Monday, July 18, 2016

Tentang Sangkimah, Desa Kecil di Tengah Ratusan Sumur Minyak Tua

Untuk yang kesekian kalinya, saya kembali ditugaskan dalam rangka perjalanan dinas kerja. Kali ini tempat yang dituju adalah Sangatta. Tugas kerja rencana hanya beberapa hari saja, namun ketika akan pulang, ada perintah mendadak untuk melanjutkan pekerjaan disini hingga 3 bulan! Wadaww. Mantap. Sempat bingung karena belum ada persiapan, sehingga akhirnya setelah koordinasi dengan teman lain, saya ijin ke Balikpapan sebentar untuk mengurusi beberapa keperluan. Dan kembali ke Sangatta beberapa hari setelahnya.
Gerbang Desa
 
Kota Sangatta merupakan ibukota Kabupaten Kutai Timur, Provinsi Kalimantan Timur, letaknya di bagian utara dari Provinsi yang kaya akan hasil bumi ini. Dan Kutai Timur juga merupakan salah satu penghasil bumi tersebut, ada tambang dan migas. Nah tempat yang kerja saya kali ini adalah di Desa Sangkimah, sebuah desa terpencil di bagian selatan Kota Sangatta. Merupakan bagian dari kecamatan Sangatta Selatan. Perjalanan dari Balikpapan memakan waktu kurang lebih 8 jam dengan biaya jasa travel 250rb. 
Desa Sangkimah, desa kecil dengan ratusan sumur-sumur minyak tua peninggalan Belanda. Desa Sangkimah, desa kecil di belantara Borneo dengan hasil bumi yang luar biasa.
Salah Satu Jalan menuju Desa
 
Desa Sangkimah terbilang jauh dari Kota, dan hanya satu jasa travel saja yang mau mengantarkan hingga masuk sampai ke Desa, -mungkin saking terpelosoknya tempat ini- 😀. Ketika sudah sampai, kita akan disuguhi oleh pemandangan khas desa namun dengan tambahan sedikit "kota". Ya, ada beberapa fasilitas "kota" di tempat ini, karena di sini terdapat komplek perumahan perusahaan plat merah yang mengelola sumur-sumur minyak di Kutai Timur. Di dalam komplek terdapat sarana olahraga seperti lapangan tenis, sepak bola, bola voli, basket, golf, badminton, dan tempat hiburan, serta taman. Di seberang komplek terdapat deretan rumah-rumah penduduk Desa Sangkimah, yang terdiri dari orang lokal dan pendatang dari Jawa dan Sulawesi.

Sekitar 2 minggu saya bertugas disana. Waktu yang bagi saya kurang cukup untuk menikmati tempat baru. Alhamdulillah tempat tinggal sudah disediakan. Kami tinggal dikomplek perumahan yang memang kosong, jadi daripada tak dihuni, pihak perusahaan mengizinkan rumah tersebut untuk kami tempati. Lokasinya juga lumayan nyaman karena dekat dengan masjid komplek. Tempat makan juga tak terlalu jauh, terletak di rumah-rumah penduduk di seberang komplek. Dan kalau sore hari, banyak yang menjual takjil (saya bertugas di sana pada saat Ramadhan) sebagai hidangan untuk berbuka puasa.
Desa Sangkimah
 
Waktu-waktu kosong saya isi dengan berjalan melihat-lihat komplek dan desa. Di dalam komplek banyak perumahan-perumahan yang kosong tak ada yang menempati. Padahal rata-rata karyawan perusahaan ini adalah orang luar. Fasilitas olahraganya juga sepi, hanya satu dua orang yang bermain tenis ketika sore, lapangan golf sekarang juga sudah diisi oleh sapi-sapi warga karena sudah lama tak pernah ada yang main. 

Ohya, fyi, desa Sangkimah ini memiliki lapangan terbang ternyata. Mungkin lapangan terbang milik perusahaan yang sekarang sudah tak beroperasi lagi. Terakhir operasi pada tahun 1991 seperti kata pekerja setempat. Hmmmm, dari situ saya menarik kesimpulan bahwa Desa Sangkimah ini pernah benar-benar "bersinar" pada masa jaya nya, yaitu ketika harga minyak sedang tinggi-tingginya dikurun waktu 1970-1990an. Namun sekarang, akibat harga minyak yang cenderung turun banyak dampak yang terjadi, banyak lah pokoknya ya. 😁

Di sini yang saya tahu terdapat dua buah masjid. Masjid Komplek perusahaan dan Masjid di Desa. Saya biasa shalat tarawih di masjid komplek, tarawih dengan 8 rakaat yang dimulai setelah tausiyah ba'da isya. Namun hal yang berbeda ketika saya tarawih di masjid desa, tausiyah / ceramah malam ramadhan dilakukan diantara shalat tarawih dan shalat witir. Ini pertama kali saya alami. Unik memang, alhamdulillah satu pengalaman bertambah ketika merantau ini. :) 
Salah Satu alternatif jalan ke Pantai Teluk Lombok
 
Kami ke Kota hanya sesekali, sesuai kebutuhan. Untuk mengambil uang di ATM misalnya, atau untuk berbelanja kebutuhan hari-hari di supermarket. Karena jarak desa ke kota jauh dan jalan yang kurang bagus membuat kami berfikir dua kali untuk ke kota. Namun seperti kebanyakan daerah penghasil hasil bumi di tempat-tempat lain, Kota Sangatta yang merupakan ibukota Kabupaten ini tidaklah merupakan suatu kota besar. Jangan harap menemukan fasilitas-fasilitas yang terdapat di kota besar jika anda kesini. Hanya ada pusat belanja kecil, Sangatta Town Square namanya. Dan beberapa supermarket-supermarket.
Bekas Lapangan Golf yang Beralih Fungsi
 
Untuk biaya hidup, khas dengan harga daerah KalTim, agak sedikit menguras saku. Tidak jauh beda biaya makan di Desa Sangkimah dan Kota Sangatta ini, yakni berkisar 25rban untuk sekali makan. Di Desa Sangkimah sendiri hanya terdapat beberapa tempat makan. Jadi pendatang sepertinya akan sedikit sulit untuk menemukan variasi makanan disini. Untuk fasilitas pendidikan, di Desa Sangkimah terdapat TK, SD dan SMP. Untuk tingkat SMA, para orang tua harus merelakan anaknya bersekolah di luar Desa. Dan tempat rekreasi terdekat adalah bekas lapangan golf yang sudah menjadi meja makan luas untuk sapi. Dan tak jauh dari desa terdapat pantai Teluk Lombok, yang merupakan wisata andalan Sangatta.

Cukup dulu untuk cerita perantau kali ini, sampai bertemu di lain cerita dan lain tempat.

7 comments:

  1. Kota rasa desa, ya. Tapi, dilihat dari keberadaan lapangan terbangnya, sepertinya benar sama kejayaan masa lalu desa Sangkimah ini. Padahal lapangan golf bisa dimanfaatkan, dan bisa jadi tempat wisata baru ini. Kalau dimanfaatkan dan dikelola dengan baik.

    ReplyDelete
  2. Desa sangkimah.. Pelosok tp biaya hidup lumayan mahal juga y... Sekali makn 25rbu..

    ReplyDelete
  3. Akses jalan ke desa sangkimah lancar kah ? Kalau jalannya rusak mungkin akan menjadi nilai minus pada salah satu tempat yang bisa kununjungi untuk wisata

    ReplyDelete
  4. Mahal juga ya, sekali makan 25rb x 3 = 75 rb😂. Mending beli mie instan gan wkwk😂

    ReplyDelete
  5. Mdh2an pemerintah pusat bisa memnfaatkan lg SDM serta SDA yg ad..
    Prospek yg bagus untuk masa depan daerah dan negara

    ReplyDelete
  6. Mungkin jika pemerintah memfokuskan ke pendidikan terutama SMA/SMK dengan membangun sekolahannya, bisa menjadikan desa tersebut kembali ke masa bersinarnya.

    ReplyDelete
  7. Iya saya pernah tinggal disana sekitar 12 tahun..dari saya msh berumur beberapa bulan sampai SD. waktu itu saya Mungkin waktu itu tinggal di masa jaya nya. disitu masih bagus,masih terawat semua, dan masih banyak orang yang tinggal di komplek tersebut.yang paling saya ingat sampai sekarang sih sie dua rusa itu yang tinggal di area belakang gereja sampai bawah bumper itu...sama sambutan monyet2 dan orang utan klo mulai masuk dari area perkantoran. Dan beberapa babi hutan yang turun kesamping rumah ketika malam.
    Kalau dari segi fasilitas olahraga dlu banyak yang olah raga setiap sore entah sepak bola,basket,volly,tennis, golf, maupun disediakan pula kolam renang walaupun berfungsi hanya sebentar.
    Ketika bulan ramadhan tiba dan saat lebaran seluruh penduduk pun berkeliling dari rumah ke rumah dan open house dengan berbagai masakan daerahnya masing-masing, entah ada yang masak gudeg,opor,soto Banjar,soto Makassar,sop kondro,empek-empek dan masakan daerah lainnya. Tetapi karena hanya ada sekolah sampai SMP kebanyakan anak2 sekolah memilih merantau keluar, entah ke Balikpapan, jawa dsbnya.
    Kesan saya sewaktu masa kecil saya menyenangkan tinggal disana walaupun sekarang sudah banyak sekali berubah. Tetapi mungkin kedepannya saya akan menengok daerah kebesaran saya tersebut.

    ReplyDelete