Thursday, May 30, 2019

Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas, Keluarga dan Sebuah Jejak (1)

Prolog:
Seperti banyak ulasan-ulasan saya sebelumnya tentang Tarakan, pulau ini merupakan salah satu panggung Perang Dunia Kedua yang ada di Nusantara. Berawal dari ditemukannya sumber minyak berkualitas "tokcer" oleh Belanda diawal 1900an, Tarakan yang dulu hanya sebuah pulau singgah di bawah Kesulthanan Tidung menjelma menjadi kota industri modern yang menjadi magnet datangnya penduduk dari berbagai kalangan.

Pecahnya perang Dunia Kedua dimedio tahun 1900an menurut saya menjadi alasan mengapa Belanda saat itu tak hanya membangun fasilitas-fasilitas penunjang seperti mess, rumah sakit, sarana pemukiman dan olahraga, namun mereka juga membangun fasilitas pertahanan perang dengan memanfaatkan rakyat setempat sebagai buruh yang biasa disebut dengan kerja paksa. Terlebih lagi perang dunia kedua sudah memulai memanas saat itu.
Salah satu menara pemboran minyak, Tarakan, sumber id.wikipedia.org
Banyak situs-situs pertahanan yang dibangun Belanda di Tarakan, seperti di Juwata Laut, Mamburungan / Peningki Lama dan beragam situs lain di berbagai tempat strategis di pulau ini. Situs-situs yang dibangun seperti pillbox (bunker pengintai), bunker perlindungan dan benteng-benteng pertahanan lengkap dengan senjatanya.

Namun, segala pertahanan itu seperti sia-sia saat invasi tentara Kekaisaran Jepang yang tak terduga ke Nusantara, dan Tarakan adalah daerah pertama yang dikuasai mereka. Bukan tanpa alasan, kualitas minyak yang bagus itulah yang membuat Tarakan menjadi target operasi utama Jepang. Dengan menguasai sumber minyak, mereka bisa memanfaatkannya untuk mengisi bahan bakar kendaraan dan senjata perang mereka dalam kancah perang pasifik. Belanda dipaksa bertekuk lutut dan menyerahkan semuanya kepada Jepang.

Selama kependudukan Jepang, fasilitas Perminyakan kembali dibangun setelah sebelumnya luluh lantak dibumihanguskan. Malah produksinya meningkat pesat dari sebelumnya. Pun fasilitas pertahanan perang juga banyak dibangun, termasuk menebarkan ranjau laut dan darat.
Tarakan, dimasa perang. Sumber : vivaborneo.com
Masa penjajahan Jepang di Nusantara berakhir tahun 1945 setelah tentara "pembebasan" sekutu menggempur habis-habisan Tarakan guna menundukkan Jepang. Lagi, Tarakan menjadi saksi bisu perang dahsyat. Keberhasilan tentara sekutu ini disambut suka cita oleh masyarakat karena dianggap sebagai pembebas dari penderitaan mereka. Setelah Jepang menyerah kalah dan menarik kembali pasukannya kembali ke Jepang, Kemerdekaan Indonesia diproklamirkan oleh Soekarno Hatta di Jakarta.

Dan beberapa pertempuran lain masih mewarnai negeri ini pasca kemerdekaan. Meninggalkan beragam kisah sejarah yang sebaiknya patut kita pelajari. Situs-situs peninggalan perang banyak "berserak" di berbagai tempat. Sebagiannya sangat mudah dijumpai, sebagian lain terkubur bersama ceritanya sendiri.
Beberapa situs sejarah peninggalan perang di Tarakan, di berbagai lokasi.
Beberapa situs perang dengan akses yang mudah dijangkau tampak terawat oleh pemerintah. Dirawat, dipagari, didata, dan dilabeli. Namun yang lain ada juga seakan dibiarkan terlantar, bahkan hancur dan hilang oleh tangan-tangan tak bertanggung jawab.

Sebuah Konsep :
Sangat disayangkan memang, mengingat situs-situs yang hampir berusia 100 tahun ini bisa jadi potensi wisata sejarah unik nan berharga. Dari wisata pula, lambat laun akan meningkatkan ekonomi lokal, minimal di sekitar lokasi. 

Saya yang memang hoby jalan-jalan dan menyukai wisata dan hal-hal berbau sejarah ini merasa agak greget saat melihat beberapa situs sejarah di Tarakan seperti tak terawat. Ingin berbuat namun gigitan tak kuat. Maklum, sebagai perantau yang berpindah-pindah tugas kerja, saya baru berapa bulan saja di Tarakan, sejak Juli 2018. 

Alhasil, hanya konsep-konsep ringan saja yang saya presentasikan ke beberapa orang yang saya temui. Kebetulan, pekerjaan saya menuntut untuk bertemu dengan banyak klien. Sales marketing. Daripada tersimpan sendiri di dalam otak, lebih baik dibagi. 

Cerita Kedai Kopi :
Beberapa klien memilih untuk bertemu di luar, biar omongan tak kaku dan lancar, dan agar bisa juga ngobrol yang liar. Haha. Dan tentu, warung kopi lah tempatnya. Ngobrol sambil nyeruput cairan hitam pemersatu bangsa ini memang lain terasa, hasilnya obrolan masalah bisnis dan kantor 15 menit, selebihnya ngobrol yang lain, sampai sudah tak mau ngomong lagi. Disela-sela ini pula lah konsep tentang wisata sejarah Tarakan saya sampai kan.
Waroeng Kopi di Tarakan
Ada beberapa objek wisata yang dimiliki oleh Tarakan, diantaranya pantai Amal dan Binalatung, Kawasan Konservasi Mangrove dan Bekantan, Museum-museum, hingga masjid Islamic Center. Yang kesemua itu sangat mudah tergantikan oleh tempat yang lain jika tak tersentuh ide-ide kreatif. Maka Tarakan sejatinya harus memiliki wisata unggulan. Sementara Tarakan merupakan satu-satunya kota di Kalimantan Utara dengan fasilitas-fasilitas pendukung yang lengkap, dan kerap kali dikunjungi wisatawan, baik lokal maupun mancaranegara. Adanya bandara dan pelabuhan internasional membuat mereka, para wisatawan banyak memilih untuk transit di Tarakan sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat lain, Derawan contohnya. 
  
Konsep yang saya tawarkan adalah selagi mereka transit sehari di Tarakan, ada baiknya kita tawarkan paket wisata sehari untuk berkeliling-keliling melihat situs peninggalan sejarah perang Tarakan : Belanda, Jepang, Australia. Jarang ada paket wisata seperti ini. Dan tantangan berikutnya adalah situs-situs sejarah itu harus dibuat agar layak dikunjungi. Agar menarik wisatawan untuk datang, baik sekedar foto-foto wisata, sampai untuk meneliti.

Konsep-konsep dasar seperti ini yang saya presentasikan ke orang-orang yang saya prediksi memiliki kesenangan yang sama. Beberapa ada yang menyambut baik, juga ada juga yang memberi masukan, sambil sharing

Selanjutnya, juga di warung kopi. Pada acara Gelar Budaya Dumud memperingati hari jadi Tarakan, desember 2018. Warung Kopi "Kedai Filosofi" jadi saksi bisu pertemuan saya dengan Rilo sang owner dan pak Zainuddin "Jai" Camat Tarakan Tengah. Disini pula saya dikenalkan juga dengan bang Dapun, salah seorang alumni Duta Wisata Tarakan. Gayung bersambut.
Nongkrong cakep dengan pak Camat di Kedai Kopi
Saya dan bang Dapun juga sempat mengeksplor beberapa situs bersejarah di kota ini pasca pertemuan kemarin, maklum sebagai alumni Duta Wisata tentulah ia tahu banyak tempat. Itu juga yang saya butuhkan, jalan-jalan, sambil jadi bahan untuk nulis di blog saya yang tak seberapa ini.

Obrolan Kedai Kopi selanjutnya berlanjut, masih di Kedai Filosofi, hanya saja berbeda lokasi dan orang. Kali ini teman-teman Rilo yang jadi lawan bicara. Yang awalnya saya hanya ingin keluar ngopi sebentar setelah isya, jadi obrolan panjang hingga subuh! Adalah Iqbal dan kawan-kawannya yang jadi lawan ngobrol kali ini, dari sini konsep untuk membuat komunitas pecinta sejarah tercetus. Gayung kembali bersambut. Mereka sangat antusias. Terlebih Iqbal. Sementara Rilo, ia masih fokus meracik minuman untuk para pelanggan yang datang. Selanjutnya saya mengkonsep logo nya.

Paralel, saya juga berdiskusi dengan admin IG Balikpapan Tempo Doeloe, sebuah komunitas pecinta sejarah yang ada di Balikpapan. Mereka menyambut baik dan siap mendukung. Saya langsung menyimpulkan nama Tarakan Tempo Doeloe sebagai branding nama Komunitas Pecinta Sejarah di Kota Tarakan ini. Logo nya pun terinspirasi dari Logo Balikpapan Tempo Doeloe. Karena secara sejarah, kisah Balikpapan dan Tarakan tak jauh bedanya. 

Tentang Logo Tarakan Tempo Doeloe
Pembuatan logo Tarakan Tempo Doeloe : Komunitas Pecinta Sejarah Tarakan terilhami pula dari logo Komunitas Pecinta Sejarah Balikpapan, Balikpapan Tempo Doeloe. Karena sejarah mereka juga berdekatan, mulai dari berkembangnya kota karena penemuan minyak hingga menjelang kemerdekaan dengan diisi berbagai peristiwa.
Logo berbentuk perisai yang dibagi dua dengan pita yang berada di tengah-tengah. Gambar Tangki, Derrick (menara pemboran) serta Sucker Rod (pompa angguk produksi minyak) berada di bagian atas pita, itu bermakna Tarakan yang kaya akan sumber daya alam. Dan tangki juga merupakan bukti dan saksi bisu perang Tarakan, yang sisa-sisa nya masih bisa kita lihat saat ini (wash tank yang sudah rusak dan terbakar). Di bagian bawah pita terdapat gambar pillbox dan senjata pertahanan. Itu bermakna banyakya fasilitas pertahanan perang itu kita temukan di Tarakan. Sementara di pita tertulis : "TARAKAN TEMPO DOELOE : KOMUNITAS PECINTA SEJARAH TARAKAN" sebagai branding dan identitas komunitas. Sedangkan warna-warna pilihan adalah menunjukkan kesan jadoel.

Sempat Pesimis, Waktu Menipis
Setelah konsep logo selesai, saya kirimkan dengan Iqbal. Dan mengajak langsung eksekusi. Namun ternyata ia sedang berada di Malinau, pulang kampung untuk waktu yang tak diketahui. Semangat yang ada sempat hilang, karena tidak tau siapa lagi yang bakal diajak bergabung. Belum lagi "waktu" saya di Tarakan tidak lama lagi. Yap, saya akan meninggalkan kota ini dalam waktu dekat.

Ditengah-tengah ke-pesimis-an itu, masuk pesan WA dari Rilo mempertanyakan perihal perkembangan komunitas ini. It's surprising me! Saya fikir dulu dia tak tertarik. Sebab saat kami diskusi beberapa waktu lalu, dia terlihat lebih fokus dengan racikan kopi saring dan teh tarik nya.

Rilo mengajak saya ngopi di Kedai Pagun, sebuah Kedai Kopi yang baru dibuka di Tarakan. Kebetulan juga, Kedai Kopi ini bakal jadi review tempat-tempat ngopi di Tarakan seperti yang sudah saya muat diartikel-artikel blog saya sebelumnya.

Konsep serupa juga saya presentasikan kepada bang Sandi, salah satu owner Kedai Kopi Pagun yang baru dikenalkan oleh Rilo saat nongkrong disitu. Dan juga disambut baik. Namun sekali lagi, Saya belum bisa bergerak banyak karena belum cukup sumber daya manusianya.

Kemudian saya kembali berkontak dengan Rilo, meminta untuk mengajak beberapa rekannya, dan kita kembali kopdar dan ngobrol perihal komunitas ini. Tak perlu banyak, yang penting punya ketertarikan akan sejarah. Rilo merupakan aktivis organisasi, dan saya yakin banyak link yang dia punya. Link-link untuk mengumpulkan beberapa teman dari temannya sesama mahasiswa atau teman dari teman organisasi nya. Sedangkan saya hanya mengajak bang Dapun untuk kopdar nanti. 



bersambung .....

1 comment: