lumba-lumba yang berenang di dekat kapal. Banyak video-video yang dibagikan oleh teman-teman di media sosial yang menunjukan mamalia laut ini mengiringi kapal yang sedang berlayar. Sayang, mereka enggan muncul dalam perjalanan kali ini. Hanya ikan "indosiar" lah yang jadi teman kami berlayar.
Masuk perairan Midai |
Jam sudah menunjukkan pukul 1 siang, kapal sudah memasuki perairan Pulau Midai. Pulau yang dari jauh berbentuk huruf M tadi perlahan "membesar", berwarna hijau pertanda masih rimbun dengan pepohonan. Cuaca yang cerah membuat birunya langit, hijaunya pulau dan birunya laut membentuk gradasi warna yang indah, perpaduan epik dari Sang Pencipta, Keagungan_Nya Yang Maha Sempurna. Rasa tak ingin cepat berlalu menikmati pemandangan yang luar biasa ini. Sebentar lagi kapal akan berlabuh di pelabuhan. Laju kapal perlahan melambat seketika telah masuk di perairan Midai. Laut biru yang jernih hingga terlihat dasar laut yang dipenuhi karang-karang. Terkadang ikan-ikan berenang keluar masuk terumbu karang yang tampak dari atas kapal. Semakin dekat menuju dermaga, laut semakin jernih, dasar laut semakin jelas terlihat. Memang indah alam Natuna ini, tugas kita untuk menjaga dan memeliharanya.
Kapten semakin melambatkan laju kapal, sebentar lagi akan merapat di dermaga. Ada banyak pelabuhan di pulau Midai. Hampir setiap desa dan kelurahan di pulau ini memiliki dermaga untuk berlabuhnya kapal, baik kapal nelayan maupun kapal penumpang. Kali ini kami akan merapat di pelabuhan WK, di Kelurahan Sabang Barat. Pelabuhan ini juga biasa digunakan untuk berlabuhnya kapal-kapal besar, seperti KM Bukit Raya dan Kapal-kapal Logistik lainnya. Mesin kapal dimatikan, tali ditambatkan di pelabuhan, alhamdulillah kami sampai di Midai dengan selamat.
Sampai Midai dengan selamat |
Mantap lalu,,
ReplyDeleteAkan menjadi kenangan untuk anak cucu nantinye,,
Nak nunggu tulisan kisah pulau busung bg..
siap insya Allah, tunggu yeee.. hhe
Delete