Mendengar
kata keramat membuat orang yang suka dengan hal-hal mistis jadi excited gitu kan ya. Yap, tapi ini lah namanya, KERAMAT
BINJAI. Untuk orang Natuna umumnya, tentu tahu hal ini dan dimana letaknya. Nah
lewat tulisan ini. saya ingin menceritakan sejarahnya, dengan menguti beberapa sumber. Yuk.
----------
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, Putra Sultan Mahmud Syah
yaitu Sultan Allauddin Riayat Syah mendirikan Kerjaan Johor pada tahun
1530-1564 merupakan kelanjutan dari Kerajaan Malaka.
Pada masa pemerintahan beliau menempatkan atau mengangkat Datuk Kaya -Datuk Kaya sebagi wakilnya di Pulau Tujuh, yaitu:
- Pulau Jemaja - Datok Amar Lela
- Pulau Siantan - Datok Kaya Dewa Perkasa
- Pulau Serindit (Pulau Bunguran) - Datuk Kaya Indra Pahlawan
- Pulau Sabda (Tambelan) - Datuk Kaya Timbalan Siamah.
Pada
masa Pemerintahan Sultan Allauddin Riayat Syah III (1597-1655M)
memerintah di Johor, menurut kisahnya Sultan Johor ini mempunyai
seorang putri yang bernama Tengku Fatimah yang sejak kecilnya mengidap
sakit lumpuh dan tidak dapat berjalan. Oleh karena itu Sultan merasa
malu, maka Sultan mengambil keputusan untuk menempatkan Putrinya itu ke
Pulau Serindit (Pulau Bunguran atau Natuna).
Dalam
perjalanan mengarungi laut para rombongan yang terdiri dari pengawal
serta inang dayangnya yang berjumlah 40 orang tersebut sebulat kata
untuk menjodohkan sang putri dengan salah seorang dari anggota
rombongan tersebut. Maka didapatlah salah seorang diantara mereka
menjadi calon suami bagi sang putri tersebut. Tapi anehnya setelah dijodohkan sang calon suami meninggal seketika. Kemudian dipilih lagi
calon yang kedua untuk sang Putri tapi malangnya calon kedua meninggal
dunia pula. Karena kemalangan berturut-turut menimpa maka urunglah niat
para rombongan itu untuk menjodohkan sang Putri untuk sementara
waktu.
Pelayaran
diteruskan ke haluan pulau-pulau Siantan dan mereka mengambil
kesempatan untuk beristirahat di pulau tersebut. Setelah selesai
selesai beristirahat mereka melanjutkan pelayaran kepulau Serindit
(Natuna). Hampir seminggu pula mereka mengarungi laut dan sampailah
pulau rombongan tersebut di Tanjung Galing Pulau Sabang Mawang dalam
kawasan Serindit (Natuna). Mereka Berhenti beberapa hari dan setelah
melihat tempat untuk bermukim kurang memuaskan, mereka meneruskan
pelayaran ke Segeram.
Akhirnya
rombongan ini terdampar di kukup (pulau pasir) Jalik namanya di Muara
Sungai Segeram, dari sini mudiklah penjajap-penjajap itu masuk ke
sungai Segeram dan berlabuh dekat suatu perkampungan. Mendengar
kedatangan Tengku Fatimah Putri Sultan Johor di Pulau Serindit, maka
Datuk Kaya Indra Pahlawan berdatang sembah.
Mengingat
kedatangan sang Putri membawa Mahkota Kerajaan yang memerintah dari
Sultan Johor maka dengan senang hati Datuk Kaya Indra Pahlawan
menyerahkan kekuasaan memerintah di Pulau Serindit kepada sang Putri.
Penyerahan itu di terima pula dengan senang hati oleh sang putri serta
mengajak warga rakyatnya membangun pemerintahan baru.
Sekitar
Tahun 1610 Masehi kedatangan sang Tengku Putri Fatimah di Pulau
Serindit menurut ceritanya, di Segeram ada seorang yang di gelari
Demang Megat, yang mana asal-usul sebenarnya tidaklah diketahui dengan
pasti.
Alkisah
selanjutnya menceritakan Demang Megat ini adalah seorang yang hanyut
di atas rakit Buluh Betung atau Aur, kemudian rakit itu hanyut dibawa
arus dan masuk ke sungai Segeram. Di pinggiran sungai Segeram banyak
terdapat batang Laning dan rakit itu sangkut di antara sela-sela kayu
tersebut dari situlah Megat merangkak naik ke darat. Dan tak lama
kemudian dengan kedatangan ketujuh perahu penjajap dari Johor itu maka
bertemulah rombongan Tengku Fatimah dengan Megat di Daerah Segeram itu.
Pada pertemuan ini Megat di ajak berbahasa Melayu tetapi ia tidak
mengerti bahasa melayu, rupanya Megat hanya bisa berbahasa Siam dan
beragama Budha dan kemudian Megat diislamkan oleh para pengikut sang
putri serta di kawinkan dengan Tengku Fatimah dengan tidak ada
kemalangan apa-apa.
Dalam upacara perkawinan itu Megat diberi gelar Orang Kaya Serindit Dina Mahkota.
Adapun maksud dari kata “Dina” atau Dana berasal dari keadaan Tengku
Fatimah sendiri yang merasa dirinya “hina dina” papa kedana karena
cacat lumpuh serta dibuang oleh ayahandanya, sang Sultan ke suatu negeri
yang jauh dengan dibekali sebuah Mahkota Kerajaan.
Disamping
acara perkawinan itu di adakan pula acara penurunan adat kawin raja
dari adat 400 menjadi adat 120 serta lilin 8 (delapan) menjadi lilin 7
(tujuh) untuk kedaulatan Serindit atau Bunguran.
Maka sekitar tahun
1610 Masehi sejak kedatangan Tengku Fatimah ke pulau Serindit dan
setelah Megat bergelar Orang Kaya Serindit Dina Mahkota mulailah Pulau
Serindit memiliki pemerintahan sendiri, sejenis Daerah Otonom dari
Kerajaan Johor atas kuasa Tengku Fatimah yang berpusat di Segeram.
Megat
memerintahkan rakyatnya membuat sebuah mahligai tempat bersemayam
Tengku Fatimah. Mahligai di buat dari bahan kayu Bungur, maka dari
nama Kayu Bungur inilah Pulau Serindit bertukar menjadi Pulau
Bunguran.
Setelah
perkawinan berumur enam bulan Tengku Fatimah hamil, Megat
mengutarakan keinginannya pada Tengku Fatimah bahwa beliau ingin
bersemedi atau bertapa kesuatu tempat untuk mensucikan diri, ternyata
keinginan tersebut dikabulkan oleh Tengku Fatimah meskipun dengan
perasaan hati yang sangat berat sekali.
Maka pergilah Megat dengan
melayari sebuah penjajap kearah Timur melewati sungai Binjai dan
akhirnya Megat berhenti singgah di pulau kecil batu pasir berbukit untuk
tempat persemediannya. Ditempat persemedian atau pertapaan inilah Megat menghilang dan di pulau itu tiba-tiba terdapat sebuah kuburan
yang dianggap keramat oleh anak negeri Pulau Bunguran. Kuburan atau
makam ini lebih di kenal dengan Nama Keramat Binjai atau Keramat Datuk Bungur yang sampai sekarang masih tetap dikunjungi oleh para peziarah.
No comments:
Post a Comment