Setelah sebulan berpuasa dan dilengkapi dengan kegembiraan di bulan syawal, saya rasa harus kembali melakukan banyak kegiatan biar produktif seperti kata orang-orang. Saat itu juga saya memutar otak memikirkan kegiatan apa yang harus dilakukan untuk mengisi libur panjang kali ini. Lama juga mengingat satu demi satu tempat-tempat menarik di sekitaran kota untuk bisa dikunjungi. Memang, Kota Ranai dimana tempatku tinggal ini dikelilingi oleh tempat-tempat menakjubkan, mulai dari pantai, pulau, gunung hingga hutan.
Setelah memilah dan memilih, pilihan saya tertuju pada Desa Mekar Jaya. Desa ini sudah pernah saya review dalam tulisan saya terdahulu tentang wisata mangrovenya yang indah. Wisata alternatif yang digagas oleh para pemuda desa dalam menggali potensi alamnya. Hasilnya, meskipun terletak di sudut barat daya Pulau Bunguran ini, Desa Mekar Jaya banyak dikenal hingga saat ini, baik oleh para wisatawan, hingga peneliti. Desa Mekar Jaya juga masuk dalam 300 besar dalam acara Anugerah Desa Wisata Indonesia tahun 2022 ini. Kece gilee.!
Saya kagum dengan pemuda dan masyarakat desa ini yang tak henti-hentinya bergerak untuk menggali potensi yang ada. Selain tanaman bakau dan kuliner ketamnya yang lezat, Desa Mekar Jaya masih banyak menyimpan potensi alam yang harus lebih giat lagi digali, yang nantinya jika dikelola dengan baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi penduduknya.
Hutan bakau yang dijadikan wisata mangrove Mekar Jaya merupakan potensi wisata dan penelitian serta konservasi. Di desa ini juga banyak tersimpan berbagai macam barang antik yang kerap ditemui warga. Beberapa waktu lalu warga bersama dengan Disdikbud Natuna mengidentifikasikan peti mati kuno yang disinyalir berusia ratusan tahun. Ini menandakan desa Mekar Jaya merupakan perkampungan tua di masa lampau, dan bisa jadi pula merupakan peradaban awal di pulau Bunguran.
Lalu, desa yang dikelilingi hutan dengan pepohonan besar ini juga merupakan rumah bagi Kekah Natuna (Presbytis natunae). Primata sejenis langur ini dijadikan ikon untuk branding Natuna. Dan "istananya" berada di Desa Mekar Jaya ini. Hal ini juga yang dimanfaatkan oleh warga setempat untuk memanfaatkan potensi alamnya, mendatangkan tamu baik itu untuk berwisata maupun meneliti dengan mengenalkan paket Mantau Kekah.
Yap, Mantau Kekah merupakan sebuah paket dan aktivitas baru yang ditawarkan di Desa Wisata Mekar Jaya. Setelah memutuskan untuk pergi kesini, saya lantas menghubungi local hero, Pak Ahdiani yang akrab saya panggil Cek Gu. Menginfokan bahwa kami akan mengunjungi desa Mekar Jaya diakhir pekan untuk Mantau Kekah. Cek Gu "merestui" dan kami pun berangkat menuju ke sana.
Perjalanan dari Ranai Kota kami mulai pukul 8 pagi. Menuju Desa Mekar Jaya menempuh waktu kurang lebih 90 menit berkendara dengan kecepatan rata-rata. Rute yang dilewati adalah pesisir timur pulau Bunguran hingga melewati Kecamatan Bunguran Selatan. Lalu belok ke arah barat ketika menemui kantor PLN di Pian Tengah. Dari simpang PLN Pian Tengah menuju Desa Mekar Jaya yang berjarak 9 km itu bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 15-20 menit dikarenakan kondisi jalan yang kurang memadai.
Setelah memilah dan memilih, pilihan saya tertuju pada Desa Mekar Jaya. Desa ini sudah pernah saya review dalam tulisan saya terdahulu tentang wisata mangrovenya yang indah. Wisata alternatif yang digagas oleh para pemuda desa dalam menggali potensi alamnya. Hasilnya, meskipun terletak di sudut barat daya Pulau Bunguran ini, Desa Mekar Jaya banyak dikenal hingga saat ini, baik oleh para wisatawan, hingga peneliti. Desa Mekar Jaya juga masuk dalam 300 besar dalam acara Anugerah Desa Wisata Indonesia tahun 2022 ini. Kece gilee.!
Saya kagum dengan pemuda dan masyarakat desa ini yang tak henti-hentinya bergerak untuk menggali potensi yang ada. Selain tanaman bakau dan kuliner ketamnya yang lezat, Desa Mekar Jaya masih banyak menyimpan potensi alam yang harus lebih giat lagi digali, yang nantinya jika dikelola dengan baik akan mendatangkan kesejahteraan bagi penduduknya.
Hutan bakau yang dijadikan wisata mangrove Mekar Jaya merupakan potensi wisata dan penelitian serta konservasi. Di desa ini juga banyak tersimpan berbagai macam barang antik yang kerap ditemui warga. Beberapa waktu lalu warga bersama dengan Disdikbud Natuna mengidentifikasikan peti mati kuno yang disinyalir berusia ratusan tahun. Ini menandakan desa Mekar Jaya merupakan perkampungan tua di masa lampau, dan bisa jadi pula merupakan peradaban awal di pulau Bunguran.
Lalu, desa yang dikelilingi hutan dengan pepohonan besar ini juga merupakan rumah bagi Kekah Natuna (Presbytis natunae). Primata sejenis langur ini dijadikan ikon untuk branding Natuna. Dan "istananya" berada di Desa Mekar Jaya ini. Hal ini juga yang dimanfaatkan oleh warga setempat untuk memanfaatkan potensi alamnya, mendatangkan tamu baik itu untuk berwisata maupun meneliti dengan mengenalkan paket Mantau Kekah.
Yap, Mantau Kekah merupakan sebuah paket dan aktivitas baru yang ditawarkan di Desa Wisata Mekar Jaya. Setelah memutuskan untuk pergi kesini, saya lantas menghubungi local hero, Pak Ahdiani yang akrab saya panggil Cek Gu. Menginfokan bahwa kami akan mengunjungi desa Mekar Jaya diakhir pekan untuk Mantau Kekah. Cek Gu "merestui" dan kami pun berangkat menuju ke sana.
Perjalanan dari Ranai Kota kami mulai pukul 8 pagi. Menuju Desa Mekar Jaya menempuh waktu kurang lebih 90 menit berkendara dengan kecepatan rata-rata. Rute yang dilewati adalah pesisir timur pulau Bunguran hingga melewati Kecamatan Bunguran Selatan. Lalu belok ke arah barat ketika menemui kantor PLN di Pian Tengah. Dari simpang PLN Pian Tengah menuju Desa Mekar Jaya yang berjarak 9 km itu bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih 15-20 menit dikarenakan kondisi jalan yang kurang memadai.
Bebuel nabuk (bincang santai) dengan Cek Gu |
Setelah sampai di Desa Mekar Jaya kami sudah ditunggu Cek Gu di rumahnya. Bertamu sebentar sambil "sungkem" dan menikmati tambul raye (kue lebaran) karena masih dalam suasana syawal. Juga sambil ngobrol-ngobrol ringan seraya melepas lelah. Kemudian kegiatan kami langsung dimulai. Kali ini belum untuk mantau kekah, karena menurut Cek Gu, kekah akan keluar mencari makan sekitar pukul 3-5 sore hari, dan pukul 6-9 pagi harinya. Jadi kegiatan kami kali ini adalah menelusuri sungai di menuju hutan Desa yang masuk dalam hutan kawasan zona kuning dan hijau. Menuju kesana menggunakan spitbut/jungkong mesin (speedboat).
Menelusuri hutan desa. |
Turun dari pelabuhan Mekar Jaya Mangrove Park, kami menuju muara dan masuk ke wilayah dusun Sebuton, memasuki Sungai Temeghang dan Sungai Mak Keghak. Menelusuri sungai-sungai berdinding bakau merupakan cara asyik pertama dalam menikmati libur panjang akhir pekan ini. Bonus dari perjalanan menyusuri sungai ini adalah kami bisa melihat langsung buaya yang sedang "ngetem" di antara pohon bakau, dan sempat kami abadikan.
Potret buaya di sungai Temeghang. |
Cara asyik kedua dalam menikmati liburan kali ini adalah: makan siang di atas spitbut. Setelah mendapat foto buaya di pepohonan bakau tadi, Cek Gu mematikan mesinnya dan mengikat spitbut di pohon bakau yang baru tumbuh, terlihat dari diameternya yang tak begitu besar.
"Makan siang", begitu katanya memecah keheningan seraya mengeluarkan rantang plastik yang sudah disiapkan di bawah tempat duduk spitbut. Lauk ikan asam pedas dan sambal teri menjadi menu makan siang kali ini. Terlihat sederhana, namun momennya yang luar biasa menjadikan makan siang ini begitu lezat tiada tara. Makan siang di atas perahu di tengah-tengah hutan bakau akan memberikan sensasi tersendiri. Ditemani alunan musik alam dari suara gemercik air dan binatang-binatang penghuni hutan bakau akan jadi pengalaman tak terlupakan yang kelak akan dibawa pulang.
Setelah makan siang, kami menuju ke Tebing Tinggi. Tempat ini merupakan lokasi dimana peti mati kuno ditemukan warga, lalu penemian ini dilanjutkan dengan dilaporkan kepada pemerintah. Selesai dari Tebing Tinggi, kami pulang untuk beristirahat sejenak, kembali menyusuri sungai Aek Botang menuju dermaga Mekar Jaya Mangrove Park. Saat perjalanan dari dermaga menuju rumah Cek Gu, seorang warga desa memberitahukan kami bahwa ada segerombolan Kekah yang sedang nongkrong di pepohonan karet.
Setelah makan siang, kami menuju ke Tebing Tinggi. Tempat ini merupakan lokasi dimana peti mati kuno ditemukan warga, lalu penemian ini dilanjutkan dengan dilaporkan kepada pemerintah. Selesai dari Tebing Tinggi, kami pulang untuk beristirahat sejenak, kembali menyusuri sungai Aek Botang menuju dermaga Mekar Jaya Mangrove Park. Saat perjalanan dari dermaga menuju rumah Cek Gu, seorang warga desa memberitahukan kami bahwa ada segerombolan Kekah yang sedang nongkrong di pepohonan karet.
Mantau Kekah (foto: @mantau_kekah) |
Keluarga kekah |
Sontak saya mengikuti arah yang warga desa isyaratkan dengan bibirnya tersebut. Dan benar saja, satu ekor, dua ekor, dan lebih dari lima ekor Kekah sedang nongkrong dengan santainya di pepohonan karet, padahal ada aktivitas warga dengan jarak sekitar 50 meter saja. Kejutan tak terduga ini kami manfaatkan untuk mengambil beberapa gambar Kekah, tak bisa banyak karena kehadiran kami terdeteksi oleh mereka, sehingga mereka langsung "membubarkan diri".
Cara asyik menikmati libur panjang yang ketiga adalah mengarungi laut berburu foto burung. Desa Mekar Jaya ini secara admnistrasi berada dalam wilayah administrasi Kecamatan Bunguran Barat, Kecamatan yang berpusat di Pulau Sedanau ini memiliki potensi alam yang juga luar biasa. Salah satunya adalah Pulau Kembang, Pulau ini berada dalam administrasi Kelurahan Sedanau. Membutuhkan waktu kurang lebih 20 menit dari dermaga Mekar Jaya Mangrove Park untuk sampai ke pulau ini dengan spitbut. Pulau Kembang merupakan rumah bagi raturan spesies burung yang diantaranya berada dalam kategori terancam punah. Selain itu karang-karang yang mengelilingi pulau ini sangat indah terlihat dari atas spitbut karena air laut di puau ini sangat jernih.
Kami mengitari pulau dengan pelan sambil mengamat burung-burung yang terbang kesana kemari. Matahari yang perlahan kembali ke peraduan membuat burung-burung ini juga kembali ke sarangnya setelah "bermain-main" seharian. Banyak burung yang kami dapati potretnya, dan diantaranya ada burung Pergam Perak yang saat ini statusnya kritis alias terancam punah. Setelah puas jepret-jepret hewan-hewan penguasa langit ini kami kembali ke Mekar Jaya saat matahari sudah mulai terbenam.
Senja di laut Bunguran Barat |
Setelah itu, kami kembali ke kediaman Cek Gu,
Selesai?
Belum ternyata.
Sampai di rumah, Cek Gu kembali mengajak kami ke satu lokasi lagi. Lokasi yang akan ia jadikan posko pengamatan kelompok Kekah. Lokasi ini terletak di tanah miliknya dan rencana akan ditanam beberapa tanaman yang menjadi makanan di Kekah untuk memancing ia datang. Sebagai penutup, kami ditawari teh khas Desa Mekar Jaya. Nama teh kahwe, kahwe berarti kopi dalam bahasa Melayu. Teh kahwe berasal dari daun kopi yang tumbuh di tanah Mekar Jaya. Rasanya nikmat dengan tekstur yang khas. Dan ini cara asyik yang ke empat.
Teh Kahwe khas Mekar Jaya |
Mekar Jaya, desa dengan lokasi yang terpencil namun miliki potensi yang tak kecil. Wisata mangrove, wisata maritim, wisata budaya, hutan kawasan, konservasi sumber daya alam, merupakan beberapa potensi yang tampak dari desa yang berlokasi di barat daya Pulau Bunguran ini.
Satu lagi yang bikin saya terkesan adalah ketika kemarin saat kami diberitahu warga mengenai keberadaan Kekah, ini mengindikasikan bahwa warga setempat secara tak sengaja ikut mendukung aktivitas mantau kekah yang digagas oleh Ce Gu. Mantau kekah ini juga masuk dalam paket wisata sehari di Natuna Dive Resort, lo.
Nah, nanti jika ingin melihat secara langsung hewan endemik Natuna ini di alamnya, maka Desa Mekar Jaya merupakan pilihan tepat. Mantau Kekah kegiatan utamanya, ditambah beragam "bonus" lainnya akan didapati juga. Jadi, jom ke Natuna, song gi Mekar Jaya!
Nb : info lebih lanjut tentang Mantau Kekah bisa kunjungi akun ig nya di @mantau_kekah ya.
Udah lama ga liburan jadi pengen liburan deh liat ginian
ReplyDeleteKalau saya suka banget ke mangrove yang di kelola penduduk setempat. Aman aja sih keknya. Jadi pengen liburan juga.
ReplyDeleteAnambas, Natuna, tujuanku, tapi apalah daya mahal sangat tiket kesana, jadi baca cerite abang dulu lah... manalah tau berkunjung juga ke Desa Mekar Jaya, mana tau dapat heng juge tengok buaye ,
ReplyDeletesiapp, stimulus aja ini. nanti ke Natuna jangan lupa kabari, kita susur sungai dan mantau kekah bareng2. hhe
DeleteBermula dari Mekar Jaya maka Natuna akan mempunyai cerita yang mendunia
ReplyDeletekeren banget, udah lama ngk menjelajah kek gini, liat yang beginian jadi pengen.
ReplyDeletebtw itu buaya masih aman dan terkendali kan bang?
upppsss
buaya bakau masih aman bisa dikendalikan, karena yg bahay tetap buaya darat, kak. hha
Delete